Dia terjerat dalam sebatas ingatan dimana sebuah rantai membelenggunya, perlakuan manis yang perlahan menjeratnya semakin dalam dan menyiksa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Sendiri
Setelah memasukan obat ke dalam mulut Mario, Valeri segera turun dan bangkit berdiri. Bukannya langsung pergi, Valeri justru membantu Mario kembali berbaring. "Sekarang kamu istirahat," ucapnya tanpa rasa bersalah sama sekali.
Mario yang baru tersadar dari lamunannya mencekal lengan Valeri saat dia akan pergi, dan menariknya hingga terjatuh dan dia segera menindihnya.
Valeri masih berusaha tenang meski jantungnya berdebar tak karuan. Saat ini Mario menatapnya dengan mata tajam yang tak bisa Valeri artikan. Hanya saja Valeri yakin pria itu sedang marah.
"A-pa?"
"Terakhir kali kau lolos karena kue sialan itu. Sekarang rencana apa yang kau miliki?" Valeri mengerjapkan matanya saat Mario menyadari kesengajaannya.
"Aku hanya tak suka kamu selalu menyentuhku saat kau marah."
"Bagaimana dengan satu bulan terakhir?"
"Itu karena aku kehilangan ingatan dan juga kau yang sedang mempermainkan aku."
Mario mengangguk. "Lalu aku juga memiliki syarat untuk menyentuhmu, sekarang?"
Valeri tersenyum lalu menyentuh pipi Mario. "Aku bilang aku akan melayanimu seperti seorang istri. Kamu hanya perlu menjadi suamiku maka kamu bisa melakukan semuanya sesukamu."
Mario terkekeh. "Bermimpilah terus. Kau tidak pantas menjadi istriku. Kau lupa kenapa kau ada disini? Atau hilang ingatan itu membuatmu benar- benar lupa dan tidak mengingat segalanya? Kau hanya jalang Valeri selembar kertas itu tidak ada artinya untukku."
Kali ini Valeri yang tertegun. Hatinya merasakan sakit yang tak terkira. Valeri tahu dia tak pantas, tapi apakah Mario harus mengucapkan itu, lagi dan lagi? "Aku tidak peduli kamu mengakuinya atau tidak. Tapi, setidaknya aku terdaftar sebagai istrimu. Wanita yang baru muncul ini langsung memiliki status, di banding dia yang selama hidupnya bersamamu." Valeri tahu selembar kertas yang Mario maksud adalah dokumen pernikahan mereka. "Aku kasihan padanya, dia mempertaruhkan segalanya untukmu. Tapi Nona Jasmine hanya bergelar wanita yang kau cintai. Dan tetap saja aku yang kau nikahi."
Mario mengeraskan rahangnya, lalu meletakan tangannya di leher Valeri.
Valeri merasa tak bisa bernafas saat jalan pernafasannya terhalang tangan Mario yang mencekiknya.
Kedua tangannya berusaha melepaskan tangan Mario namun sia- sia. "Apa kau pantas menyebutnya dengan mulutmu?"
"Le- pas." Valeri berucap dengan tersengal.
"Tak peduli kau berusaha seperti apapun, kau tidak akan pernah mendapatkan cintaku." Mario melepaskan tangannya saat wajah Valeri memutih dengan mata yang naik ke atas.
Valeri menghela nafasnya berkali-kali untuk membuat nafas kembali masuk ke paru- parunya, dia bahkan terbatuk beberapa kali.
"Kalau begitu kenapa tidak melepaskan aku?"
Mario menyeringai. "Karena itu hukuman untukmu. Hidup tanpa cinta seumur hidupmu. Sama seperti aku, jadi ayo hidup tanpa cinta selamanya. Setidaknya aku tidak sendiri." Mario bangkit dan pergi ke arah kamar mandi, sementara Valeri tertegun dan meneteskan air matanya.
"Kau tak pantas. Kau hanya akan hidup sendiri. Tanpa cinta. Tanpa wanita yang mencintaimu!"
......
"Nona."
"Sampai kapan aku harus bertahan Hilda. Mario tidak akan pernah mencintaiku."
Hilda menunduk. "Anda hanya perlu melihat dengan hati anda, Nona.
Valeri tertawa. "Hatiku tak bisa melihat apapun, dia hanya merasa sakit setiap mendengar perkataannya."
"Tuan hanya terlalu gengsi untuk mengatakannya." Valeri mendongak dan menatap Hilda yang berdiri di belakangnya.
....
Saat Valeri memasuki kamar dia melihat Mario sudah siap dengan pakaian formalnya. "Mau kemana?" Mario mengacuhkan. "Kamu sudah sehat?" Saat Valeri akan menyentuh dahi Mario dengan cepat pria itu menepisnya.
Valeri mencebik, tak peduli dengan penolakan Mario Valeri menarik dasi Mario hingga pria itu menunduk dan Valeri bisa menyentuh dahinya. "Baiklah, sudah membaik. Tapi, bukan berarti kamu bisa kembali bekerja. Kamu harus benar-benar pulih."
