Annette seorang bangsawan miskin yang tinggal jauh dari kekaisaran. Hidupnya terbilang sederhana akan tetapi penuh kebahagiaan. Hingga suatu hari masalah muncul di hidupnya.
Utusan kekaisaran tiba-tiba datang kerumahnya dan mengatakan jika dirinya telah menikah dengan kaisar dengan cara yang tidak diduga.
"Aku tidak mau! Aku mau cerai!"
Bagaimanakah kelanjutannya? Apakah Annette bisa bercerai atau tidak? Ayo pantengin terus ceritanya di "KAISAR AYO BERCERAI!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aif04, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kau ratunya
Suasana hening melanda, Annete benar-benar tidak ingin berbicara lagi pada Aldrich. Menurutnya jika semakin lama berbicara dengan pria itu hanya akan membuat dirinya semakin emosi.
"Berdiri, ayo kembali ke kekaisaran," ajak Aldrich.
"Hmm."
"Huh, ada apa lagi denganmu?" tanya Aldrich. Kenapa wanita begitu sulit untuk di pahami.
"Tidak ada, lagipula apapun yang saya katakan tidak ada gunanya. Anda rajanya disini, jadi hanya perkataan Anda lah yang perlu di dengar," sindir Annete.
"Ya, aku memang rajanya tapi jangan lupa bahwa kau adalah ratunya."
Perkataan Aldrich membuat Annete menatap bingung padanya.
"Sudahlah, cepat jalan jika kau ingin pergi dari tempat ini."
"Iya, iya.."
Mereka berjalan beriringan meninggalkan penginapan yang sangat aneh menurut Annete.
"Kemana penjaga penginapan yang tadi memberikanku kunci?" gumamnya yang masih bisa di dengar jelas oleh Aldrich.
"Perbesar langkah kakimu, jika kau tidak ingin terkubur di tempat ini."
"Ha?"
"BRAK."
Benar saja beberapa detik setelah mengatakan hal itu mendadak rumah tersebut bergetar dengan sangat kuat.
"Gempa!" pekik Annete mencoba menyeimbangkan badannya.
"EH, AKH.." dirinya terjatuh begitu saja kedepan karena Annete salah menginjak anak tangga.
'Ini pasti sakit,' batin Annete saat melihat lantai yang cukup jauh darinya.
Namun siapa sangka Aldrich dengan cepat menahan tubuhnya hingga Annete dan pria tersebut berpelukan.
"Apa begitu nyaman memelukku?" tanya Aldrich dengan tangannya yang masih berada di pinggang Annete.
"A-anda yang masih memeluk saya...ja-jadi..."
"Tapi kau juga yang masih bersandar padaku."
"AKH!" pekik Annete dengan menjauhkan tubuhnya.
"Ma-maafkan saya, ayo kita pergi."
Annete segera berjalan pergi tanpa menghiraukan Aldrich yang ia tinggal di belakang.
'Akh, kenapa kau begitu ceroboh Annete?' rutuknya pada diri sendiri.
Sedangkan dibelakang Aldrich menatap punggung Annete yang semakin menjauh.
"Dia benar-benar lucu seperti biasanya," gumam Aldrich.
Hingga beberapa saat, kini mereka berhasil keluar dari penginapan tersebut, tepat saat penginapan itu hancur dan menjadi rata dengan tanah.
"BRAK!"
"Huh, hampir saja kita terkubur hidup-hidup."
"Hmm begitulah, andai saja kau tidak kabur dari istana maka kita tidak perlu menghadapi hal yang merepotkan seperti ini."
"Kabur? Siapa? Saya?" tanya Annete dengan menunjuk dirinya sendiri.
"Siapa lagi jika bukan kau."
Aldrich melirik Annete sejenak lalu kembali menatap ke arah bangunan hancur yang ada di depannya.
"Saya tidak kabur, bahkan saya berani bersumpah untuk itu."
"Tidak kabur? Tapi kau berada di tempat ini."
"Saya memang tidak kabur, bahkan saya menuliskan surat untuk Anda hmmph..."
Annete benar-benar tidak menyangka jika dia dikatakan kabur sedangan dirinya telah memberikan surat. Di dunia ini, tidak ada orang kabur yang akan menulis surat dimana dirinya akan pergi.
"Surat? Aku tidak menemukannya," elak Aldrich.
"Yang mulia terhormat, jika Anda tidak menemukannya bukan berarti bahwa benda itu tidak ada," jelas Annete.
Aldrich terdiam tanpa mengatakan satu katapun lagi.
"Hasyim!" hidung Annete benar-benar gatal saat udara dingin menerpa tubuhnya. Rasanya benar-benar dingin, mungkin saja efek dari hujan yang baru saja turun.
