“Yang hidup akan ditumbuk menjadi pil, yang mati akan dipaksa bangkit oleh alkimia. Bila dunia ingin langit bersih kembali, maka kitab itu harus dikubur lebih dalam dari jiwa manusia…”
Di dunia tempat para kultivator mencari kekuatan abadi, seorang budak menemukan warisan terlarang — Kitab Alkimia Surgawi.
Dengan tubuh yang lemah tanpa aliran Qi dan jiwa yang hancur, ia menapaki jalan darah dan api untuk menantang surga.
Dari budak hina menuju tahta seorang Dewa Alkemis sekaligus Maharaja abadi, kisahnya bukanlah tentang keadilan… melainkan tentang harga dari kekuatan sejati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nugraha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 : Ketika Racun Menjadi Senjata
Tiga minggu telah berlalu.
Selama itu, Li Yao terus menyelinap ke lorong bawah tanah tempat rahasia yang kini telah menjadi ruangan alkimianya. Di sana ia membuat ramuan demi ramuan, menguji kegunaan dan efeknya pada tubuh. Setiap malam dihabiskan dengan uap panas, aroma logam, dan bisikan-bisikan dalam pikirannya.
Tubuhnya perlahan menguat. Luka-luka kecil sembuh dalam waktu singkat. Bahkan pergerakan energinya terasa lebih lancar, seolah-olah ada jalur baru dalam tubuhnya yang mulai terbuka.
Namun ia tahu semua ini tidak akan berarti apa-apa jika ia tetap tinggal di sini.
Malam itu ketika kembali dari lorong bawah tanah ia tidak langsung kembali ke tendanya. Ia malah pergi ke tenda Lan Ci.
Ia menemukannya sedang duduk di dekat tungku dapur sendirian, memeluk lutut dan wajahnya tampak lelah, namun tetap tenang seperti biasanya.
Li Yao melangkah pelan mendekatinya.
“Lan Ci,” panggilnya pelan.
Gadis itu langsung menoleh ke arahnya “Kau telat lagi pulang dari tambang Li Yao. Sudah hampir beberapa minggu ini, kau pulang dari tambang selalu larut malam.”
Li Yao langsung duduk di sampingnya, menarik napas panjang.
“Aku datang kesini ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu Lan Ci."
Lan Ci langsung menatap serius ke arah Li Yao.
"Ada yang ingin dibicarakan, aku melihat tatapanmu seperti ada sesuatu yang serius." tanya Lan Ci.
"Iya, aku berencana untuk keluar dari sini."
Lan Ci langsung terkejut mendengar kata kata Li Yao, bahkan wajahnya langsung berubah serius
“Keluar dari sini?”
“Apa kamu gila Li Yao? Ini tambang sekte langit beracun, siapapun yang udah masuk kesini tidak ada kesempatan untuk keluar, mungkin kamu juga tau itu."
“Aku tahu Lan Ci” jawab Li Yao tenang.
“Tapi aku juga tahu… kalau aku tetap di sini, hidupku akan berakhir sebagai budak selamanya.”
Lan Ci menggigit bibirnya lalu ia menunduk dengan gemetar.
“Li Yao… tempat ini dijaga siang dan malam. Bahkan dinding tambang ini pun bisa bicara jika kamu mencoba kabur. Bahkan para pengawas ataupun penjaga tambang tidak akan membiarkan satu budak pun keluar dari sini hidup hidup."
Lan Ci kemudian menarik napasnya panjang.
"Kamu akan dibunuh jika tertangkap."
Li Yao memalingkan wajahnya sebentar.
“Aku lebih baik mati dalam pelarian, daripada mati perlahan di sini tanpa arti.”
Lan Ci tidak menjawab. Tapi matanya mulai basah.
“Kalau begitu, setidaknya beri tahu aku rencanamu,” bisiknya akhirnya.
Melihat Lan Ci yang tampak sedih dan penuh keraguan, Li Yao merasakan sesuatu di dalam dadanya.
Ia kemudian menatapnya dengan sungguh-sungguh lalu berkata pelan namun tegas.
"Aku datang ke sini bukan hanya aku saja yang akan keluar, tapi untuk mengajakmu juga keluar dari tempat ini bersamaku."
Lan Ci terkejut, kemudian menatap Li Yao seolah tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
“Kamu… mengajakku melarikan diri?” bisiknya nyaris tak terdengar.
Di tambang ini, gagasan tentang kabur adalah mimpi bodoh. Bahkan satu orang saja hampir mustahil bisa lolos, apalagi dua orang. Setiap celah dijaga, setiap pergerakan diawasi. Mereka yang mencoba melarikan diri tidak pernah kembali.
