NovelToon NovelToon
Bukan Cinderella-nya

Bukan Cinderella-nya

Status: sedang berlangsung
Genre:Hamil di luar nikah / Diam-Diam Cinta / Dijodohkan Orang Tua / Pembantu
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Nitzz

Nathaniel Alvaro, pewaris muda salah satu perusahaan terbesar di negeri ini, hidup dalam bayang-bayang ekspektasi sang ibu yang keras: menikah sebelum usia 30, atau kehilangan posisinya. Saat tekanan datang dari segala arah, ia justru menemukan ketenangan di tempat yang tak terduga, seorang gadis pendiam yang bekerja di rumahnya, Clarissa.
Clarissa tampak sederhana, pemalu, dan penuh syukur. Diam-diam, Nathan membiayai kuliahnya, dan perlahan tumbuh perasaan yang tak bisa ia pungkiri. Tapi hidup Nathan tak pernah semudah itu. Ibunya memiliki rencana sendiri: menjodohkannya dengan Celestine Aurellia, anak dari sahabat lamanya sekaligus putri orang terkaya di Asia.
Celeste, seorang wanita muda yang berisik dan suka ikut campur tinggal bersama mereka. Kepribadiannya yang suka ikut campur membuat Nathan merasa muak... hingga Celeste justru menjadi alasan Clarissa dan Nathan bisa bersama.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nitzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

31. Misi yang Tak Pernah Diketahui

Hari ke-150. Lima bulan sejak Celeste tiba di rumah keluarga Alvaro. Lima bulan sejak misinya dimulai. Dan kini, waktu yang tersisa hanyalah satu bulan.

Pagi itu terasa lebih tenang dibanding biasanya. Celeste duduk di taman belakang, memandangi daun-daun jatuh dan angin yang mengusap rambutnya pelan.

Matanya menerawang, pikirannya jauh. Di genggamannya, sebuah ponsel dengan layar yang baru saja menampilkan pesan dari ayahnya: "Besok ke Singapura. Aku tunggu laporannya."

Ia menelan ludah. Darius Aurellia. Nama itu masih menggema dengan berat di hatinya.

"Kamu kelihatan letih, Celeste," suara lembut Madeline membuyarkan lamunannya.

Celeste tersenyum kaget, lalu segera berdiri. "Tante Madeline. Tidak, saya hanya menikmati angin pagi."

Madeline duduk di kursi taman di sampingnya. Ia membawa dua cangkir teh. "Boleh aku temani?"

"Tentu," jawab Celeste, sopan seperti biasa.

Mereka duduk dalam hening sejenak, menikmati teh dan suasana.

"Celeste," ujar Madeline tiba-tiba, suaranya lembut tapi tajam. "Aku baru-baru ini bicara dengan seseorang dari masa lalu. Dan dia menyebutkan soal ibumu."

Celeste menegang. Jari-jarinya menggenggam cangkir lebih erat.

Madeline melirik sekilas. "Tahukah kamu, ibumu pernah difitnah? Tentang hal yang sangat kejam."

Celeste menoleh perlahan, menatap Madeline. Tapi senyum tipis menguasai wajahnya. "Saya dengar kabar itu... samar-samar. Tapi saya percaya, Ibu saya bukan orang seperti itu."

Madeline tersenyum lebar. "Kau benar. Aku mengenalnya baik. Dan aku yakin kau mewarisi banyak darinya."

Lalu, jeda panjang.

"Boleh aku tanya sesuatu?" lanjut Madeline. "Hubunganmu dengan ayahmu... baik-baik saja?"

Celeste menunduk. Senyum tak bergeser dari wajahnya, tapi suaranya sedikit tertahan. "Kami... baik-baik saja."

Madeline memperhatikan gerak tubuh Celeste, tapi tak mendesak. Ia tahu kapan harus diam.

Setelah Madeline pergi, Celeste tetap duduk di tempatnya. Lama. Ia menatap layar ponselnya lagi, membaca pesan ayahnya untuk kesekian kali.

"Besok ke Singapura. Aku tunggu laporannya."

Laporan. Kata itu bergema dengan rasa bersalah. Celeste menarik napas panjang, lalu bangkit dari kursi. Ia harus bersiap.

*

Malamnya, di kamarnya, Celeste mengemas koper kecil. Ia tak berniat lama. Satu malam saja. Ia hanya perlu melapor... atau mungkin berbohong. Ia belum tahu. Yang jelas, misi itu sudah lama tak lagi jadi prioritasnya atau memang dari awal dia tak melakukannya.

Dulu, ia ke rumah Alvaro dengan satu tujuan. Celeste hanya ingin bebas. Bahkan jika hanya enam bulan. Ia tak pernah benar-benar peduli dengan misi itu. Sejak pertemuan pertama, segalanya mulai berubah.

Celeste justru melihat seorang laki-laki yang remuk oleh cinta dan statusnya. Ia tahu, dengan segala luka yang belum sembuh, Nathan tak butuh permainan atau tipu daya. Ia butuh seseorang yang tulus, bukan pion dari permainan siapa pun.

Celeste tak tega menambah beban di pundak laki-laki itu. Bukan karena misi, bukan karena perintah, tapi karena dirinya sendiri. Karena kecerdasan dan kepolosannya yang sejak awal hanya ingin satu hal: kebebasan. Ia memilih menjadi teman. Ia memilih membantu dari jauh, tanpa pamrih, tanpa keinginan tersembunyi.

Dan itu membuatnya gagal.

Gagal memenuhi ekspektasi ayahnya. Gagal menjadi pion sempurna. Gagal dalam misi yang sejak awal tak sepenuhnya ia yakini.

Ia duduk di ranjang, membuka catatan kecil yang ia sembunyikan di balik laci. Isinya bukan laporan. Tapi perasaan.

"Hari ke-46: Nathan mulai terbuka. Tapi bukan padaku. Hari ke-92 Aku memberi gaun untuk Clarissa. Aku senang melihatnya bahagia. Hari ke-100: Aku mulai takut. Takut jika benar-benar jatuh cinta padanya. Hari ke-102: Aku iri. Tapi aku senang. Tapi juga sakit. Hari ke-120: Aku... menyerah."

Ia menutup buku itu dan memeluknya erat.

Besok, ia akan ke Singapura. Ia akan bertemu dengan ayah yang hanya tahu satu sisi dari dirinya: sisi yang kuat, dingin, dan patuh. Tapi ia bukan itu.

Ia Celeste. Anak yang kesepian. Anak yang ingin bebas.

Dan ia hanya punya satu bulan lagi... sebelum semuanya terlambat.

*

Keesokan harinya, saat semua orang masih sibuk sarapan, Celeste pergi diam-diam. Ia meninggalkan pesan singkat untuk Madeline bahwa ia ada urusan keluarga.

Tak ada yang tahu kemana ia pergi. Tak ada yang tahu apa misinya.

Dan mungkin... memang harus begitu.

Untuk sekarang.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!