NovelToon NovelToon
Generasi Gagal Paham

Generasi Gagal Paham

Status: sedang berlangsung
Genre:Sci-Fi / Anak Genius / Murid Genius / Teen School/College
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Irhamul Fikri

Generasi sekarang katanya terlalu baper. Terlalu sensitif. Terlalu online. Tapi mereka justru merasa... terlalu sering disalahpahami.

Raka, seorang siswa SMA yang dikenal nyeleneh tapi cerdas, mulai mempertanyakan semua hal, kenapa sekolah terasa kayak penjara? Kenapa orang tua sibuk menuntut, tapi nggak pernah benar-benar mendengarkan? Kenapa cinta zaman sekarang lebih sering bikin luka daripada bahagia?

Bersama tiga sahabatnya Nala si aktivis medsos, Juno si tukang tidur tapi puitis, dan Dita si cewek pintar yang ogah jadi kutu buku mereka berusaha memahami dunia orang dewasa yang katanya "lebih tahu segalanya". Tapi makin dicari jawabannya, makin bingung mereka dibuatnya.

Ini cerita tentang generasi yang dibilang gagal... padahal mereka cuma sedang belajar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irhamul Fikri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian 31 Dialog Palsu di Ruang Guru

Suasana ruang guru pagi itu berbeda. Biasanya hanya ada suara gumaman obrolan ringan atau derik sendok menyentuh gelas kopi. Tapi hari ini, hampir semua guru hadir, duduk melingkar dengan raut wajah serius. Di tengah meja, laptop menyala memperlihatkan transkrip salah satu episode podcast “Generasi Gagal Paham”.

“Kalau ini tersebar lebih luas, nama baik sekolah bisa hancur,” kata Pak Darmawan, guru senior yang juga menjabat sebagai Wakasek Kesiswaan.

Bu Nanik, yang biasanya pendiam, kali ini angkat bicara. “Saya tidak setuju kita terus menyalahkan anak-anak itu. Kalau kita benar-benar dengarkan isi podcast mereka, ada banyak kritik yang valid.”

Pak Tito guru matematika dan kepala program unggulan mendengus. “Valid atau tidak, mereka melewati batas. Mereka menyebut beberapa guru secara tersirat. Itu sudah pelanggaran kode etik.”

“Etikanya siapa?” tiba-tiba suara Bu Lestari, guru seni, muncul dari sudut ruangan. “Etika kita yang selama ini diam saat anak-anak stres, burnout, dan kita tetap menuntut mereka ranking satu?”

Beberapa guru saling pandang. Percakapan yang awalnya hanya menyalahkan murid, perlahan mulai memantulkan bayangan ketidakberesan yang lebih luas.

Sementara itu, di koridor luar, Nala, Raka, dan Juno berdiri di balik dinding, mencuri dengar. Mereka sengaja datang pagi karena tahu para guru akan rapat mendadak. Hati mereka berdegup kencang.

"Denger nggak barusan? Bu Nanik dan Bu Lestari setuju sama kita," bisik Nala.

"Tapi Pak Tito dan Pak Darmawan bakal jadi batu sandungan besar," jawab Juno pelan.

"Kita harus tahu siapa kawan, siapa lawan," timpal Raka.

Nala menatap ke arah pintu ruang guru. "Atau mungkin... kita harus ajak mereka semua bicara. Tapi kali ini, di depan publik."

Hari itu, setelah jam pelajaran selesai, suasana sekolah semakin panas. Beberapa siswa mulai ikut-ikutan membicarakan isi podcast. Grup WhatsApp kelas penuh diskusi. Bahkan alumni ikut membagikan tautan podcast di media sosial.

Dita, yang selama ini menjauh, diam-diam mulai mengikuti perkembangan kembali. Ia duduk di balkon rumahnya, memutar ulang episode ke-5: “Sekolah Rasa Penjara”. Suara Raka di bagian akhir episode itu membuatnya menggigil.

“Kami tidak ingin melawan. Kami ingin bicara. Tapi jika bicara dianggap melawan, mungkin selama ini sekolah tidak benar-benar ingin mendengar.”

