NovelToon NovelToon
Tawanan Hati Sang Presdir

Tawanan Hati Sang Presdir

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Seiring Waktu / Identitas Tersembunyi / Wanita Karir / Office Romance
Popularitas:14.5k
Nilai: 5
Nama Author: Marthin Liem

Cindy, seorang karyawan yang tiga kali membuat kesalahan fatal di mata Jason, bosnya, sampai ia dipecat secara tidak hormat. Namun, malam itu, nasib buruk menghampiri ketika ia dijebak oleh saudara sepupunya sendiri di sebuah club dan dijual kepada seorang mucikari. Beruntung, Jason muncul tepat waktu untuk menyelamatkan. Namun, itu hanya awal dari petualangan yang lebih menegangkan.
Cindy kini menjadi tawanan pria yang telah membayarnya dengan harga yang sangat tinggi, tanpa ia tahu siapa sosok di balik image seorang pengusaha sukes dan terkenal itu.
Jason memiliki sisi gelap yang membuat semua orang tunduk padanya, siapa ia sebenarnya?
Bagaimana nasib Cindy saat berada di tangan Jason?
penasaran?
ikuti kisahnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marthin Liem, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Scary

👻 Happy Reading 👻

.

.

"Merasa seperti ada yang janggal," ujar Johan dalam suasana penuh kepanikan.

Jason, dan yang lainnya tidak menjawab ucapan mereka, tetapi menginstruksikan kepada yang lainnya lewat gerakan mata agar menghiraukan ucapan ketiga orang tersebut.

"Ayo!" ajak Jason saat satu lengannya melingkar di pinggang Cindy dan melanjutkan langkah kaki mereka menuju pekarangan. Namun, secara mengejutkan, Pak Usep mengacungkan celurit tajam ke arah lima orang tersebut dan tertawa dengan gema yang mengerikan.

"Hahaha... Kalian tidak akan bisa keluar dari sini!" ancamnya. Jason dan lainnya membeliak tajam, keadaan mereka seakan terancam.

Miya pun turut menangis di pangkuan sang Ibu, Ayu berupaya menenangkan putri kecilnya tersebut.

Jason merasa begitu tertantang, ia pun tanpa rasa ragu maju di antara rekan lainnya.

"Jangan kamu pikir aku akan takut," tunjuk Jason ke arah pria tua berwajah pucat tersebut, hingga terjadilah perkelahian sengit di antara mereka.

Beruntunglah, saat Pak Usep hendak memberikan serangan dadakan, Jason terlebih dulu menghindar dengan refleks yang gesit.

"Rasakan ini, Pak tua!" Jason hendak memberikan pukulan telak di bagian dadanya, bahkan pukulan itu bisa di bilang paling mematikan, tetapi anehnya tak mempan sama sekali, pria tua itu tak merasakan sakit apapun, seolah kebal.

"Hahaha..." tawanya meledek.

Berbagai pertahanan diri telah Jason kerahkan, namun semakin lama, ia merasa semakin lemah dan hampir kehilangan tenaga saat menghadapi Pak Usep.

"Ini aneh!" gumam Jason, dengan dadanya yang naik turun berupaya bangkit dan mendapatkan kembali pasokan udara untuk mengisi rongga paru-parunya.

"Jas, sepertinya mereka ini bukan manusia," bisik Johan yang membantunya untuk bangkit.

"Ayo kita lari dari sini!" teriak Willy yang semakin gemetar.

Ayu menyerahkan Miya ke pangkuan Johan, karena ia merasa kesulitan menangani situasi tersebut sambil memangku seorang anak.

Tanpa berpikir panjang, mereka pun berlari, dan tampaknya Pak Usep, Bu Dewi, dan Naomi terus mengikuti langkah mereka dengan santai, tetapi terasa sangat cepat untuk mengejar.

"Aku takut," kata Cindy saat Jason menuntun lengannya ketika berlari, ia mengalami kepanikan yang luar biasa.

"Cepatlah, kita tidak punya banyak waktu!" desak Jason, sampai mereka tiba di halaman belakang, tempatnya terlihat sangat kumuh dengan banyak semak belukar, ranting, dan dedaunan yang berguguran.

Lebih mengagetkan lagi, Jason juga melihat ada kolam di sana, persis seperti yang ada dalam mimpinya. Kedua mata pria itu pun langsung terpaku ke arah kolam yang airnya sangat kotor dan menghitam, serta banyak lumut di pinggirnya.

Tak lama, ke lima orang itu mendengar suara cekikikan, hingga secara serempak menengadah ke atas pohon randu yang berdiri kokoh di depan mereka.

