Kata orang, roda itu pasti berputar. Mereka yang dulunya di atas, bisa saja jatuh kebawah. Ataupun sebaliknya.
Akan tetapi, tidak dengan hidupku. Aku merasa kehilangan saat orang-orang disekitar ku memilih berpisah.
Mereka bercerai, dengan alasan aku sendiri tidak pernah tahu.
Dan sejak perceraian itu, aku kesepian. Bukan hanya kasih-sayang, aku juga kehilangan segala-galanya.
Yuk, ikuti dan dukung kisah Alif 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Ada Tempat
Setelah bercerai dari Faisal, Nadia mulai menjalani bisnisnya. Dia memulai dengan belajar jadi mua, selain otodidak, dia juga ikut kursus, tak hanya di satu tempat, Nadia belajar di berbagai tempat.
Tak heran, jika sekarang dia menjadi salah satu mua favorit di kampung, atau pun kotanya.
Namun uang bukan segalanya, dia merasa kesepian. Tak ada tempat berpulang. Hingga akhirnya tak sengaja dia melihat Faisal, saat mengisi bahan bakar untuk mobilnya, hatinya kembali berdesir, sesuatu yang telah lama padam, kini kembali. Dan saat itulah, Nadia bertekad untuk merebut Faisal kembali. Dan satu-satunya cara ialah, mendekati ibu mertuanya yang matre.
"Aku tak berharap begitu bu, semoga Keisya selamat. Karena aku gak mau memulai hubungan dengan luka." bisik Nadia.
"Kamu memang berbeda, kamu memang menantu idaman ibu." Ninik mengelus punggung tangan Nadia.
Kembali ke Faisal dan Misna.
"Jangan menangis lagi, dia akan baik-baik saja." Faisal merangkul tubuh Misna, membawanya ke pelukan.
"Sebaiknya, kamu tebus dulu obat untuk Keisya, biar dia cepat sembuh." perintah Misna.
"I-itu ,,, aku gak mempunyai uang sedikit pun, karena saat membeli ponsel untuk keduanya, uang tabungan kita gak cukup, maka dari itu, aku ambil pinjaman dari tempat kerja. Jadi, aku menyicilnya untuk membayar. Dan aku hanya bisa memberi jatah untukmu, serta ongkos untuk aku jalan." Faisal menyahut secara hati-hati. Takut, takut jika Misna marah.
Misna hanya diam, mau menyalahkan Faisal rasanya percuma, karena semua telah terjadi.
"Nanti, biar aku pinjamkan ke ibu ya. Karena aku udah menghubungi tempat kerja. Mereka gak bisa memberiku pinjaman lagi." lirih Faisal.
"Terserah, yang penting obat untuk Keisya ada." lirih Misna, dia bangkit, seraya berjalan ke depan, pintu ruang icu.
Besoknya, dokter kembali menayakan tentang obat yang sebelumnya di sarankan pada Misna dan Faisal. Namun, kembali Faisal menggelengkan kepalanya. Karena dia tak mendapatkan pinjaman dari ibunya, seperti janjinya semalam.
"Tolong kamu usahakan, carikan pinjaman sama ibumu." ujar Faisal.
"Kan kamu tahu sendiri, uang ibu udah diserahkan untuk bang Jaka, dia harus menutupi kerugian yang disebabkan oleh Dika." lirih Misna.
Namun, sesaat Misna mengingat sesuatu, ya dia harus minta tolong sama Alif. Karena kelihatannya, Alif mempunyai banyak uang. Dan dia bisa meminta pada anaknya. Lagipula, Keisya juga adiknya.
Besoknya, setelah mendapatkan izin dari Faisal untuk mencari pinjaman, Misna datang ke sekolah Alif. Dia menunggu di pos satpam, menunggu kepulangan anak pertamanya.
Satu jam menunggu, akhirnya Alif pulang sendiri, berjalan kaki. Namun, dia langsung menunduk, kala menyadari ibunya ada disana.
"Lif, Alif ... Ibu mau bicara." Misna mencegatnya.
Alif diam, menunggu Misna melanjutkan ucapannya.
"Keisya, adikmu! Dia mengalami kecelakaan, dan membutuhkan uang untuk membeli salah satu obat, yang gak di tanggung oleh bpjs. Jadi, maksud kedatangan ibu kesini, ibu ingin minta sedikit uang padamu." ucap Misna mendongak menatap Alif, yang tinggi tubuh Alif, melebihi tinggi tubuhnya.
