"Apa-apaan nih!" Sandra berkacak pinggang. Melihat selembar cek dilempar ke arahnya, seketika Sandra yang masih berbalut selimut, bangkit dan menghampiri Pria dihadapannya dan, PLAK! "Kamu!" "Bangsat! Lo pikir setelah Perkutut Lo Muntah di dalem, terus Lo bisa bayar Gue, gitu?" "Ya terus, Lo mau Gue nikahin? Ngarep!" "Cuih! Ngaca Brother! Lo itu gak ada apa-apanya!" "Yakin?" "Yakinlah!" "Terus semalam yang minta lagi siapa?" "Enak aja! Yang ada Lo tuh yang ketagihan Apem Gue!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Revano duduk di kursi ruang tunggu IGD dengan tangan terkepal kuat, sorot matanya tajam menahan amarah yang membara.
Wajahnya yang biasanya tenang kini tampak tegang, seolah menahan badai yang mengamuk di dalam dada.
Hatinya remuk setiap kali terbayang Sandra, istrinya, terbaring lemah dengan tubuh penuh luka dan darah yang mengalir deras dari celah kakinya. Bayangan itu terus menghantui, membuat setiap detik terasa seperti neraka.
Revano bukan pria yang mudah kehilangan kendali, tapi melihat Sandra dalam kondisi seperti itu menggerakkan sisi protektifnya yang paling dalam. Ia bertekad, siap menghadapi siapapun yang berani menculik dan menyiksa wanita yang dicintainya. Bayi mereka yang masih dalam kandungan menjadi alasan kuat baginya untuk tidak menyerah.
Dengan suara serak yang nyaris tak terdengar, Revano mengucapkan doa dalam hati, "Semoga kamu dan bayi kita baik-baik saja, Sayang." Matanya tak lepas dari pintu ruang perawatan, menunggu kabar terbaik dari dokter dengan harapan yang tak pernah padam.
Sosok lelaki lanjut usia yang biasanya tegar dan penuh wibawa, namun kali ini wajahnya menunjukkan kegelisahan yang mendalam.
Matanya menyipit, menatap kosong ke arah pintu ruang ICU, sementara tangan tuanya terus meremas tas kecil di pangkuan seolah mencari ketenangan. Setiap napasnya terasa berat, seolah beban kekhawatiran menyelimuti seluruh tubuhnya. Doa-doa lirih keluar dari bibirnya, memohon agar Sandra, cucu menantu perempuan tercintanya, dan calon cicit yang masih di kandungan, diberikan kesehatan dan keselamatan.
Dihadapan Opa Narendra, Revano duduk dengan tubuh yang membungkuk, bahunya gemetar halus menahan air mata yang tak berani ia lepaskan.
Wajahnya yang biasanya penuh semangat kini berubah menjadi rapuh, matanya merah dan sembab.
Meski berusaha menenangkan diri, raut kecewa dan takut terlihat jelas, mencerminkan betapa besar rasa sayang dan harapannya pada Sandra dan calon bayi yang belum sempat ia temui.
Opa Narendra merasakan kepedihan cucunya itu menyentuh hatinya, membuatnya semakin ingin memberikan kekuatan dan ketegaran di tengah ketidakpastian yang mencekam.
Revano mengangkat wajahnya saat tepukan pelan dibahunya, seketika Revano memeluk Opa Narendra dengan suara lirih dan kesedihan mendalam, "Opa, Sandra masih di dalam. Dan anakku," Revano tak sanggup melanjutkan kata-kata.
Suara Revano tercekat tertahan dalam tenggorokannya yang terasa tercekik. Kehilangan adalah hal yang Revano benci sekaligus Ia takuti.
Kembali teringat bagaimana Ia kehilangan kedua orang tuanya, kini saat masih awal, Revano harus menerima kenyataan pahit, bayi dalam kandungan Sandra, anak Mereka tak bisa diselamatkan.
Pendarahan hebat membuat Sandra keguguran. Terlebih luka memar bekas tendangan diperut Sandra membuat kondisi Sandra nyaris diambang hidup dan mati.
Kini rasa kehilangan itu belum sepenuhnya terlepas, Sandra masih koma. Belum sadarkan diri setelah proses kuretase yang segera dilakukan oleh Dokter setelah dengan berat mendapat persetujuan Revano.
"Opa, anakku, Mereka tega Opa, Sandra juga belum siuman pasca kuretase." Dalan pelukan Opa Narendra, tangis Revano pecah.
Opa Narendra melihat sisi rapuh Revano yang sudah lama tak Ia lihat dan tunjukkan.
"Vano, Kamu harus kuat, Sandra membutuhkanmu. Jangan bebani pikirannya saat Ia siuman. Kita hafus bisa menguatkan Sandra. Dan Opa yakin Sandra perempuan yang kuat. Sandra pasti akan bangun dan perlahan bisa menerima semuanya."