Di dahan pohon randu, ada sesosok makhluk menyerupai wanita mengenakan gaun berwarna merah, wajahnya tertutupi rambut panjangnya yang hitam, dan kaki yang bergerak-gerak. Mustahil, jika itu manusia.

"Tidak usah panik, kita akan menghadapinya bersama-sama," ujar Johan dengan suara yang tegar.

Miya terus menangis, suaranya semakin kencang.

"Ssst... sayang, jangan nangis." Ayu berusaha menenangkan putrinya dengan lembut.

Di depan, terdengar suara tawa mengerikan dari Pak Usep, Bu Dewi, dan Naomi.

"Mau lari kemana lagi, huh?" ejek Pak Usep, sementara Johan dan Jason berdiri tegak di barisan terdepan, siap melindungi para wanita dan juga Willy.

"Biarkan kami pergi dari sini!" teriak Johan dalam keadaan frustrasi yang semakin memuncak, sementara Jason merasakan dirinya seperti dimainkan secara psikologis saat berada di tempat tersebut.

Tiba-tiba, wanita yang sedari tadi duduk santai di atas pohon itu melompat ke bawah, menyebabkan semuanya terkejut.

Cindy berteriak histeris, begitu pula Ayu yang merapatkan tubuh mereka pada Johan dan Jason.

"Aku benar-benar takut," isak Cindy dalam keadaan tubuh gemetar.

"Ayo kita pergi, bagaimanapun caranya kita harus bisa keluar dari sini," bisik Ayu sambil bercucuran air mata, ekspresinya penuh keputusasaan.

Johan mengangguk, matanya memandang yang lainnya secara bergantian.

"Dalam hitungan ketiga, kita lari sama-sama ke arah samping," bisiknya dengan suara tegas, diangguki cepat oleh mereka. "Satu... Dua... Tiga... Go!" lanjutnya, dan ke lima orang itu pun berlari dengan hati berdebar menuju pekarangan depan tempat mobil mereka terparkir, keberanian mereka diuji oleh ketidakpastian yang menyelimuti kegelapan.

Beruntung, mereka berhasil mencapai kendaraan.

Johan bersama istri dan anaknya naik ke dalam mobil mereka, begitu pula dengan Jason yang membawa Cindy dan Willy.

"Ayo cepat, Jas!" desak Willy saat Jason menghidupkan mesin mobilnya, sorot lampu kendaraan itu menyinari gerbang di depan mereka.

Namun, nasib berkata lain saat mereka tiba-tiba dihadang oleh Pak Usep, Bu Dewi, dan Naomi, seakan menghalangi langkah mereka untuk pergi.

Di sisi lain, wanita misterius yang berada di halaman belakang secara mengejutkan tengkurap di atas mobil Johan, wajahnya menghadap ke kaca depan, membuat pria itu sulit berkonsentrasi saat melihat wajahnya yang hancur dan mengerikan.

"Tuhan, lindungilah kami," batin Johan, sementara wanita itu mengetuk kaca jendela depan dengan tangan yang rapuh, menghadirkan suasana yang semakin mencekam dan tak terduga.

Ayu berusaha tenang, memeluk erat putrinya untuk melindungi pandangannya. Mereka berjuang keras untuk menahan kepanikan demi menjaga stabilitas emosi.

Jason, yang penuh frustrasi, mundurkan mobilnya, lalu maju kembali dengan kecepatan penuh, tanpa ragu menabrak tubuh mereka. "Arrghhh!" teriak Jason sambil menginjak pedal gas dengan keras.

Cindy dan Willy, sama-sama menutup mata ketika Jason melakukan aksi yang tak terduga. Namun, keanehan kembali terasa, karena mobil Jason seolah tidak menabrak apa pun, semuanya terasa kosong, hanya ada hembusan angin.

Dalam kebingungan, Jason membunyikan klakson, berusaha menginstruksikan Johan untuk segera melaju setelah upaya ekstrem yang baru saja dilakukannya.

Suasana tegang terasa semakin nyata dengan ketidakpastian yang menyelimuti kejadian itu.

"Jangan melihat ke belakang!" bisik Jason kepada Cindy dan Willy dengan suara serak, mereka pun berkomat-kamit mengucap doa sesuai keyakinan masing-masing, mencoba menenangkan diri di tengah ketegangan yang memenuhi udara.

Kedua mobil itu terus melaju secara beriringan, mengikuti jalanan setapak yang berkelok, suasana gelap dan sunyi menambahkan rasa mencekam karena masih menunjukkan pukul setengah tiga dini hari.

Tidak ada kendaraan lain di sekitar, dan juga tidak ada orang satupun, membuat mereka merasa seperti berada di dunia yang terisolasi dan tak dikenal.

