Seorang mafia kejam yang menguasai Italia bertemu dengan seorang wanita yang memiliki sisi gelap serupa dengannya. Mereka saling terobsesi dalam permainan mematikan yang penuh gairah, kekerasan, dan pengkhianatan. Namun, di antara hubungan berbahaya mereka, muncul pertanyaan: siapa yang benar-benar mengendalikan siapa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ricca Rosmalinda26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penghancuran Keluarga Morelli
Setelah menyelinap masuk ke jantung pertahanan keluarga Morelli, Dante dan Valeria tak langsung menghabisi sang Don. Tidak. Mereka ingin Morelli merasakan apa artinya kehilangan—perlahan, pasti, menyakitkan.
Gudang Senjata Morelli – Meledak Tengah Malam
Gudang utama Morelli di luar kota Milan, tempat senjata ilegal dan amunisi berat disimpan, hancur dalam ledakan dahsyat pada pukul 2 pagi. Tak seorang pun tahu dari mana datangnya bom, tapi satu kamera rusak berhasil merekam bayangan wanita berjaket hitam tersenyum ke arah lensa sebelum menghilang.
Valeria yang melakukannya. Tanpa bantuan siapa pun.
Dante hanya memberi satu kalimat:
“Jadikan itu karya seni.”
Dan Valeria pun melakukannya.
---
Perusahaan Cuci Uang – Dihancurkan dari Dalam
Dante menyamar menjadi investor dan menyusup ke salah satu perusahaan properti yang digunakan keluarga Morelli untuk mencuci uang. Dalam dua minggu, dia memalsukan laporan keuangan, memindahkan dana ratusan juta euro ke rekening fiktif, lalu membiarkan semuanya hancur saat pajak dan audit datang.
Bos keuangan Morelli gantung diri tiga hari kemudian.
---
Klub Eksklusif – Runtuh Tanpa Peringatan
Valeria, menyamar sebagai penyanyi malam, memikat pewaris muda keluarga Morelli, Rico Morelli. Dalam satu malam penuh godaan dan racun halus, Rico ditemukan tewas di kamar VVIP—senyumnya membeku, tubuhnya tak bernyawa.
Klub itu ditutup karena skandal. Dan Morelli kehilangan sosok masa depan yang digadang-gadang jadi penerus dinasti.
---
Koneksi Politik – Terbongkar di Media
Dante memanfaatkan seorang jurnalis korup yang dulu menjadi musuh Valeria. Ia memberinya berkas-berkas hitam—koneksi Morelli dengan pejabat tinggi di Roma. Dalam 48 jam, berita itu tersebar di seluruh Italia.
Pemerintah mulai mengincar. Aliansi lama pun mulai goyah. Keluarga-keluarga lain mulai menjauh dari Morelli.
---
Don Ernesto Morelli kini terkepung dari segala arah.
Dia tahu siapa yang melakukannya.
Dan itu membuatnya semakin takut.
“Kau mencuri masa kecilku,” bisik Valeria dalam rekaman suara yang dikirim langsung ke ponsel pribadi Don Morelli.
“Sekarang, aku akan mencuri semua milikmu—satu demi satu.”
---
Malam itu, hujan turun deras di Roma. Palazzo tua milik Don Ernesto Morelli berdiri megah namun sunyi. Para pengawal utama telah tiada—dibunuh, dijebak, atau melarikan diri. Tinggal sisa-sisa ketakutan dan paranoia yang menyesaki dinding rumah berdarah itu.
Di dalam ruangan penuh lukisan keluarga, Don Ernesto duduk sendiri dengan segelas bourbon di tangan. Tubuhnya menggigil, bukan karena dingin, tapi karena kenyataan: dunianya telah hancur.
Dan ketika jam berdentang tengah malam, dua sosok muncul dari kegelapan.
Dante dan Valeria.
Tanpa topeng. Tanpa penyamaran.
“Kau tahu kenapa kami di sini,” kata Dante dengan suara tenang, seperti malaikat maut yang telah sabar menunggu giliran.
“Kau membunuh ayahku,” ucap Valeria pelan, melangkah mendekat. “Dan Dante… dia hanya meminjamkan kekuatannya untuk memberiku akhir yang indah.”
Don Ernesto mencoba berdiri, mencoba berbicara, tapi Valeria sudah mengangkat pistol kecil berwarna perak—pistol yang dulu milik ayahnya.
Satu tembakan. Tepat di lutut.
Morelli jatuh bersimpuh, mengerang, darah mengalir deras.
Dante berdiri di belakang Valeria, mengamati. Tak ikut campur. Ini urusannya. Ini dendamnya.
Valeria menatap wajah tua itu.
“Kau mengajariku apa itu rasa kehilangan. Sekarang, izinkan aku memberimu pelajaran terakhir: ketakutan.”
Ia berlutut, mencium kening Don Morelli seperti mencium anak kecil yang akan tidur…
…lalu menembak pelipisnya.
Senyap.
---
Ketika mereka keluar dari villa, langit mulai terang. Fajar.
“Apa selanjutnya?” tanya Dante pelan.
Valeria tersenyum, wajahnya bercampur air hujan dan serpihan darah.
“Kita buat dunia ini jadi lebih berantakan… tapi dengan gaya.”
Dan mereka pun berjalan, meninggalkan api yang membakar villa tua Morelli. Sebuah dinasti jatuh malam itu.
Tangan mereka berlumur darah. Tapi bersatu.
Mereka adalah kekacauan yang tak bisa dihentikan.
---
Malam itu, di sebuah vila terpencil yang diselimuti salju, Dante menatap Valeria dari balik kaca jendela besar. Api perapian menari-nari dalam pantulan matanya, namun bukan itu yang membuatnya terpikat—melainkan sosok perempuan yang tengah duduk di kursi, membersihkan noda darah dari sepatu botnya seperti sedang mengelap permukaan piano antik.
“Aku punya sesuatu untukmu,” ucap Dante, menyelinap ke belakangnya dengan kotak beludru hitam di tangan.
Valeria menoleh setengah malas, tapi matanya menajam begitu melihat bentuk kotaknya.
Dante membuka kotak itu pelan. Di dalamnya, terbaring sebuah pisau emas murni, ramping dan elegan, dengan ukiran halus bertuliskan:
“VALERIA — PEREMPUAN YANG AKU TAKLUKI DAN YANG MENAKLUKKANKU.”
Valeria mendekap pisau itu seperti seorang ibu memeluk bayinya. Matanya berkilat, bukan karena haru, tapi karena... kebahagiaan yang gelap.
“Pisau ini indah,” gumamnya pelan, menelusuri ukiran namanya dengan jari.
“Tajam seperti cintamu, kasar seperti kita.”
“Dan mematikan, seperti kamu,” tambah Dante sambil menyentuh rambutnya pelan.
Valeria berbalik. Wajahnya lembut, tapi matanya tetap gila.
“Kau tahu apa artinya ini, kan?” katanya sambil menempatkan pisau itu di balik ikat pinggang kulitnya.
“Sekarang aku bisa membunuh siapa pun atas namamu.”
Dante tersenyum.
“Dan aku akan membersihkan jejak darahnya untukmu.”
Di dunia mereka, cinta tak berbentuk mawar atau puisi. Tapi ukiran di atas senjata. Dan tawa pelan di tengah darah yang menetes ke lantai marmer.
Mereka tak butuh janji.
Pisau itu sudah cukup.