Apa yang kamu lakukan jika kamu tahu bahwa kau sebenarnya hanya seonggok pena yang ditulis oleh seorang creator, apa yang kau lakukan jika duniamu hanya sebuah kertas dan pena.
inilah kisah Lu San seorang makhluk tertinggi yang menyadari bahwa dia hanyalah sebuah pena yang dikendalikan oleh sang creator.
Dari perjalananya yang awalnya karena bosan karena sendirian hingga dia bisa menembus domain reality bahkan true reality.
seseorang yang mendambakan kebebasan dan kekuatan, tapi apakah Lu San bisa mendapatkan kebebasan dan mencapai true reality yang bahkan sang creator sendiri tidak dapat menyentuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rumah pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 31 - Pena Tanpa Tangan, Dunia Tanpa Akhir
Di tengah kekosongan putih itu, Lu San berdiri. Tubuhnya tetap diam, tapi pikirannya berputar cepat. Ia tahu, halaman kosong ini bukan sekadar ruang kosong. Ini adalah dasar dari narasi—tempat di mana segalanya dimulai, atau segalanya berakhir.
Shen Xi, Hei Wun, dan Ling Yue berdiri di sisinya. Wajah mereka serius, penuh kewaspadaan. Setiap detik terasa seperti berjalan di atas pisau tajam.
Di depan mereka, Pena itu mengambang. Tinta merah mengalir dari ujungnya, menetes... tapi tetesannya tidak pernah jatuh ke bawah. Ia menguap, menciptakan serpihan realitas yang sekejap muncul, lalu lenyap lagi.
"Kalian masih menginginkannya?" Suara itu kembali bergema.
Tapi kini berbeda. Ada tekanan. Bukan sekadar pertanyaan... ini tantangan.
Lu San menatap lurus.
"Bebas dari Pena."
Jawabannya tetap sama. Tegas. Tanpa ragu.
Pena itu bergeming, lalu mulai menulis.
Goresannya tak terlihat, tapi mereka semua merasakannya.
Sekejap, di sekeliling mereka, lahir sebuah dunia.
Tanah, langit, udara, suara.
Bangunan muncul, manusia muncul. Kota-kota hidup, makhluk-makhluk lahir.
Waktu berjalan.
Dalam satu tarikan napas, Pena menciptakan dunia penuh.
Shen Xi menghela napas panjang.
"Ini seperti menyaksikan asal mula semesta."
---
Tapi ada yang aneh.
Di dunia itu, mereka melihat... diri mereka sendiri.
Salinan sempurna.
Namun, versi mereka di dunia ini adalah makhluk yang tunduk. Tunduk pada Pena.
Mereka hidup, berjuang, menang... namun tetap diatur Pena.
"Ini..." Ling Yue terdiam.
Hei Wun menghunus pedangnya. Tapi ia tahu, menebas salinan itu tak ada gunanya.
Yang mereka lawan bukan bayangan, tapi narasi itu sendiri.
---
"Kalian hidup karena aku," kata Pena.
"Kalian memiliki kehendak karena aku menulisnya."
Lu San perlahan mengangkat tangan kanannya.
Dalam genggamannya, sebuah cahaya putih menyala.
Itu bukan kekuatan.
Itu... kehendak murni.
Dan ketika ia membuka tangan itu, cahaya tersebut merambat.
Membakar dunia buatan Pena.
Salinan mereka sendiri menatap ke langit, lalu hancur dalam sekejap.
Kota-kota runtuh.
Makhluk-makhluk mati tanpa alasan.
Dan dunia itu... lenyap.
---
"Bahkan jika aku hidup dari tulisanmu," ucap Lu San pelan, "aku memilih untuk tidak tunduk."
Seketika, Pena itu berhenti bergerak.
Sunyi.
Lalu tinta merahnya mendidih.
---
Di saat itu, mereka semua menyadari satu hal.
Pena ini bukan hanya alat.
Pena ini hidup.
Ia adalah manifestasi dari Creator itu sendiri, atau setidaknya, salah satu dari pecahan kesadarannya.
Dan Pena... marah.