Sejujurnya Opa Narendra pun sangat sedih, dan kehilangan Calon Cicitnya menciptakan amarah besar terutama pada oknum yang membuatnya seperti ini.
"Sekarang bukan saatnya Kita lemah Vano, tugas Kamu cari segera dan temukan siapa dalang kejadian ini. Opa minta Kamu harus menemukannya. Bagaimanapun caranya."
"Vano! Tuan Narendra!" Om Seno dengan langkah tergopoh segera mendekati keduanya.
Om Seno baru dikabarkan oleh anak buahnya. Memang seharian Om Seno meeting dan mengurus beberapa hal yang berkaitan dengan teknis dan banyak berada diluar kantor.
Hingga saat menerima kabar mengenai Sandra, langsung Om Seno menuju Rumah Sakit.
"Om, Sandra masih di dalam. Dokter sedang menanganinya."
Saat menuju Rumah Sakit, Om Seno juga mendapat kabar bahwa Sandra keguguran. Tentu saja, kesedihan Om Seno bertambah. Meski Sandra bukan putrinya, tapi sejak dulu Om Seno sudah menganggap Sandra adalah anaknya sendiri. Dan kehamilan Sandra adalah kebahagiaan dan harapan Om Seno juga merasakan akan memiliki Cucu.
Tapi kini, Om Seno tahu, bukan saatnya sedih dan lemah. Ia akan membantu Revano menemukan dalang yang menyebabkan Sandra dan Calon Cucunya hingga seperti ini.
"Kita akan tunggu Dokter keluar dan menjelaskan kondisi Sandra Vano, Kita berdoa yang terbaik." Dua pria matang mendampingi Revano, rasanya masih belum cukup saat Dokter tak kunjung keluar dari ruang ICU.
Penantian panjang terhenti saat Dokter keluar dari ruang ICU, dengan tatapan penuh harap dan butuh penjelasan, Revano, Opa Narendra dan Om Seno serentak bangun menantikan apa yang akan Dokter sampaikan.
"Bagaimana kondisi Istri Saya Dok?" Sebuah kata yang sejak tadi Revano ingin katakan dan segera mendapat jawaban.
"Kondisi Nyonya Sandra saat ini masih belum siuman. Namun tanda vital dan masa kritisnya sudah lewat. Kami juga sudah melakukan tindakan kuretase, dan berhasil mengeluarkan janin yang ada dalam kandungan Nyonya Sandra. Saya turut berbela sungkawa atas kehilangan yang Tuan Revano dan keluarga alami. Untuk saat ini, Nyonya Sandra masih harus berada di dalam ruang ICU karena masih membutuhkan penanganan intensif. Dan Kami selaku Tim Dokter akan memberikan usaha seoptimal yang Kami bisa lakukan."
"Terima kasih Dok, Kami akan mengurus kepulangan jenazah Cucu Kami." Opa Narendra mewakili Revano yang diam tergugu dilanda kesedihan.
Mendengar Mereka menjelaskan bayi dalam kandungan Sandra tak selamat luruhlah seketika pertahan Revano. Meski sudah Ia tanda tangani sendiri berkas tindakan kuretase namun saat melihat langsung calon anak Mereka yang kini siap untuk dikebumikan membuat Revano tak kuasa meneteskan airmatanya.
"Vano, Opa dan Seno akan mengurus jenazah anak Kalian, Kamu disini jaga Sandra ya. Kabari Opa kalau ada kabar apapun mengenai Sandra."
"Vano, Om minta, selalu ada disisi Sandra, jangan tinggalkan atau membiarkan Sandra sendiri. Karena Om tahu betul seperti apa saat Sandra kehilangan sesuatu tang sangat berharga. Apalagi ini anak Kalian. Om tidak mau Sandra kembali seperti dulu saat kehilangan Ibu Kandungnya."
Kanan dan Kiri bahu Revano mendapat tepukan dari Opa Narendra dan Om Seno saat keduanya pamit pulang mengurus pemakaman Janin Sandra dan Revano.
"Tuhan, apakah semua ini akan ada hikmahnya? Kuatkan Aku menghadapi semuanya, jangan ambil Istriku, cukuplah anakku saja yang kelak akan menanti Kami ditempat terindah yang selalu Kau agungkan dalam seluruh kitab sucimu."
Revano memejamkan matanya. Bukan untuk tidur. Hanya ingin menyederhanakan perasaan sesaknya dalam gelap dan tanpa obyek apapun dalam pandangannya.
Sesaat Dunia Revano runtuh, tapi harus kuat demi Sandra.
happy ending... bintang lima dan bunga untuk othor ⭐️🌹😍🌹⭐️
devano. devano ada2 aja