Riski adalah pria yang problematik. banyak kegagalan yang ia alami. Ia kehilangan ingatannya di kota ini. Setiap hujan turun, pasti akan ada yang mati. Terdapat misteri dimana orang tuanya menghilang.
Ia bertemu seorang wanita yang membawanya ke sebuah petualangan misteri
Apakah Wanita itu cinta sejatinya? atau Riski akan menemukan apa yang menjadi tujuan hidupnya. Apakah ia menemukan orang tuanya?
Ia pintar dalam hal .....
Oke kita cari tahu sama-sama apakah ada yang mati saat hujan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dranyyx, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 : Amarah yang tak terpendam
Suasana kian mencekam di dalam toko itu. Keadaan makin tak terkendali. Kedua pria itu pun mendekati Rizal. "Coba kita lihat kamu bisa berkelahi atau tidak." Ucap Pria Bertato itu. Rizal di tariknya dan dipukuli oleh kedua pria itu. "Jangan ganggu temanku, akhhh" Rizal masih mencoba melindungi Riski yang masih tergeletak.
"Yasudah kalau begitu kamu saja yang akan kami habisi" Ucap pria kurus sembari menahan Rizal. L"Seketika pria bertato itu memukul perut Rizal. "Akhh..." Rizal di tendang hingga ia terkapar. Rizal masih mencoba untuk berdiri, tapi kedua pria itu mendekat. Mereka menginjak Rizal. Wajah Rizal memar. Tangannya tergores dan terluka. "Masih kuat ternyata." Ucap pria kurus itu. Rizal di bangunkan, kemudian pria kurus itu menghantam kepala Rizal hingga berdarah. Rizal pun tumbang. Ia yang tak kuat lagi, akhirnya tak sadarkan diri.
Riski menyaksikan temannya di hajar habis -habisan. "Kalian akan membayar semua ini. Camkan itu." Riski berteriak dengan keras. Melihat hal itu kedua pria itu hanya tertawa." Kamu saja tidak bisa menolong dirimu sendiri. Bagaimana mau tolong temanmu." Pria bertato menatap Riski.
Ia hanya punya satu hal, yaitu amarah. Dan malam ini, hujan ini, akan menjadi saksi.
Riski menelan ludah, berdiri perlahan. Matanya terpejam sejenak. Rasa nyeri itu tak membuat Riski gentar. Tangannya yang gemetaran, jantungnya berdetak kencang. Darahnya mengalir dengan kencang. Ia mencoba bangkit. Tapi, pria itu mendekat. Riski di tendang kepalanya dan akhirnya ia tumbang kembali. Matanya tertutup perlahan. di hadapannya hanya dua orang pria yang tertawa terbahak-bahak.
Dalam benak Riski, ia melihat kejadian saat ia berada di tempat wisata. Seolah sebuah keping ingatannya kembali. Ia pergi ke toilet. Tapi pas ia kembali ia melihat ayahnya dan ibunya dibawa paksa oleh beberapa pria yang mengenakan pakaian hitam dengan setelan pakaian unik. Tapi yang membuat ia kaget, Riski melihat wajah ayahnya itu mirip dengan wajah pria yang di lukisan yang ada di sebuah Rumah tua. Ia ingat wajah ibunya. Wajahnya terlihat seperti seorang wanita lokal sulawesi.
Bayangan itu putus sampai disitu. Ia tahu bahwa rumah itu bukan sebuah rumah biasa. Bukan hanya sekedar kebetulan hingga ia bisa sampai di situ.
Tiba-tiba ia mendengar suara Rizal, Sinta , Bela. dan Amira. Menggema seolah memanggil terus menerus.
Keinginan kuat membuatnya terbangun. Di depan matanya temannya itu masih tak sadarkan diri. Ia memegangi kepalanya yang berdarah. Aroma itu sangat familiar. Riski pun bangun. Ia kehilangan kendali atas dirinya ketika ia mencium bau itu. Di hadapannya kedua pria itu berjalan menjauh, mereka masih mencari Bela. Sedangkan Rizal masih tak sadarkan diri.
Ia pun bangkit, entah kekuatan apa yang membuat ia bisa bangkit. Rasa sakit yang ia rasakan tak menghilang. Tapi entah kenapa, rasa sakit itu seolah membuat ia semakin bernafsu untuk kembali. Ia berada di titik dimana baik dan buruk tak ada bedanya.
"Hmm... ini baru mulai..." Riski tersenyum ia bangun. Ia lalu menyisir rambutnya ke belakang menggunakan tangannya. Terdengar suara kretek-kretek saat Riski meregang badannya.