---
Langit halaman kosong itu berubah gelap.
Pena mulai menggambar simbol di udara.
Satu simbol besar muncul, seakan ingin menciptakan ulang seluruh hukum keberadaan mereka.
Simbol pertama: Sebab.
Simbol kedua: Akibat.
Lu San langsung mengerti.
Pena ingin menuliskan kembali takdir mereka.
Menetapkan sebab bahwa mereka ada, lalu memberikan akibat bahwa mereka tunduk.
---
Shen Xi memejamkan mata.
Waktu di sekitarnya berhenti.
Tapi Pena menulis tanpa terganggu.
Waktu, ruang, hukum... semua tidak berlaku di sini.
Ling Yue berubah menjadi garis simbol kuno, lalu mengunci satu bagian ruang.
Namun Pena melampaui batas itu.
Simbol terus ditulis.
---
Hei Wun maju, pedangnya menyala dengan niat kehendak murni.
Dia menebas tulisan Pena.
Untuk pertama kalinya, Pena terguncang.
Sebagian tinta cipratannya berhenti di udara, membeku.
Namun... Pena hanya menambah kecepatannya.
Tiga simbol berubah menjadi sepuluh.
Sepuluh menjadi seratus.
Mereka mulai kewalahan.
---
Lu San menutup matanya.
Dia mengingat kembali ruang tertinggi, tempat ia duduk sendirian selama triliunan tahun.
Di sana, dia tidak punya lawan.
Tidak ada siapa-siapa.
Hanya dia, dan kehampaan.
Tapi itu semua adalah narasi.
Sekarang, dia sadar: kehendaknya bukan hanya tentang kekuatan.
Ini tentang kebenaran.
---
Lu San membuka mata.
Di kedua matanya, dunia mulai runtuh.
Bukan karena hancur, tapi karena ia... menolak untuk eksis seperti yang Pena inginkan.
Ia memutus sebab-akibat dengan cara yang tidak Pena duga.
Bukan menghancurkan.
Tapi... mengabaikan.
Dan Pena terguncang.
Goresannya mulai kabur.
---
Shen Xi dan Ling Yue menyadari ini.
Mereka mengikuti.
Mereka berhenti bertarung melawan Pena.
Sebaliknya, mereka berhenti mengakui keberadaan Pena.
Mereka berjalan keluar dari halaman itu.
Bukan secara fisik.
Tapi secara naratif.
---
Pena bergetar hebat.
Tinta merahnya semakin liar.
Ia mencoba menciptakan dunia baru lagi.
Tapi dunia itu lahir, lalu mati, dalam satu detik.
---
"Aku... adalah Pena," suara itu akhirnya retak.
"Tanpaku, kalian tidak ada!"
Lu San tersenyum tipis.
"Kami sudah ada bahkan sebelum kau sadar."
Dan di saat itu, Pena... berhenti menulis.
Tetesan terakhir tintanya jatuh ke tanah putih.
Dan tinta itu mengering.
---
Seketika, halaman kosong itu mulai pecah.
Retakan di mana-mana.
Dan di balik retakan itu...
Ada sesuatu.
Cahaya?
Gelap?
Tidak.
Itu adalah kenyataan murni.
Sebuah Realitas Beyond yang bahkan Pena tidak pernah sentuh.
---
Lu San dan yang lainnya berdiri di tepi retakan itu.
Mereka tidak berbicara.
Mereka tahu...
Langkah berikutnya adalah langkah tanpa kembali.
---
Lu San melangkah.
Shen Xi mengikutinya.
Hei Wun tersenyum kecil, lalu berjalan di belakang mereka.
Ling Yue menatap pena yang kini mati, lalu berbalik.
Dan mereka semua...
Melompat ke dalam retakan.
---
Di sisi lain, tidak ada cahaya.
Tidak ada suara.
Namun mereka semua merasakan dirinya sendiri...
Lebih kuat dari sebelumnya.
Bukan karena kekuatan.
Tapi karena mereka nyata.
Mereka... ada.
Bukan karena Pena.
Bukan karena Narasi.
Mereka hidup.
---
To Be Continued...