NovelToon NovelToon
Obsession (Cinta Dalam Darah)

Obsession (Cinta Dalam Darah)

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Mafia / Romansa / Roman-Angst Mafia / Persaingan Mafia / Fantasi Wanita
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Ricca Rosmalinda26

Seorang mafia kejam yang menguasai Italia bertemu dengan seorang wanita yang memiliki sisi gelap serupa dengannya. Mereka saling terobsesi dalam permainan mematikan yang penuh gairah, kekerasan, dan pengkhianatan. Namun, di antara hubungan berbahaya mereka, muncul pertanyaan: siapa yang benar-benar mengendalikan siapa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ricca Rosmalinda26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kebosanan yang Menggigit

Mereka tahu bahwa dunia luar sedang menunggu mereka kembali—dengan peluru, pengkhianatan, dan darah. Tapi untuk saat ini, mereka memilih untuk menikmati kebersamaan mereka, menciptakan kenangan yang mungkin akan mereka kenang saat semuanya kembali kacau.

Suatu pagi, Valeria memasuki dapur dan terkejut melihat Dante berdiri di depan kompor, mencoba memasak sesuatu.

"Dante Salvatore memasak?" Valeria menyandarkan diri ke pintu, menyilangkan tangan di dadanya dengan senyum penuh hiburan.

Dante hanya melirik sekilas. "Diamlah dan duduk. Aku sedang mencoba sesuatu."

Valeria mendekat, melirik panci yang berisi telur orak-arik yang… bisa dibilang hampir hangus.

"Jangan bilang kau belajar memasak hanya untukku?"

Dante mendengus. "Aku tidak ingin kau berpikir aku hanya bisa memegang senjata dan mengatur kerajaan kriminal."

Valeria tertawa kecil, lalu mencicipi makanan yang Dante buat. Rasanya… bisa dibilang tidak buruk, tapi juga jauh dari enak.

"Bukan yang terbaik, tapi aku menghargai usahamu." Valeria menyeringai.

Dante menggelengkan kepala, lalu menarik Valeria mendekat, membiarkannya duduk di meja sementara dia berdiri di antara kedua kakinya. "Aku bisa lebih baik dalam hal lain." bisiknya sebelum mencium Valeria dengan lembut, membuat wanita itu hampir lupa tentang sarapannya.

Sore itu, hujan turun dengan deras, membasahi seluruh kebun anggur di sekitar vila mereka. Valeria berdiri di ambang pintu, menikmati pemandangan air yang jatuh dari langit.

Dante mendekat, menyampirkan jaketnya ke bahu Valeria. "Jangan berdiri di sini terlalu lama. Kau bisa sakit."

Valeria menatapnya dengan mata berbinar. "Kau takut aku sakit, Salvatore?"

Dante hanya mendecakkan lidah. "Bukan takut. Aku hanya tidak suka melihatmu lemah."

Valeria tertawa kecil, lalu tiba-tiba menarik tangan Dante dan membawanya keluar ke tengah hujan.

"Valeria—"

"Jangan banyak protes. Menarilah denganku."

Dante mendesah, tapi akhirnya mengikuti langkah Valeria. Di bawah hujan deras, mereka berdansa tanpa musik, hanya suara rintik hujan dan napas mereka yang berbaur.

Saat Valeria tertawa, Dante menatapnya lama. Untuk pertama kalinya, ia merasa seperti pria biasa—bukan pemimpin mafia, bukan pembunuh, bukan monster. Hanya seorang pria yang jatuh cinta pada seorang wanita yang sama gilanya.

Dan saat itu, ia menyadari satu hal.

"Aku tidak akan membiarkan siapa pun mengambil ini dariku," Dante berbisik.

Valeria berhenti tertawa, menatap Dante dengan serius. "Mereka tidak akan bisa."

Lalu, dia menciumnya di tengah hujan, membiarkan dunia luar lenyap sementara.

Di suatu malam yang langitnya penuh bintang, mereka duduk di atas atap vila, hanya ditemani sebotol anggur dan udara dingin.

"Kau pernah berpikir bagaimana jika kita bertemu dalam kehidupan yang berbeda?" tanya Valeria tiba-tiba.

Dante menatapnya. "Seperti apa?"

Valeria menyesap anggurnya, lalu tersenyum tipis. "Aku seorang seniman, kau seorang pengusaha. Kita bertemu di sebuah galeri, jatuh cinta tanpa darah dan kekerasan."

Dante tertawa pelan. "Kedengarannya membosankan."

"Mungkin," Valeria mengangkat bahu, lalu menatapnya. "Tapi aku tetap akan memilihmu."

Dante terdiam sejenak sebelum menarik Valeria lebih dekat, membiarkan wanita itu bersandar di dadanya. "Aku juga."

Hari-hari berlalu dalam kedamaian yang terasa… terlalu tenang bagi Valeria. Vila mereka di pegunungan yang jauh dari kekacauan dunia bawah memang menawarkan ketenangan, tapi bagi Valeria, ketenangan ini perlahan berubah menjadi siksaan.

Ia merindukan detak jantung yang berpacu karena bahaya, sensasi memburu musuh, permainan psikologis yang membuat adrenalinnya memuncak.

Dante, di sisi lain, terlihat menikmati kehidupan sederhana mereka. Dia masih waspada, tentu saja, tapi dia tampak lebih santai—seolah ingin menikmati kebebasan ini lebih lama.

Tapi tidak untuk Valeria.