"Cih ..." Alif berdecih, kemudian membalikkan tubuhnya.
"Tolong Lif, tolong ibu ..." Misna memohon, seraya berdiri dengan kedua lututnya.
Melihat itu, Alif semakin muak. Dia muak, pasalnya demi Keisya, Misna tau apa fungsi dan bagaimana seorang ibu berjuang untuk anaknya.
"Ibu mohon ... Tolong ibu nak ..."
"Nak? Baru sekarang?" monolog Alif.
"Pulang lah, gak ada kewajiban aku menolongmu." usir Alif, melenggang pergi menaiki tangga.
Misna berdiri, menatap nyalang ke tubuh Alif yang semakin menghilang. Dia mengepal tangannya, karena harapan satu-satunya, malah tak bisa diharapkan.
Di ruangan, yang disulap menjadi kamar, Alif mengambil uang tabungannya. Dia menghitung uang itu, dan mengambil sejumlah dua juta.
Alif berencana akan memberikannya, tapi bukan ke tangan Misna, melainkan ke tangan ayah tirinya, sebagai bentuk balas budi, karena selama ini telah baik terhadapnya.
"Tak apa kan? Aku sedikit jahat." gumam Alif.
Lima hari berada di ruang icu, Keisya menghembuskan napas terakhirnya. Misna meraung saat tahu sang buah hati telah pergi ke pangkuan Illahi, padahal sebelumnya, Keisya sempat menunjukkan perubahan, mereka sempat berbicara barang sebentar.
"Ini semua gara-gara kamu, kamu yang menyebabkan Keisya pergi." Misna memukul-mukul dada Faisal. "Kamu, yang gak telat membelinya obat bang ..." jerit Misna lagi.
Ninik langsung menangkap tangan Misna, dan menghentaknya. "Jangan salahkan Faisal. Itu semua salah kamu, kamu seorang wanita yang tak pantas jadi ibu. Makanya Tuhan kembali mengambil Keisya darimu, karena dia tahu, kamu gak pantas." ujar Ninik menunjuk wajah Misna.
"Bu ..." Faisal langsung menegur ibunya. Dia bahkan menggelengkan kepalanya, menyuruh ibunya untuk berhenti.
"Memang benarkan? Seharusnya saat jadi istri dia bisa mengelola uang yang kamu beri. Bukan malah menghambur-hamburkannya." cerocos Ninik.
"Tanyakan pada anakmu, jangan hanya menyalahkan aku. Tanyakan pada dia, berapa banyak uang simpanan yang dia ambil, untuk membeli ponsel baru anak-anaknya." sahut Misna.
"Iya bu, ini salah ku ..." bela Faisal lagi.
Akhirnya Ninik hanya bisa diam, karena dia kalah. Kalah, sebab Faisal mengaku kesalahannya.
Setelah pulang dari pemakaman Keisya, Misna terpaku di sudut kamarnya. Penyesalan karena tidak menjemput Keisya mulai tumbuh di hatinya.
Dan pada saat yang sama Alif datang, dia datang karena permintaan Faisal.
Iya, pada hari dimana Alif mengantar uang pada Faisal, Faisal meminta nomornya.
"Kamu, mau apa kamu kemari?" berang Misna melihat Alif diambang pintu, yang di gandeng oleh Faisal. "Kenapa kamu membawanya kesini?"
"Cukup ,,, cukup kamu meneriakinya, dia anakmu Misna, dan sekarang dia satu-satunya anak kandungmu!" tekan Faisal, dia bahkan tak peduli pada beberapa orang tetangga, ysng masih ada disana.
"Sudah aku katakan padamu, dia bahkan tak peduli pada Keisya. Jadi, jangan katakan jika ia anakku," sentak Misna.
"Dan berulang kali juga aku katakan padamu, aku bisa membeli obat karena uang dari Alif, dia yang mengantarkannya langsung padaku." balas Faisal.
"Ayah, aku pamit. Karena kehadiranku, tak pernah di terima di sini, apalagi di hatinya, aku gak pernah ada tempat di sana." lirih Alif, melepaskan gandengan tangan Faisal.
Faisal menatap kepergian Alif dengan nanar. Dia menyesal, sebab telah keukeh menyuruh Alif untuk ke rumah, karena dia mengira, jika Misna pasti akan menerima Alif, apalagi setelah meninggalnya Keisya.