Keadaan tersebut semakin memperkuat sensasi keanehan yang menyelimuti petualangan mereka di malam yang kelam itu.

Jason dan Johan jelas merasakan lelah dan kantuk yang luar biasa saat mereka mengemudi. Namun, sebisa mungkin, mereka menahan rasa itu, ingin memastikan bisa keluar dengan selamat dari desa mengerikan itu.

Ketika waktu menunjukkan pukul 4:00 dini hari, mereka sayup mendengar suara lantunan ayat suci dari toa sebuah surau, menandakan bahwa keadaan telah kembali normal.

Dari jarak beberapa meter, Jason melihat sebuah pasak dengan tulisan 'Desa Batu Kidul' di atasnya, tetapi ia tidak begitu memperhatikannya, sibuk dengan perasaan lega bahwa mereka mungkin sudah di luar dari bahaya.

Hingga akhirnya, ke-lima orang dewasa tersebut memutuskan untuk beristirahat sejenak tepat di depan sebuah warung. Johan dan Jason sama sama memarkir mobil di sisi warung tersebut, merasa lega bahwa perjalanan mereka telah berakhir dengan selamat setidaknya untuk saat ini.

Suasana lega dan rasa syukur memenuhi hati masing-masing saat melangkah keluar dari mobil, berharap untuk menemukan tempat yang nyaman untuk beristirahat sejenak.

Mereka mendengarkan percakapan orang-orang kampung yang mulai beraktivitas menggunakan bahasa daerah yang tak mereka pahami.

"Eh, ada urang kota," sapa seorang ibu pemilik warung dengan ramah saat ke lima orang tersebut memasuki warung itu.

"Bu, boleh kami beristirahat sebentar di sini?" Izin Johan sebagai perwakilan, dan ibu pemilik warung itu pun mengangguk dan senyum.

"Silahkan," jawabnya hangat, sehingga terjalinlah tanya jawab dan obrolan ringan antara mereka. Tak lupa, mereka juga memesan kopi, susu, teh, dan gorengan yang tersaji di sana.

"Memangnya kalian habis dari mana? Kok arahnya kaya dari Batu Kidul?" tanya seorang wanita paruh baya yang akrab disapa Bu Dedeh.

"Ya, kami memang baru pulang dari sana Bu. Kalau diceritakan, kami baru saja mengalami kejadian mistis," jawab Willy sambil menikmati pisang goreng dan bakwan dengan lahap.

Bu Dedeh dan suaminya, Pak Parman, saling pandang dan mengernyitkan kening.

"Loh, bukannya Batu Kidul itu desa mati ya, Kang?" tanya Bu Dedeh kepada suaminya, diangguki setuju oleh Pak Parman.

"Iya, betul. Sejak kejadian tanah longsor tiga tahun lalu, banyak korban jiwa yang tertimbun tanah. Sejak itulah, tempat itu seperti desa mati," terang Pak Parman, menjelaskan dengan serius, membuat Jason dan kawan-kawan terkejut mendengarnya.

Suasana warung menjadi terasa semakin mencekam dengan informasi yang mereka terima tentang Desa Batu Kidul.

Johan menceritakan secara detail pengalaman mereka saat berada di Desa Batu Kidul, membuat orang-orang di warung antusias mendengarkannya.

"Wah, benar di sana memang ada villa, tapi villa itu sudah terbengkalai semenjak kejadian longsor. Bukan hanya di Batu Kidul, tapi juga di Batu Kulon ada villa yang sekarang dijadikan destinasi wisata turis, baik asing maupun lokal. Mungkin kalian kesasar sampai di sana," terang Kurniawan.

Johan menggeleng, merasa tegang. Ia memperlihatkan layar ponselnya, yang menunjukkan perjanjian dengan pengurus villa. Namun, yang lebih mengejutkan, nama pengurus villa itu tertulis Asep, bukan Usep, dan tempat yang seharusnya mereka tuju adalah Batu Kulon, bukan Batu Kidul.

Wajah Johan semakin pucat, kepalanya pening, dan pandangan berkunang-kunang, persis seperti yang dirasakan Jason.

"Sebaiknya kalian beristirahat di pos saja," sarankan Abdul. Mereka mengangguk setuju, dan berencana memulai perjalanan lagi setelah kondisi mereka membaik.

Mereka pun memutuskan untuk tidur di pos, karena di sana tersedia beberapa ranjang pasien yang memang disiapkan untuk keadaan darurat. Cindy yang lelah dan mengantuk segera membaringkan tubuhnya di salah satu ranjang, sementara Jason hanya duduk di kursi, meletakkan kepalanya di bibir ranjang yang kosong.