Ia menutup ponselnya dan mengambil buku catatan. Di dalamnya tertulis judul besar: “Surat Terbuka untuk Guru-Guruku.”

Keesokan paginya, ruang guru kembali dipenuhi. Tapi kali ini karena satu hal: selembar surat terbuka tersebar di setiap meja kerja guru, diselipkan dengan rapi.

*“Untuk guru-guru yang saya cintai,

Kami tidak membenci Anda.

Kami hanya ingin Anda melihat kami sebagai manusia, bukan angka di rapor, bukan nilai di ujian. Kami ingin sekolah menjadi tempat tumbuh, bukan tempat terluka.

Jika Anda ingin tahu siapa saya, datanglah ke forum terbuka minggu ini. Kita bicara, bukan berdebat.

Hormat kami,

Generasi Gagal Paham.”*

Pak Darmawan meremas surat itu dengan kesal. Tapi Bu Nanik mengambilnya dengan hati-hati dan membacanya lagi.

“Sudah saatnya kita dengar mereka,” gumamnya.

Di luar, Nala dan Juno memasang pengumuman resmi di mading sekolah: “FORUM TERBUKA: SISWA & GURU - Jumat, jam 10.00 di Aula.”

Hari-hari menjelang Jumat dipenuhi persiapan. Nala menyusun daftar moderator, Raka menyiapkan logistik, Juno mempersiapkan data dan klip audio untuk diputar. Bahkan beberapa siswa dari kelas lain ikut membantu.

Di antara itu semua, Dita akhirnya kembali muncul. Ia menyerahkan surat terbuka aslinya ke Nala.

"Kamu tulis ini?" tanya Nala.

"Iya. Boleh kamu bacakan di forum nanti? Aku belum siap bicara langsung. Tapi aku percaya kamu bisa menyampaikannya."

Nala mengangguk. "Aku senang kamu kembali."

Dita tersenyum kecil. "Aku nggak pernah benar-benar pergi. Aku cuma... butuh waktu."

Jumat pagi. Aula dipenuhi siswa dan guru. Tidak ada musik. Tidak ada dekorasi. Hanya panggung sederhana dan mikrofon di tengah.

Forum dimulai. Nala membuka dengan pembacaan surat dari Dita, diikuti dengan rekaman klip-klip pendek dari podcast. Beberapa guru terlihat tersentuh. Beberapa lainnya gelisah.

Giliran siswa berbicara satu per satu. Ada yang menangis. Ada yang marah. Ada yang menyampaikan pengalaman dibentak guru karena bertanya, atau dinilai tidak sopan karena hanya ingin tahu.

Pak Darmawan akhirnya berdiri. Ia mengambil mikrofon. Semua menahan napas.

"Saya tidak sepenuhnya setuju dengan cara kalian. Tapi... saya tidak bisa menyangkal, bahwa selama ini mungkin kami terlalu kaku. Saya minta maaf kalau ada yang terluka."

Suasana hening.

Lalu Bu Nanik menyusul. "Kalian bukan generasi gagal paham. Mungkin kamilah yang gagal paham. Tapi hari ini... kita belajar bersama."

Tepuk tangan pecah. Beberapa guru lain mulai mengangguk, perlahan bergabung ke depan aula.

Nala menatap Raka dan Juno. Tak ada kata. Tapi mata mereka berbicara: Kita mulai menang.

1
Ridhi Fadil
keren banget serasa dibawa kedunia suara pelajar beneran😖😖😖
Ridhi Fadil
keren pak lanjutkan😭😭😭
Irhamul Fikri: siap, udah di lanjutin tuh🙏😁
total 1 replies
ISTRINYA GANTARA
Ceritanya related banget sama generasi muda jaman now... Pak, Bapak author guru yaaa...?
Irhamul Fikri: siap, boleh kak
ISTRINYA GANTARA: Bahasanya rapi bgt.... terkesan mengalir dan mudah dipahami pun.... izin ngikutin gaya bahasanya saja.... soalnya cerita Pasha juga kebanyakan remaja....
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!