Hidup Edo menderita dan penuh hinaan setiap hari hanya gara-gara wajahnya tidak tampan. Bahkan ibu dan adiknya tidak mau mengakuinya sebagai bagian dari keluarga.
Dengan hati sedih, Edo memutuskan pergi merantau ke ibu kota untuk mencari kehidupan baru. Tapi siapa sangka, dia malah bertemu orang asing yang membuat wajahnya berubah menjadi sangat tampan dalam sekejap.
Kabar buruknya, wajah tampan itu membuat umur Edo hanya menjadi 7 tahun saja. Setelah itu, Edo akan mati menjadi debu.
Bagaimana cara Edo menghabiskan sisah hidupnya yang cuma 7 tahun saja dengan wajah baru yang mampu membuat banyak wanita jatuh cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HegunP, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 Disiram
Rara cepat menoleh dan terkejut melihat orang yang memanggilnya adalah Edo.
“Kak Edo ko ada di sini?” tanyanya sambil mengusap sisah-sisah air mata di pipinya.
“Aku habis makan di restoran di tempat kerjamu ini. Pakai kupon diskon yang kamu kasih,” jelas Edo.
Rara lalu nampak cemas. “Berarti tadi Kakak ngeliat juga pas di dalam aku dimarahi bosku?”
“Iya,” jawab Edo sambil tersenyum kecil.
Rara langsung tertunduk. Dia malu dan rendah diri. Tubuhnya hampir terjatuh saking malunya. Tapi untung Edo segera memegang punggung cewek itu.
“Kamu gak apa-apa?” tanya Edo, cemas.
“Gak apa-apa. Aku cuma malu aja sama kakak. Aku pasti kelihatan hina saat dimarah-marahi tadi. Hidupku benar-benar gak beres. Hik hik!”
“Enggak apa-apa ko. Aku cuma lihat bentar doang. Udah gak usah dipikirkan.” Edo coba menenangkan.
Setelah Rara bisa berdiri sendiri, Rara malah meracau sendiri. “Apa aku bunuh diri saja ya. Percuma juga aku hidup toh pekerjaan juga gak pernah bener.”
Edo yang tidak sengaja mendengar itu jadi cemas. Takut kata-kata Rara ini malah diseriusin.
“Yaudah Kak Edo. Aku pergi duluan ya.” Pamit Rara.
“Rara tunggu!” cegah Edo.
“Iya kak?”
“Gimana kalau kamu temenin aku jalan-jalan. Mau gak. Mumpung sore ini indah.” Tawar Edo yang sebenarnya takut Rara pamit pergi untuk melakukan aksi bundir.
Untung Rara mau. Sebenarnya Rara tidak benar-benar ingin bundir. Dia hanya terlalu mengeluh dengan hidupnya.
Rara pun ikut ajakan Edo dan melangkah bersama. Kebetulan lokasi restoran dekat dengan pantai. Edo dan Rara pun jalan santai di pinggir pantai sambil melihat matahari terbenam. Edo berniat akan melepas Rara pulang setelah Rara tidak terlihat sedih lagi.
Selama jalan-jalan, Rara nampak murung seperti banyak pikiran. Edo bisa lihat itu.
“Kalau ada masalah, gak apa-apa cerita sama aku. Aku gak akan bocorin ke manapun.”
“Iya kah kak? Aku memang lagi butuh teman curhat. Karena aku memang sepertinya gak sanggup untuk hidup seperti gini terus.”
Rara lanjut bercerita kalau dirinya baru hidup sendirian di rumahnya. Kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan beberapa bulan yang lalu. Hidup yang tiba-tiba kesiapan membuat Rara terkejut dan belum terbiasa hidup keras seperti ini.
“Aku sebenarnya ingin sekali ketemu kedua orang tuaku. Selalu berpikir untuk bundir. tapi pesan ibu dan ayahku selalu pengen agar aku jangan pantang menyerah dan jadi orang sukses. Tapi apa aku bisa sukses dengan keadaan seperti ini?”
Ada momen dimana Edo terpaku melihat Rara yang sedih. Namun Edo hanya bisa mendengarkan curhatannya saja.
“Kamu udah berjuang ko. Kamu hanya belum terbiasa saja. Kamu cuma butuh berlatih agar menjadi orang yang lebih teliti saja,” nasehat Edo.
Rara tersipu malu, terkesima dengan nasehat Edo.
Setelah puas jalan-jalan. Edo pun berpamitan dengan Rara karena sepertinya cewek itu sudah tidak sedih lagi. Edo berjalan menuju halte bus terdekat. Tanpa ia sadari, di kejauhan ada David duduk di dalam mobilnya sambil menelepon seseorang.
“Lakukan sekarang!” tatih David kepada seseorang dengan alat komunikasi HP.
“Siap!” balas orang suruhan David.
Kemudian terlihat dua orang boncengan motor datang cepat menghampiri Edo. Edo yang tidak menyadari apa-apa tetap berjalan santai seperti biasa. Hingga akhirnya…
Byur!
Orang paling depan dari pengendara motor itu menyiram wajah Edo dengan air dari dalam botol.
“Apa ini. Aduh. Kenapa mukaku terasa panas! Arggh!” keluh Edo sambil mengusap-usap wajahnya sendiri.
Si pengendara motor lalu cepat-cepat pergi setelah sukses dengan aksinya.
Edo tidak tahan dengan rasa sakit di wajahnya. Dia guling-guling kesakitan di trotoar. Sementara David tertawa puas di dalam mobilnya yang tidak jauh dari tempat Edo yang sedang kesakitan.
“ADUUUH SAKIIT!” teriak Edo, nampak sangat kesakitan dengan menutup wajahnya pakai kedua tangan.
“Haha. Mampos!” kata David. Melihat bahagia dari dalam mobil.