NovelToon NovelToon
BALAS DENDAM MENANTU TERHINA

BALAS DENDAM MENANTU TERHINA

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Balas Dendam / Selingkuh / Romansa / Ibu Mertua Kejam / Office Romance
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: alfphyrizhmi

"Hans, cukup! kamu udah kelewat batas dan keterlaluan menuduh mas Arka seperti itu! Dia suamiku, dan dia mencintaiku, Hans. Mana mungkin memberikan racun untuk istri tersayangnya?" sanggah Nadine.

"Terserah kamu, Nad. Tapi kamu sekarang sedang berada di rumah sakit! Apapun barang atau kiriman yang akan kamu terima, harus dicek terlebih dahulu." ucap dokter Hans, masih mencegah Nadine agar tidak memakan kue tersebut.

"Tidak perlu, Hans. Justru dengan begini, aku lebih yakin apakah mas Arka benar-benar mencintaiku, atau sudah mengkhianatiku." ucap Nadine pelan sambil memandangi kue itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alfphyrizhmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 09 - Cinta Tulus sang Dokter

"Aneh gimana emangnya, Bu Minah?" tanya Nadine penasaran. Ia tetap terlihat asyik mengunyah kue cokelat lezat pemberian sang suami.

"Sebelum saya potong, tekstur kuenya sudah seperti hancur terlebih dahulu, nyonya. Saat itu, saya ingin memberitahukan nyonya. Takut dan khawatir kalau kita mendapat kue yang sudah rusak dan tidak layak makan. Tapi, karena nyonya sudah terlalu ditelan rasa kasmaran, dan mengunyah kue itu dengan nikmat, jadi saya diam saja." ucap Bu Minah.

"Eh... benar juga ya, Bu Minah?!" Nadine baru ingat sesuatu.

" Aku sempat tidak sadar, potongannya jadi banyak dan berantakan. Tapi nggak apa-apa, kok. Mungkin tekstur nya hancur karena terguncang beberapa kali saat pengiriman." balas Nadine, memilih berpikiran positif.

Hans yang terlihat semakin was-was, tidak berani memberi komentar. Rasa paniknya tertolong oleh ucapan Nadine. Di saat apapun dan kapanpun, jika seorang sedang jatuh cinta, semuanya nampak indah dan memiliki aura positif.

Hans akhirnya memilih untuk melangkah mundur, seperti ditolak dua kali oleh kenyataan yang sama.

"Aku... hanya ingin memastikan kamu aman, Nad. Kamu tahu itu!" katanya pelan.

"Aku tahu, kok. Kamu juga selalu begitu. Tapi, terima kasih, Hans. Terima kasih, dok," jawab Nadine lembut, meski nadanya tetap dingin.

"Tapi maaf, Hans. Jika tidak ada keperluan lagi, sekarang, kuminta kamu harus segera keluar. Aku ingin menikmati rasa dan tekstur kue enak ini dengan setenang dan senikmat mungkin."

"Nad...." Hans masih mencoba.

"Keluar, Hans! Please...!" potong Nadine tegas. "Ini kamar rawatku, dan aku butuh ketenangan lebih. Toh, kamu sudah menjadi dokter di sini. Pasienmu bukan cuma aku saja, kan?" Nadine kembali dalam format kelembutan seperti awal, setelah memakan beberapa potong kue.

Hans masih belum menyerah sepenuhnya. Kemudian dokter itu membuka pintu, secara perlahan dan menatap ke arah Nadine, sekali lagi.

"Aku akan tetap menjaga jarak denganmu. Ingat! Untuk sekarang dan beberapa hari ke depan, aku doktermu. Sudah menjadi kode etik untukku, merawat dan tidak meninggalkan pasien." kata Hans.

"Enak banget, ya! Kode etik seorang dokter, malah dijadikan alasan untuk mendekati dan memikat hati seseorang." gerutu Nadine dengan nada satir.

"Selamat istirahat, Nad." Alih-alih mengucapkan selamat menikmati hidangan kue pemberian suami, Hans justru berkata itu. Demi menjaga sedikit kewibawaannya sebagai seorang dokter.

Dengan langkah berat, Hans berjalan menuju pintu, tapi sebelum keluar, ia menoleh sekali lagi. Memastikan sebelum menutup pintu,

"Kalau kamu butuh apa-apa, panggil aku, Nadi." katanya lirih.

"Aku hanya ingin sendiri… atau lebih tepatnya, aku ingin makan kue cokelat dari suamiku, Hans." sahut Nadine dengan suara bergetar, sambil tersenyum paksa.

Nadine masih dilema. Ia belum tega berkata sekasar itu pada Hans, orang yang menolongnya dengan tulus dan membayar seluruh biaya pengobatan maupun perawatannya.

Akhirnya, di ruang itu tersisa hanya Nadine dan Bu Minah.

Dua potong lagi kue masuk ke mulut Nadine, namun tiba-tiba ia menyentak.

"Aduh…" Nadine memegangi perutnya dengan nada meringis, menaham sakit. Wajahnya langsung berubah pucat.

"Nyonya kenapa?” tanya Bu Minah dengan cemas.

"Perutku… Bu Minah. Rasanya panas dan terlilit hebat... kepalaku pusing…" gumam Nadine.

