Joi, siswa SMA kelas 2 yang cuek dan pendiam, memiliki kemampuan indigo sejak kecil. Kemampuannya melihat hantu membuatnya terbiasa dengan dunia gaib, hingga ia bersikap acuh tak acuh terhadap makhluk halus. Namun, pertemuan tak terduga dengan Anya, hantu cantik yang dikejar hantu lain, mengubah kehidupannya. Anya yang ceria dan usil, terus mengikuti Arka meskipun diusir. Pertikaian dan pertengkaran mereka yang sering terjadi, perlahan-lahan mencairkan sikap cuek Joi dan menciptakan ikatan persahabatan yang tak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joi momo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kanvas yang luas
Hari yang menentukan telah tiba. Joi berdiri di depan kanvasnya, siap untuk memulai adu lukis. Tema yang diberikan adalah "Hari yang Panjang di Sekolah," sesuatu yang sangat familiar bagi Joi. Ia melihat sekeliling, observasi singkat sebelum memulai karyanya.
Pria paruh baya itu juga sudah siap dengan kanvas dan catnya. Suasana tegang terasa di udara. Semua orang menyaksikan, penasaran dengan hasil karya mereka berdua.
Joi memulai lukisannya. Ia tidak terburu-buru. Ia melukis dengan santai, tapi penuh penghayatan. Ia melukis pemandangan sekolah dari atas, dari sudut pandang yang unik. Ia sering menghabiskan waktu di balkon lantai empat sekolah, menggunakan kemampuan teleportasinya untuk mencapai tempat-tempat yang sulit dijangkau. Dari atas sana, ia bisa melihat seluruh pemandangan sekolah dengan jelas, menikmati ketenangan dan keindahannya.
Kuas Joi bergerak lincah di atas kanvas. Warna-warna cerah dan dramatis tercipta, menciptakan gambaran sekolah yang indah dan hidup. Gedung-gedung sekolah, lapangan, pohon-pohon rindang, dan bahkan para siswa yang berlalu lalang, semuanya tergambar dengan detail yang menakjubkan. Ia melukis bukan hanya gambaran fisik sekolah, tapi juga suasana dan emosinya. Suasana yang penuh dengan aktivitas, tetapi juga ketenangan.
Setelah beberapa jam, Joi menyelesaikan lukisannya. Semua orang tertegun. Lukisan itu begitu indah, begitu memukau. Detailnya begitu sempurna, warna-warnanya begitu harmonis, dan emosinya begitu kuat. Lukisan itu menggambarkan "Hari yang Panjang di Sekolah" dengan cara yang unik dan berkesan.
Pria paruh baya itu menatap lukisan Joi dengan tatapan kagum. Ia tersenyum, lalu mendekati Joi. "Lukisanmu luar biasa," katanya, suaranya terdengar penuh kekaguman. "Aku tidak menyangka kau memiliki bakat seluar biasa ini."
Ia kemudian mengungkapkan identitas aslinya. Ia bukan seorang yang menuduh Joi menjiplak, melainkan seorang pencari bakat alami. Ia sengaja berpura-pura untuk menguji Joi, untuk melihat sejauh mana bakat dan kemampuannya. Ia sangat terkesan dengan karya Joi, dan ingin membelinya. Ia ingin membantu Joi mengembangkan bakatnya lebih jauh.
Joi merasa lega dan juga terkejut. Ia tidak menyangka bahwa semua ini hanyalah sebuah ujian. Ia merasa senang karena bakatnya diakui, dan ia juga merasa bersyukur karena telah melewati ujian ini dengan sukses. Ia menerima tawaran pria itu, dan kisah mereka berdua pun berlanjut ke babak baru. Babak di mana bakat Joi akan dibina dan dikembangkan lebih lanjut. Babak baru yang penuh dengan harapan dan mimpi.
**
Tepuk tangan dan sorak-sorai menggema di ruangan. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Joi merasakan penghargaan sebesar ini. Pujian demi pujian mengalir, membuahkan hatinya berbunga-bunga. Ia merasa sangat dihargai, karyanya diakui, dan bakatnya dihargai. Rasa lega dan bahagia memenuhi jiwanya. Ia tersenyum, menikmati momen berharga ini.
Tiba-tiba, Dimas, sahabat Joi, datang menghampiri. Ia membawa sebuah lukisan yang tersimpan rapi dalam sebuah pigura. Bukan lukisan "Hari yang Panjang di Sekolah", melainkan lukisan lain yang selama ini tersimpan di laci besar kamarnya; lukisan Anya. Lukisan yang dibuat Joi tengah malam di tepi sungai, saat ia melihat Anya bermain air di bawah cahaya bulan. Lukisan yang begitu magis dan penuh emosi, lukisan yang menggambarkan Anya tanpa bayangan.
Para pencari bakat, yang sebelumnya terpesona oleh lukisan "Hari yang Panjang di Sekolah," kini menatap lukisan Anya dengan tatapan yang jauh lebih dalam. Mereka terkesima oleh keindahan dan kedalaman emosi yang terpancar dari lukisan tersebut. Keindahan Anya yang ethereal, tertangkap dengan begitu sempurna dalam goresan kuas Joi. Tawaran demi tawaran menghampiri Joi. Harga yang ditawarkan semakin tinggi, menggiurkan, dan menggiurkan.
Namun, di tengah euforia dan tawaran menggiurkan itu, pikiran Joi berkecamuk. Ia merasa ragu. Ia bingung. Ia tidak ingin menjual lukisan itu. Lukisan itu bukan sekadar karya seni, melainkan bagian dari dirinya, kenangan, dan emosinya. Lebih dari itu, lukisan itu adalah representasi dari hubungan uniknya dengan Anya, sebuah ikatan yang tak terjelaskan. Ia merasa lukisan itu memiliki nilai yang jauh lebih berharga daripada sekadar uang.
Tawaran harga terus dinaikkan, tetapi keraguan Joi semakin besar. Ia semakin bingung. Ia merasa tertekan. Namun, dengan penuh keyakinan, ia akhirnya menolak semua tawaran itu. Ia memilih untuk mempertahankan lukisannya, untuk menjaga kenangan dan emosinya, dan untuk menghargai ikatan uniknya dengan Anya. Keputusan yang sulit, tetapi penuh dengan keyakinan. Keputusan yang menunjukkan bahwa baginya, nilai seni dan kenangan, terutama kenangan tentang Anya, jauh lebih berharga daripada uang. Keputusan yang menunjukkan bahwa ia telah tumbuh dan matang. Keputusan yang menunjukkan bahwa ia telah menemukan jati dirinya sebagai seorang seniman yang menghargai nilai-nilai di luar materi.