Mario menarik dasinya, lalu menjauhkan Valeri. "Jangan mengaturku," ucapnya dengan tegas. Mario bahkan mengerutkan kening melihat wajah Valeri yang nampak biasa saja, seolah tidak terjadi apapun, padahal dia tahu perkataannya tadi pasti menyakiti Valeri.
Ya ... dia melakukannya dengan sengaja.
Valeri menghela nafasnya. "Baiklah, kamu bisa pergi. Tapi, aku akan ikut. Bagaimana pun harus ada yang mengingatkanmu untuk meminum obatmu. Dan aku yakin Rey juga akan kesulitan mengaturmu apalagi menganai obat, mengingat bagaimana kamu itu susah di atur."
Mario memejamkan matanya kesal, lalu pergi tanpa menjawab Valeri. Valeri tersenyum lalu mengikuti Mario yang pergi lebih dulu.
Saat mengikuti langkah lebar Mario, Valeri hampir kewalahan sebab pria itu berjalan cepat hingga tiba di luar rumah dan menuruni tangga Valeri tersandung kakinya dan hampir terjatuh, beruntung saat itu Mario menghentikan langkahnya dan membalik tubuhnya membuat Valeri jatuh di pelukannya.
"Kau!" Mario yang terkejut refleks meraih pinggang Valeri.
Valeri meringiskan senyuman. "Maaf, tapi kamu berjalan sangat cepat, aku tidak bisa mengejarmu." Valeri menegakkan tubuhnya melepaskan pelukan Mario. Namun saat akan kembali berjalan Valeri meringis ketika merasa pergelangan kakinya sakit.
"Apa lagi?"
"Sepertinya kakiku keseleo."
Mario berdecak. "Tidak bisakah kau diam dan tidak menggangguku!" ucap Mario dengan kesal, namun tangannya bergerak untuk menggendong dan membawa Valeri kembali ke dalam rumah.
Valeri tersenyum dengan melingkarkan tangannya di bahu Mario. "Memang kau mendengarkan aku? Sudah jelas kau tidak mendengarku. Jadi untuk apa aku mendengarmu."
Mario yang kesal melempar Valeri ke sofa. "Jangan berpikir dengan perjanjian kita aku tidak bisa menyakitimu.”
Valeri berdecak dengan meringis memegang pinggangnya. "Ini juga sudah sakit mau apa lagi?" tunjuk Valeri pada kakinya.
Mario menunduk menatap kaki Valeri yang keseleo, pergelangannya nampak merah.
Pria itu memijat pelipisnya lalu, lalu berjongkok di depan kaki Valeri.
"Mau apa?" Valeri menahan tangan Mario saat dia ingin meraih kakinya.
"Aku mau mengobatimu."
Valeri menjauhkan tangannya dan membiarkan Mario mengerakkan kakinya perlahan. Namun jeritan Valeri terdengar saat Mario memutar dan menarik kakinya dengan kencang hingga terdengar bunyi 'krek'.
"Akh!" Mario mendongak saat Valeri meremas bahunya. Matanya menatap Valeri yang berkaca- kaca. Mario tertegun beberapa saat, namun dia segera bangun dan menepis tangan Valeri.
"Sudah," ucapnya.
Valeri menatap kakinya yang sudah tak terlalu sakit, lalu menatap Mario. Benarkah pria ini sebenarnya peduli padanya?
"Aku akan pergi sekarang." Mario hendak pergi. Namun dia melihat Rey berlari ke arahnya.
"Tuan gudang kita di Sisilia terbakar," ucap Rey dengan panik.
Mario mengepalkan tangannya. "Kita kesana sekarang." Mario hendak pergi, namun dia merasakan cekalan di tangannya.
Mario menoleh dan menemukan raut wajah Valeri yang nampak khawatir. "Sekarang?" tanya Valeri.
"Ya."
Valeri menggigit bibirnya. "Hati- hati."
Mario hanya mengangguk dan segera pergi.
....
Valeri menatap khawatir saat punggung Mario menjauh. Dengan langkah yang sedikit terpincang Valeri menatap dari pintu. Saat Mario akan memasuki mobilnya, dia melihat pria itu berbalik untuk melihatnya.
Valeri tersenyum meski dia masih tak menemukan raut wajah berarti dari Mario, hingga pria itu benar-benar pergi memasuki mobilnya.
"Nona." Valeri menoleh dan menemukan Hilda di belakangnya.
"Mari saya antar anda untuk istirahat." Hilda membantu Valeri untuk pergi ke kamar dan beristirahat.
....
Mohon maaf beberapa hari ini di sibukkan dengan mengambil raport. Anakku ada dua yang sekolah satu smp yang satu sd, ditambah kurang enak badan juga. Semoga setelah ini bisa up rutin lagi, meski cuma satu bab perhari😁
mario jangan sampai kau terluka karna kau harus menyembuhkan luka batinnya valeri 🥺
hemm 🤔🤔
#ngelunjak..🤭
ngga sabar nunggu kelanjutannya...
makin rame ceritanya ..
semangat up ya Kaka author....💪🤗
yakin pasti nyesel bgt 🤭