Kejadian itu masih terpatri jelas di ingatannya, dan ia pun dihadapkan pada kenyataan yang membingungkan antara percaya dan tidak percaya.

Suasana di pos terasa hening, diisi oleh kebingungan dan pertanyaan yang menggelisahkan tentang apa yang sebenarnya mereka alami di Desa Batu Kidul.

Cahaya mentari mulai menampakkan eksistensinya, menyinari Desa Sindangwangi di Kecamatan Batu Kulon.

Suara kokokan ayam, kicauan burung, dan suara hewan ternak seperti sapi dan domba mulai bersahutan, menciptakan suasana desa yang hidup.

Namun, Jason yang sulit tidur sepanjang malam, kembali meraih ponselnya, ingin mencari tahu lebih banyak tentang Desa Batu Kulon.

Apa yang dikatakan orang-orang di warung ternyata benar, desa itu memang dikenal sebagai desa mati. Di layar ponselnya, terpampang beberapa gambaran keadaan desa: villa-villa yang roboh dan terbengkalai, persawahan yang kering dan tandus karena tak terurus.

Semua ini semakin meyakinkan Jason bahwa mereka baru saja tersesat di tengah desa yang ditinggalkan oleh penduduknya.

Johan menghampiri Jason dan Willy.

"Kita pulang sekarang," ajaknya, merasa tubuhnya sudah mulai fit untuk perjalanan pulang.

Jason mengangguk setuju, masih teringat dengan peristiwa janggal yang baru saja mereka alami, dan tidak ingin menghabiskan satu malam pun lagi di desa.

"Ya, mari kita pergi," ajak Jason, membangunkan Cindy yang tampak masih lelah dan mungkin akan mengalami sakit.

"Ayo kita pulang," bisik Jason dengan penuh perhatian, dan gadis itu pun mengangguk, tubuhnya terasa lemah.

Dengan cermat, Jason memangku Cindy ke mobil dan membantunya duduk dengan nyaman.

Setelah berpamitan kepada Pak Lurah dan warga setempat, mereka segera memulai perjalanan pulang.

...

Setelah menempuh perjalanan beberapa kilometer, tepatnya di perbatasan antara desa dan kota, mereka hendak mampir ke restoran lesehan yang kemarin mereka singgahi sebelum menuju villa.

Namun, Jason dan Johan terkejut ketika hendak membelokkan mobil mereka, karena di sana terlihat banyak orang dan mobil polisi.

Para petugas itu sedang menggelandang beberapa pegawai dan pengelola restoran tersebut.

"Ada apa?" batin Jason, merasa khawatir dengan situasi yang tiba-tiba berubah. Tanpa ragu, Jason dan Johan memutuskan untuk keluar sebentar guna mencari tahu penyebab polisi menangkap mereka, padahal sebelumnya tampak baik-baik saja, dan restoran itu selalu ramai pengunjung.

Jason memberanikan diri untuk bertanya kepada salah satu warga di sana.

"Ada apa sih?" tanyanya dengan wajah penuh kebingungan.

"Di restoran ini ternyata makanannya dicampur dengan narkoba," terang Pandu, seorang saksi mata yang memberikan penjelasan tentang kejadian tersebut.

Ia menjelaskan bahwa jenis narkoba paling berbahaya telah mereka bubuhkan ke dalam masakan agar rasanya semakin lezat.

Terang saja, setelah memakan makanan di restoran ini, orang akan mengalami halusinasi yang parah, itulah yang dialami Jason dan yang lainnya. Hingga akhirnya, Jason mulai berspekulasi bahwa kejadian mistis yang dialami saat di villa kemungkinan besar terkait dengan makanan yang mereka konsumsi di restoran tersebut.

Keterangan dari Pandu membuat kebingungan Jason dan Johan semakin bertambah, karena keduanya tidak pernah menduga bahwa masalah yang baru saja dialami bisa berasal dari makanan yang mereka santap dengan santai di restoran sehari sebelumnya.

...

Bersambung...

1
Bilqies
Hay Thor aku mampir niiih...
mampir juga yaa di karya ku /Smile/
Kim Jong Unch: Makasih ya kak
total 1 replies
Arista Itaacep22
lanjut thor
Kim Jong Unch
Semangat
anita
cindy gadis lugu..percaya aja d kibuli alvian.lugu kyak saya😁😁😁😁
Arista Itaacep22
seru thor cerita ny, tapi sayang baru sedikit sudah habis aja
Kim Jong Unch: Makasih, sudah mampir kak. ☺️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!