Bu Minah langsung panik, berlari kecil ke tombol darurat dan menekannya. "Tolong! Suster!" teriak Bu Minah, sambil menoleh ke arah Nadine yang mulai menggigil.

Tapi, sebelum ia sempat kembali ke sisi ranjang, Bu Minah sendiri limbung, tangannya gemetar.

"Astaga… kenapa sa-saya juga…." katanya sebelum tubuhnya roboh dan pingsan ke lantai.

------

Di luar ruangan, Hans masih berdiri termenung di depan pintu. Ia menunduk, hingga ujung dagunya hampir menempel pada stetoskop dan jas laboratorium putih, yang selalu dikenakan dokter saat dinas.

Akhirnya Hans berjalan lemas dengan tatapan kosong.

Lalu, dokter muda itu melihat tiga perawat dengan wajah panik dan tergesa-gesa berlarian menuju kamar rawat inap dibelakangnya.

Sontak, lemas dan murungnya hilang. Berubah drastis menjadi rasa khawatir. Sebelumnya ia sempat menebak jika ketiga perawat itu akan menuju ruangan Nadine. Namun, dalam waktu sangat singkat, berkali-kali ia tepis prasangka buruk itu.

Akhirnya, benar saja, ketiga perawat yang panik dan hanya menyapa singkat dirinya, langsung membuka ruangan 207 dan segera masuk.

"Itu dari kamar Nadine!” teriaknya seolah masih tidak percaya. Hans langsung berlari mengikuti ketiga perawat dan langsung membuka pintu dengan cepat.

Saat masuk, ia melihat Nadine sedang kejang-kejang dan Bu Minah tergeletak. Keduanya langsung diberikan pertolongan pertama oleh para perawat.

Hans menerobos masuk dan merangkul Nadine, wajahnya sangat ketakutan sekali.

"Sus! Cepat panggil tim medis, segera!" teriak Hans dengan nada panik kepada salah satu perawat.

Dari diagnosa awal, semua perawat sudah menduga bahwa ini adalah kasus keracunan makanan. Hal ini dikonfirmasi serta diyakinkan langsung oleh dokter Hans, dengan mengamati gejala-gejala yang terlihat.

Hans semakin erat menggenggam tangan wanita yang menjadi cinta pertamanya. Bahkan hingga saat ini. Hans membiArkan Bu Minah yang tergeletak dan sedang mendapatkan pertolongan dari perawat lain.

“Nad... Nad, dengar aku! Kamu akan baik-baik saja! Oke?" tanya Hans ditengah Nadine yang sudah tak sadArkan diri sejak beberapa menit lalu.

Perawat yang memanggil tim medis datang dengan tergesa-gesa, membawa alat bantu pernapasan dan peralatan medis.

"Pasien mengalami reaksi toksik," kata Hans sambil memberikan instruksi cepat.

Seluruh perawat dan tim medis dengan sigap paham maksud dari instruksi Hans, berikut beberapa langkah penanganannya.

"Segera siapkan larutan penawar, jug lakukan lavage!” katanya tegas.

Hans semakin merangkul dan memeluk erat Nadine, seolah takut kehilangan.

Para perawat dan tim medis yang menyaksikan pemandangan sedih tersebut, ikut terbawa suasana. Mereka semua baru tahu, sikap dokter jomblo sok dingin dan selalu menjadi idaman para perawat lain, ternyata menyimpan cinta sebegitu besar kepada setengah mumi itu, gumam sebagian diantara perawat.

"Bagaimana dengan wanita yang satu lagi?" tanya salah satu perawat. "Dia juga keracunan? Baiklah, cepat bawa mereka berdua ke ruang ICU!" jawab Hans.

"Kue cokelat yang di sana...! Saya yakin itu penyebab keracunan mereka berdua!" tambahnya sambil menunjuk kotak kue yang masih terbuka. “Kirim dan bawa kue itu ke laboratorium sekarang juga!” sambil perawat dan tim medis bekerja, Hans terus memegang tangan Nadine yang kini semakin lemas.

"Nad, bertahanlah… kamu harus kuat, ya!" katanya dengan suara lirih.

Tanpa menghiraukan Nadine sudah punya suami dengan cincin indah yang melekat di jari manis wanita itu, Hans terap menggenggam tangan cinta pertamanya.

"Hans…" suara Nadine nyaris tak terdengar, bibirnya gemetar hebat.

"Kamu jangan bicara dulu, Nad!" ucap Hans.

“A-aku… aku nggak menyangka… ternyata mas Arka...,” bisik Nadine dengan nada terputus-putus karena lemas. Hans mengangguk pelan, "Aku tahu… aku tahu kok. Kamu sekarang istirahat, jangan paksakan kondisimu." ucap Hans pelan dengan penuh perhatian.

Nadine mengangguk, sebelum akhirnya pingsan kembali.

Beberapa perawat dan tim medis yang bekerja sambil mendengar drama ini, menahan rasa tangis mereka. Bagaimanapun juga, cinta tulus dan murni dokter Hans nampak nyata kepada Nadine.

Bersambung.....

1
Isma Isma
kejamn sekali keluarga arka
alfphyrizhmi: iya, kejam banget emang kak... 🥺
total 1 replies
arniya
mampir kak
alfphyrizhmi: terima kasih sudah mampir, kak. Semoga betah yaaa sama ceritanyaaa... ^_^
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!