"Hai Om, ganteng banget sih. mana lucu, gemesin lagi."
"Odel. a-ah, maaf tuan. teman saya tipsy."
Niccole Odelia jatuh cinta pada pandangan pertama pada seseorang pria dewasa yang ditemuinya di bar. meski mabuk, dia masih menginggat dengan baik pria tampan itu.
Edgar Lysander, seorang pengusaha yang tampan dan kaya. dia tertarik pada Odelia yang terus menggodanya. namun dibalik sikap romantisnya, ada sesuatu yang dia sembunyikan dari Odelia.
Akankah cinta mereka semulus perkiraan Odelia? atau Odelia akan kecewa dan meninggalkan Edgar saat mengetahui fakta yang disembunyikan Edgar?
ikuti terus kisah cinta mereka. jangan lupa follow akun Atuhor.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Addryuli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 19
Me : selamat pagi om, udah berangkat kerja kah?
Setelah mengirim pesan pada Edgar, Odelia mengambil tasnya kemudian memasukan parfume, bedak serta lipstick. Dia segera keluar dari kamarnya menuju lantai bawah.
"Selamat pagi mama papa, Odelia sudah siap pergi ke sekolah."
Tessa sedang menyiapkan makanan ringan untuk Odelia bawa pergi outing class, dia menatap putrinya yang terlihat ceria sejak kemarin.
"Pah, bagi uang jajan." Odelia menadahkan tangannya.
Alan meletakkan tabletnya kemudian menatap putri semata wayangnya.
"Apa uang yang papa kirim sudah habis?"
Odelia meringis kecil sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"tinggal kirim aja pake segala banyak tanya deh papa."
"Nih bekalnya, jangan lupa nanti dibagi sama teman-teman ya." ucap Tessa sambil meletakan paper bag didepan Odelia.
"Makasih mah."
"Ayo papa anterin, nggak usah sarapan, kelamaan. Papa ada rapat pagi ini." Alan kemudian berdiri dari duduknya.
Odelia membelakan matanya. "Papa macam apa ini?" batin Odelia.
Tessa tertawa kecil, dia memberikan Odelia tempat makan kecil berisi sandwich tak lupa membawakannya smoothie buah kesukaan Odelia.
"Sana berangkat, ingat pesan mama. Disana nggak boleh pecicilan, malu sama patung pahlawan."
"Ishh, mama." protes Odelia.
"Sana berangkat, papa udah nunggu."
Odelia mengangguk kemudian meninggalkan meja makan. Sampai di depan, papanya sudah menunggu didalam mobil. Setelah Odelia masuk, mobil mulai melaju meninggalkan mansion.
Sepanjang jalan, Odelia memakan sandwich bikinan mamanya sambil memainkan ponsel. Pesan yang dia kirimkan ke Edgar belum dibaca sama sekali.
Mobil sedan hitam berhenti di depan gerbang, supir turun lebih dulu kemudian membukakan pintu untuk Odelia.
"Papa hati-hati ya."
Alan mengangguk, dia memeluk tubuh Odelia lalu membubuhkan kecupan ke kepala gadis itu.
"Odel juga hati-hati, nggak boleh bertingkah."
"Siap papa."
Odelia turun dari mobil papanya, dia melihat sudah ada sekitar sepuluh bus besar yang berada di sekolahnya.
Tin.
Tin.
Odelia terkejut saat mendengar klakson mobil, dia bahkan sampai memegangi dadanya saking terkejutnya.
"Sialan, siapa sih tuh? Mentang-mentang gue jalan kaki seenak jidat ngagetin gue." gumam Odelia kesal.
Sampai di sekolah, Odelia langsung pergi ke kelas sambil menggerutu.
"Wihh, bawa apa tuh?" tanya Cessa.
"Cemilan buat nanti di bus." jawab Odelia.
Tak lama terdengar dari pengeras suara, seluruh siswa disuruh berkumpul dihalaman untuk apel pagi.
"kita satu bus kan?" tanya Zara.
"Kayanya sih iya, dicampur sama kelas lain juga sih." jawab Cessa.
Setelah selesai melaksanakan apel, mereka kemudian bubar menuju bus masing-masing.
"Odelia."
"Eh Aston."
"Sayang banget kita nggak satu bus." ucap Aston.
Odelia tersenyum canggung. "Gue juga nggak tahu As."
"Del, kita duluan ya. Ntar gue keepin tempat duduk."
Odelia mengangguk. "Oke."
"Gue punya sesuatu buat lo."
Aston mengambil sesuatu dari dalam tas kemudian, dia mengeluarkan sebuah topi berwarna peach lalu memakaikannya ke kepala Odelia.
"Cantik." puji Aston.
"Aston, ini berlebihan nggak sih?" ucap Odelia tak enak.
Bukan apa-apa, Odelia merasa sungkan dengan topi pemberian Aston karena dia tahu harga topi ini tidak murah.
"Udah nggak papa, yuk gue anter ke bus."
"Makasih ya."
Aston mengangguk, mereka berjalan bersama menuju bus satu dimana Odelia duduk.
"Gue ke bus gue dulu ya."
"Bay As."