"Apa aku harus melepas kemejaku untukmu?" tanya Aldrich karena saat ini ia hanya menggunakan kemeja berwarna hitam dan celana senada.
'Dasar gila dan mesum,' batin Annete yang dengan cepat menggelengkan kepalanya.
"Kenapa tidak mau? Kau terlihat begitu Kedinginan."
"Apa Anda berniat untuk bertelanjang dada yang mulia, dengan memberikan kemeja Anda pada saya?" sinis Annete.
"Memang kenapa?" santainya.
"Anda..."
"Apa? Kau juga sudah pernah melihat seluruhnya bahkan merasakannya, jadi hanya melihat bagian atas bukanlah hal yang perlu di permasalahkan," entengnya yang membuat wajah Annete memerah. Bayangan malam itu tiba-tiba saja memasuki kepalanya.
"Bukankah kau juga menyukainya, bahkan malam itu kau menciumiku dimana-ma..."
"Diam yang mulia!" pinta Annete dengan menutup mulut Aldrich dengan kedua tangannya.
Tapi pria tersebut tampak sangat senang dengan apa yang ia katakan.
"Ya-yang mulia...jangan katakan hal itu lagi, jika ada yang mendengar maka...Akh!"
Annete dengan cepat menarik tangannya saat Aldrich yang justru mencium telapak tangannya.
"Maka apa? Kita adalah suami istri yang sah jadi apa masalahnya."
"Dasar mesum!" pekik Annete yang berlaku dengan cepat meninggalkan Aldrich.
"Ada apa lagi dengan dia," gumam Aldrich yang mengikuti Annete dari belakang.
"Disana adalah hutan, apa kau berniat untuk masuk hutan dan di makan serigala?"
'Serigala?' batin Annete. Dengan cepat wanita itu memutar badannya dan berjalan ke arah yang berlawanan.
"Disana adalah sungai dan mungkin saja sedang meluap karena hujan dan banjir. Apa kau ingin mati karena terbawa banjir?"
'Banjir?'
Lagi-lagi Annete mengehentikan langkahnya dan berjalan ke arah lain.
"Disana.."
Annete mengehentikan langkah kakinya lalu menatap tajam Aldrich.
"Apa lagi kali ini, apa ada beruang atau mungkin sunami di sana?" kesalnya.
"Tidak, aku hanya mau bilang bahwa itu adalah jalan yang benar," jelas Aldrich. Tampaknya Aldrich benar-benar menemukan hobi barunya yakni menggoda Annete.
"AKH!" pekik Annete dengan menghentakkan kakinya lalu pergi.
Mereka berjalan sepanjang jalan dengan Annete yang terus saja mengeluh.
"Apa masih jauh?" tanyanya pada Aldrich.
"Sepertinya begitu, kita masih berada di desa bulan sekarang," jelas Aldrich.
"Hmmph, istirahat sebentar kaki saya sakit, sedari tadi saya merasa bahwa kita hanya terus berputar," keluhnya.
"Bagaimana jika kita menumpang di rumah warga saja. Setelah itu kita akan kembali keesokan harinya," saran Annete.
"Ayo menumpang di rumah itu?" tanya Annete dengan menunjuk sebuah rumah yang cukup sederhana.
Aldrich tidak mengatakan apapun namun ia tetap berjalan mengikuti Annete.
"Tunggu apa lagi cepat ketuk pintunya!" pinta Aldrich.
'Apa dia tidak bisa sabar?'
"Tok, tok, tok, permisi..." panggil Annete dengan lembut.
"Permisi apa ada orang di dalam? Kami bukan orang jahat kok," jelas Annete.
Namun, lama menunggu tapi pintu tidak juga terbuka.
"Ini menyebalkan, biar aku saja."
Aldrich bejalan mendekati pintu lalu terdiam sejenak.
"Hei, buka pintunya jika tidak ingin terpanggang di dalam rumah," ancam Aldrich yang membuat Annete membulatkan matanya.
"Kita sedang meminta pertolongan yang mulia bukan merampok," tegur Annete.
"Siapa suruh membuatku menunggu lama."
Pria tersebut tampak begitu santai dengan wajah datarnya, sedangkan Annete tampaknya harus memiliki banyak kesabaran menghadapi Aldrich.
Di tengah perdebatan mereka, ternyata pintu tersebut terbuka. menampilkan sosok wanita berumur 40 tahunan yang menatap takut pada mereka berdua.
"BUGH!"
"Saya mohon ampuni saya tuan!" mohonnya dengan berlutut di depan Annete dan Aldrich.
'Ha? Apa yang terjadi?'
cari bahagia sendiri daripada sakit hati
di tunggu double up ny😍😍
semangat thor