Suatu malam, Valeria duduk di tepi ranjang, menatap bayangannya sendiri di cermin. Ia mengamati wajahnya—masih sama cantiknya, masih sama liciknya. Tapi ada sesuatu yang hilang.

Kesenangan. Tantangan. Kekuasaan.

Ketika Dante masuk ke kamar, ia langsung menyadari sesuatu.

"Apa yang kau pikirkan?" tanyanya, bersandar di pintu dengan tangan terlipat.

Valeria tersenyum kecil, menoleh ke arahnya. "Apa kau tidak merasa bosan?"

Dante mengangkat alis. "Bosan?"

Valeria berdiri, berjalan mendekatinya, lalu mengusap dada pria itu dengan jemarinya. "Bukankah ini terlalu membosankan bagimu, Salvatore? Hidup di tempat yang sepi, tanpa permainan, tanpa musuh, tanpa… darah?"

Dante tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap Valeria dengan mata gelapnya, meneliti setiap gerakan dan ekspresi wanita itu.

"Kau merindukan kekacauan itu?" suaranya datar, tapi Valeria tahu, Dante sedang mengujinya.

Ia tersenyum tipis, lalu berbisik di telinga Dante, "Aku merindukan kita yang dulu."

Dante menarik napas panjang. "Kita bisa hidup seperti ini selamanya, Valeria. Kita tidak perlu kembali."

Valeria menatapnya lama, lalu tertawa pelan. "Kau benar-benar percaya itu? Kau pikir mereka sudah melupakan kita?"

Dante diam. Ia tahu Valeria benar. Tidak peduli sejauh apa mereka pergi, dunia lama mereka tidak akan pernah benar-benar melepaskan mereka.

"Aku tidak ingin kehilangan ini," Dante akhirnya berkata. "Aku tidak ingin kehilanganmu."

Valeria menatapnya dengan tatapan yang sulit ditebak. "Kau tidak akan kehilangan aku. Tapi kau tahu, Salvatore… aku tidak bisa hidup tanpa permainan kita."

Dante mendekat, menggenggam wajah Valeria dengan kedua tangannya. "Kau benar-benar iblis, Valeria."

Valeria menyeringai. "Dan kau jatuh cinta pada iblis itu."

Dante menatapnya sejenak, lalu mencium Valeria dengan kasar, penuh gairah, penuh amarah.

Udara di vila terasa lebih dingin malam itu. Dante duduk di ruang tamu dengan segelas anggur di tangannya, menikmati ketenangan yang mungkin menjadi salah satu momen terakhir mereka sebelum Valeria memutuskan untuk kembali ke dunia yang mereka tinggalkan.

Namun, ketenangan itu pecah ketika seseorang mengetuk pintu.

Valeria, yang sedang membaca buku di sofa, menoleh dengan dahi berkerut. "Siapa yang bisa menemukan kita di tempat terpencil seperti ini?"

Dante bangkit tanpa suara, mengambil pistolnya, lalu berjalan ke pintu. Ia mengintip melalui lubang kecil, melihat seorang pria berdiri di luar—tubuhnya tegap, dengan jaket hitam dan ekspresi percaya diri yang mengganggu.

Dante membuka pintu sedikit, cukup untuk melihat pria itu lebih jelas. "Siapa kau?" suaranya dingin dan mengancam.

Tapi pria itu tidak gentar. Sebaliknya, ia malah tersenyum tipis.

"Aku mencari seseorang," katanya, lalu matanya beralih ke dalam vila. "Aku mencari… Celeste."

Suasana langsung membeku.

Dante menyipitkan mata. "Celeste?"

Valeria, yang masih duduk di sofa, tiba-tiba membeku. Ia merasakan darahnya berdesir saat mendengar nama itu—nama yang sudah lama ia kubur, nama yang seharusnya tidak lagi ada di dunia ini.

Pria itu tersenyum kecil, seolah menikmati kebingungan Dante. "Ah, sepertinya dia tidak pernah memberitahumu, ya? Celeste… atau lebih tepatnya, Valeria, punya banyak rahasia yang belum kau ketahui."

Dante tidak menunggu lebih lama.

Tanpa peringatan, ia mengangkat pistolnya dan menembak kepala pria itu tepat di antara kedua matanya.

DOR!

Pria itu terhuyung sejenak sebelum jatuh ke tanah, darahnya mengalir di teras vila mereka.

Dante tetap berdiri di ambang pintu, tatapannya dingin saat melihat tubuh yang kini tidak bernyawa.

Lalu, perlahan, ia berbalik menghadap Valeria.

"Celeste?" suaranya tenang, tapi ada bahaya mengintai di baliknya.

Valeria menutup bukunya, menarik napas dalam, lalu berdiri dengan tenang. Ia berjalan mendekat, berdiri di depan Dante, lalu menatap matanya tanpa rasa takut.

"Aku pikir kau mencintaiku tanpa perlu tahu masa laluku, Salvatore."

Dante menatapnya lama. Ia tidak suka permainan ini. Tidak suka kenyataan bahwa ada sesuatu yang tersembunyi darinya.

Tapi satu hal yang pasti…

Jika pria ini menemukannya, maka akan ada yang lain.

Dan Dante tidak akan membiarkan siapa pun menyentuh miliknya.

1
nurzzz
ceritanya bagus banget semoga bisa rame yah banyak peminatnya
nurzzz
wow keren
nurzzz
wah keren
Naira
seruuu kok ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!