"Hmm.. Mau kemana?" Riski berteriak.. Itu membuat kedua pria itu menoleh. Seakan tak percaya dengan yang mereka lihat.
"Benar-benar ingin mati anak biadab ini." Mereka berbalik dan segera menuju ke arah Riski. "Kali ini akan kupastikan kalian berdua akan mati."
Riski tersenyum. Tiba-tiba ia menatap tajam ke arah mereka. "Setiap hujan, ada yang mati. Akan kupastikan, hujan ini akan seperti darah kalian yang akan keluar sebentar lagi." Riski memperbaiki napasnya." Hujan ini akan menjadi hujan terakhir untuk kalian."
"Kau banyak gaya sekali. Kayanya kau suka sekali dipukul ya?"
Pria bertato mulai melancarkan tendangannya kembali.
Plakk...!
Tangan Riski refleks menangkap serangan itu. Sikutnya naik—dan menyerang kaki pria itu. Ia langsung mendorong kaki pria itu. Riski merasakan sakit, ia tak pulih, tak ia memaksa tubuhnya untuk tetap bertahan.
Brakk..!! Seketika pria bertato itu roboh. Debu ruangan itu berhamburan dan mengepul. Suara saat pria itu jatuh pun menggema.
Di sisi lain, Bela yang mendengar suara gaduh itu tambah menjadi ketakutan.
"Ya Allah... Apa mi itu? Serius itu setan?" Tangan Bela makin gemetaran. Isak tangisnya pun pecah. Tapi ia mencoba untuk tidak bersuara. Wajah pucat yahh mirip-mirip ikan koi albino.
Di sisi lain (lagi).
Pria itu mencoba untuk bangkit. Tapi ia tak sempat bangun, Riski berlari dan seketika itu langsung menginjak dada pria itu.
Brak...!! Pria itu mengerang kesakitan. Napasnya tersengal-sengal.
"Hmmm bagaimana? Nikmat bukan? Itu yang kurasakan tadi."
Pria itu tak sempat membalas ucapan Riski. Ia hanya bisa mencoba untuk menarik napas. Mata Riski memerah karena amarah. Ia merasakan darahnya mendidih. Rasa sakit yang ia rasakan seakan terus memacu tubuhnya yang melampiaskan serangan ke kedua pria itu.
Ia tak bisa berpikir jernih. Seolah ada sesuatu dalam kepalanya mengatakan, "Bunuh... Bunuh... Bunuh."
Melihat kejadian itu, temannya tak tinggal diam. Pria kurus pun langsung menerjang Riski dengan cepat. Serangan uppercut pun melesat ke arah Riski.
Piuhh...!!
Riski refleks menukik. Tangannya meluncur seketika mengarah ke kepala pria itu. Tak sempat menghindar, ia pun langsung tersungkur.
Saat Riski mau lanjut untuk menendang pria kurus itu, kakinya tertahan.
"Jangan ke mana-mana...!" Di bawah Riski, pria itu memegang kakinya.
Riski menoleh ke bawah dan—dengan nada dingin dan datar Riski berkata, "Maaf, saya sedang buru-buru, Om. Tolong lepaskan kaki saya." Riski langsung mengangkat kakinya sedikit, lalu ia menghentakkan kakinya dengan keras ke dada pria itu. Dupp.
"Akhhh..." pria itu mengerang kesakitan. Ia memegang dadanya yang serasa remuk. Ia melepaskan pegangannya itu dan mulai menggeliat. Badan juga Riski merasakan sakit dan nyeri. Ia mencoba menahan rasa sakit itu. Ia tak ingin lagi melihat seseorang selain dia merasakan sakit lagi.
"Kau... mau lari ke mana, hah? Kurus...? Kau tak pantas hidup di dunia ini..." Riski menunjuk ke arah pria kurus itu.
Riski berlari dan meloncat, ia kemudian mengarahkan tendangan ke pria kurus itu. Pria kurus itu ingin menangkap kaki Riski. Tapi serangan itu terlalu kuat .Pria itu masih berdiri. Riski yang sadar akan hal itu, itu menarik kakinya dan menyerang kepala pria dengan lututnya. Pria itu tumbang. Riski pun ikut terjatuh. Riski seolah kehilangan dirinya. Suara samar terdengar " Bunuh . Bunuh . Bunuh ..." Riski yang terbaring mencoba melihat di sekelilingnya. Ia mencoba mencari sesuatu yang tajam.
Suara itu terdengar lagi di dalam pikirannya Riski.
"Bunuh...!!! "
"Bunuh .. !!!"
"Bunuh.. !!!'