Namun saat matanya kembali menatap Li Yao, ia melihat sesuatu yang membuatnya ragu untuk berkata tidak. Keyakinan yang begitu kuat, seolah-olah Li Yao telah melihat masa depannya sendiri.
Melihat keraguan di wajah Lan Ci, Li Yao segera menambahkan dengan nada tenang.
“Aku sudah menemukan jalur keluar. Jalur yang tidak diketahui siapa pun, bahkan para pengawas sekalipun.”
“Kita bisa pergi malam ini dan meninggalkan tempat yang kejam dan terkutuk ini untuk selamanya.”
Ucapan itu mengguncang hati Lan Ci. Ia menunduk sesaat dan matanya mulai berkaca-kaca. Suara Li Yao bukan hanya penuh keyakinan tapi juga ketulusan.
Akhirnya ia mengangguk pelan.
“Baiklah… jika itu benar aku akan ikut.”
Li Yao tersenyum lega mendengarnya.
“Baiklah bersiap siaplah. Kita akan berangkat malam ini. Aku akan menunggumu di belakang perkemahan.”
Setelah itu, Li Yao segera keluar dari tenda Lan Ci dan bergegas kembali ke tendanya sendiri. Di sana ia bersiap siap mengemasi semua barang barangnya.
Beberapa jam kemudian, saat malam benar-benar sunyi dan penjaga mulai lengah, Li Yao menyelinap ke belakang perkemahan. Di bawah bayangan tebing ia berdiri menunggu dengan jantung berdebar.
Tak lama kemudian, Lan Ci muncul dari kegelapan, mengenakan pakaian gelap dan membawa bungkusan kecil di punggungnya.
“Ayo,” bisik Li Yao sambil memberi isyarat.
Mereka pun menyusuri jalur bebatuan yang licin, menuju arah lorong bawah tanah yang hanya diketahui Li Yao.
Li Yao menemukan jalur rahasia ini beberapa hari yang lalu, di tengah rutinitasnya di lorong rahasia, saat ia membersihkan dinding belakang altar, tangan Li Yao tanpa sengaja menekan bagian batu yang menonjol.
Suara klik terdengar samar samar dan diikuti oleh hembusan angin dingin yang berasal dari celah kecil yang terbuka di sisi kanan lorong.
Dengan penasaran ia mencoba masuk ke celah sempit itu. Disana terdapat Jalan setapak batu menurun tajam, jauh lebih lembap dan dingin dari lorong sebelumnya. Dinding-dindingnya berlumut dan beraroma seperti ruangan yang belum pernah disentuh manusia selama ratusan tahun bahkan ribuan tahun.
Setelah menyusuri lorong selama hampir setengah jam, ia menemukan sebuah gua tersembunyi yang mengarah ke celah retakan besar di permukaan tebing luar tambang. Dari sana ia bisa melihat samar samar cahaya malam dari dunia luar.
Celah itu sempit dan tersembunyi di balik reruntuhan batu, sangat mustahil terdeteksi dari luar atau dari dalam tambang. Bahkan Sekte Langit Beracun sendiri mungkin sudah melupakan keberadaan jalur ini, jika memang mereka pernah mengetahuinya.
Saat itu, Li Yao berdiri lama di mulut lorong, menatap bintang-bintang yang tampak kecil di kejauhan. Saat itulah keyakinannya tumbuh dan jalan keluar itu nyata.
***
Perjalanan mereka menuju lorong bawah tanah itu tinggal sekitar satu kilometer lagi. Pada saat Lan Ci akan melangkah lagi ia tiba-tiba memperlambat langkahnya.
“Li Yao, apakah kamu merasakannya?”
Li Yao menoleh cepat ke arah Lan Ci dan alisnya mengernyit.
Udara di sekitar mereka mendadak lebih dingin. Tapi bukan dingin biasa melainkan dingin yang membawa tekanan. Seolah olah ada sesuatu yang mengintai mereka dari balik pepohonan.
“Langkah kaki, sebuah gerakan” gumam Li Yao. “Aku sudah merasakan mereka di jalan berbatu tadi.”
Lan Ci menahan napas dan wajahnya mulai memucat. “Berarti kita ketahuan…”
Belum sempat Li Yao memberi isyarat untuk berlari, dua sosok muncul dari balik kegelapan. Mereka mengenakan jubah gelap khas penjaga tambang, namun aura mereka jauh lebih kuat.
“Hahaha, apa kalian mencoba untuk kabur dari tambang ini." kata salah satu penjaga yang memiliki tubuh tinggi besar dengan suara kasar dan penuh ejekan.