Setelah Aston pergi, Odelia masuk ke dalam bus. Disana tempat duduk sudah terisi penuh oleh siswa dari kelas IPS 1-3.
"Sini Del." Zara melambaikan tangannya pada Odelia.
Odelia duduk tepat dibelakang kedua sahabatnya.
"Gue sendirian anjir." seru Odelia.
"Kata kepala sekolah tadi harus nyisain satu tempat duduk, nah kebetulan lo belum dateng jadi kita sengaja pasangin sama lo." jawab Cessa.
"Kalian nyebelin deh. Kenapa harus gue?" kesal Odelia.
"Ya mau gimana lagi, cuma tinggal lo doang yang belum dateng. Yang lain udah sama pasangannya masing-masing." jawab Zara.
Odelia mendengus sebal, dia menyandarkan tubuhnya ke kursi sambil bersedekap dada. Dia tak mau duduk dengan orang asing, apalagi dia tak tahu entah siapa yang akan duduk dikursi sebelahnya.
Beberapa bus sudah mulai meninggalkan sekolah, membuat mereka yang berada di bus satu bersorak sambil berdada-dada pada bus yang sudah berangkat.
"Ini jadi berangkat nggak sih pak?" tanya Zara.
"Sebentar. Kita masih menunggu seseorang, ah itu dia sudah datang." jawab guru.
"Siapa sih, ngaret banget." gumam Odelia.
"Maaf semuanya, saya membuat kalian menunggu."
Deg.
Odelia membelakan matanya saat mendengar suara familiar.
"Del, Odel. Lihat ke depan anjir." heboh Zara dan juga Cessa.
Untuk memastikan kecurigaannya, Odelia kemudian berdiri. Mulutnya terbuka lebar saat melihat siapa yang baru saja masuk ke dalam bus.
"Siapa disini yang duduk sendiri?" tanya kepala sekolah.
"Odel pak." seru Zara.
"Iya pak, Odelia duduk sendiri." imbuh Cessa.
"Tuan Edgar, silakan duduk di kursi sebelah Odelia. Dia yang berdiri sambil mangap itu."
Cessa dan Zara menoleh ke belakang setelah mendengar perkataan kepala sekolah mereka. Seketika Zara langsung berdiri lalu menaikan rahang Odelia agar mingkem.
"Jaga image ege. Sultan tujuh turunan nih." Bisik Zara.
Odelia tersadar dari lamunannya, dia segera mengangguk lalu kembali duduk.
Tak lama Edgar datang lalu duduk di sebelah Odelia. Beberapa siswa perempuan berbisik membicarakan Edgar yang ikut berpartisipasi dalam kegaitan outing class sekolahnya. Setelah semua duduk, bus mulai berjalan menuju museum.
"Om, kok nggak bilang mau ikut sih?" bisik Odelia.
Edgar menoleh lalu tersenyum manis. "Kejutan."
Odelia merasa malu, dia bersingut menghadap ke jendela bus sambil senyum-senyum sendiri.
"Ehem, tadi katanya nggak mau duduk sama orang asing." sindir Cessa.
"Mana udah marah duluan lagi." imbuh Zara.
Odelia membelakan matanya, dia sengaja menonjok kursi Cessa dengan keras.
"Ra, kayanya ada gempa deh. Kursi gue goyang sendiri."
Odelia memejamkan matanya kesal, kalau tahu yang akan duduk disebelahnya adalah Edgar maka dia tak akan membuang-buang tenaga untuk marah-marah tadi.
Melihat kejahilan teman Odelia membuat Edgar tersenyum, apalagi saat melihat wajah kesal Odelia yang terlihat lucu.
"Om jangan dengerin mereka ya." lirih Odelia, dia takut teman-teman yang lain tahu jika dia kenal dengan anak pemilik yayasan sekolah mereka.
"Kamu lucu." ucap Edgar sambil tersenyum.
Odelia memukul pelan lengan Edgar untuk melampiaskan salah tingkahnya. Wajahnya bahkan sudah memerah sekarang.
"Kamu udah punya pacar?"
Odelia terkejut mendengar pertanyaan Edgar. "Anjay, sat set banget." batin Odelia.
Tersadar akan apa yang dia tanyakan, Edgar tersenyum kikuk.
"Ah, lupakan saja."
Untuk mengusir rasa canggung diantara keduanya, Odelia mengeluarkan paper bag pemberian mamanya tadi.
"Om, Odel bawa makanan nih."
Odelia menyodorkan toples berisi kukis kering.
"Tenang aja, ini rendah gula kok. Odel takut gemuk soalnya."
Edgar mengangguk lalu mengambil satu kue kering bikinan mama Odelia itu.
"Cess, mereka pdkt nggak sih?"
Cessa mengintip Odelia dari celah kursinya. "Makan kue bareng anjir." ucap Cessa.
Edgar melihat tingkah aneh sahabat Odelia, dia dengan sengaja mengambil toples lalu menyodorkan ke teman Odelia.
"Mau?"
Seketika Cessa langsung menegakkan duduknya, dia terkejut setengah mati. Sedangkan Zara hanya tertawa cekikan.