Penjaga lainnya yang lebih pendek, namun matanya tajam seperti ular tersenyum dingin.
“Kami sudah mengetahui kamu beberapa waktu yang lalu sering menghilang dari perkemahan, Seharusnya budak sepertimu harus tahu diri.”
Lan Ci gemetar hebat karena ketakutan, tangannya mencengkeram lengan Li Yao erat-erat.
“Mereka, para penjaga tambang.…” bisiknya ketakutan.
Li Yao tidak berkata apa-apa tetapi wajahnya tetap tenang, meski dia tidak memiliki akar spiritual dan tidak bisa mengolah Qi seperti para penjaga sekaligus murid Sekte Langit Beracun, dia masih memilki kartu trup untuk bisa melawan mereka
Bukan namanya Li Yao kalo dia tidak mempersiapkan segalanya dalam rencananya untuk melarikan diri ini. Selama tiga minggu terakhir, bukan hanya ramuan penyembuh yang ia ciptakan. Tapi juga racun-racun eksperimental yang luar biasa berbahaya. Racun yang diolah dengan kombinasi bahan bahan dari lorong bawah tanah dan pengetahuan dari catatan Kakek Qiao.
Dengan ketegangan yang luar biasa ia menyentuh pinggangnya perlahan, membuka kantong kulit kecil yang digantung di sabuknya.
“Lan Ci, cari tempat yang aman terlebih dahulu."
Para penjaga mulai tertawa.
“Dengan tubuhmu yang bahkan tak punya akar spiritual, Kau pikir bisa melawan kami tikus tambang."
Li Yao tetap diam. Ia mengeluarkan dua botol kecil, satu berisi cairan ungu gelap, yang lain berisi bubuk hijau kebiruan. Tangannya lincah saat mencampur keduanya di atas plat logam. Cairan itu mulai berasap dan perlahan berubah menjadi kabut pekat yang menyebar ke sekeliling.
Salah satu penjaga menyipitkan matanya. “Apa itu? Racun?”
Kedua penjaga ini kemudian teringat semua masalah yang terjadi di tambang beberapa waktu yang lalu, kematian Mo Huo dan kematian Bao Chun.
"Ternyata semua masalah yang terjadi di tambang itu disebabkan oleh mu, tikus tambang, aku tidak akan membiarkanmu lolos hari ini."
Penjaga tinggi melangkah maju, dia tidak takut dengan racun yang di keluarkan Li Yao, karena mungkin racun yang diciptakan budak ini tidak akan terlalu kuat. Pada saat penjaga ini menghirup udara racun yang diciptakan Li yao, tiba-tiba tubuhnya terhuyung dan matanya membelalak. Urat-urat di lehernya menghitam.
“Racun apa ini...” gumamnya sebelum lututnya jatuh menghantam tanah.
Li Yao bergerak cepat. Dengan satu gerakan tajam, ia melemparkan jarum beracun ke arah penjaga yang satu lagi. Tapi penjaga itu lebih cepat, ia membentuk perisai Qi tipis dan menahan serangan itu.
“Serangan seperti itu tidak akan berhasil padaku, tikus tambang!”
Namun ia lupa… kabut racun masih menyelimuti udara. Dalam hitungan detik napasnya juga mulai berat. Ia mengayunkan tangannya mencoba menyerang tapi arah gerakannya mulai kacau.
Li Yao menarik napas dalam. Ia mengeluarkan botol terakhir berisi cairan merah tua ramuan pembakar darah, yang hanya bisa digunakan sekali dan mematikan dalam jarak dekat.
Ia melemparkannya ke tanah di antara mereka.
BOOM!
Ledakan kecil menyebarkan api merah menyala yang mengejutkan dan membakar kulit para penjaga. Mereka berteriak namun terlambat. Racun telah menyerang dari dalam dan tubuh mereka melemah dengan cepat.
Dalam beberapa detik keduanya tergeletak, satu tak sadarkan diri, satu lainnya tubuhnya mulai kejang akibat serangan racun yang menggerogoti organ dalam.
Li Yao berdiri tegak. Tubuhnya gemetar karena kelelahan dari efek asap. Tapi matanya masih menyala. Ia kemudian menoleh ke arah Lan Ci.
“Kita harus cepat. Racun itu tak akan membunuh mereka sepenuhnya. Tapi cukup untuk memberi kita waktu.”
Lan Ci masih terdiam menatap Li Yao dengan mata tak percaya. Yang berdiri di depannya bukan lagi hanya budak tambang. Tapi seseorang yang mampu melawan kekuatan kultivator, dengan racun, kecerdasan, dan kehendak untuk hidup.