“Kak, ada yang ingin saya omongin,” Alisha sengaja menunggu Arkana agar tak ada kesalahpahaman di kemudian hari. Biarlah dijalan ia sedikit ngebut agar tidak telat ikut ujian.
“Lain kali aja, aku ada meeting pagi-pagi. Lakukan saja apa yang menurutmu baik aku setuju,” Arkana tak sarapan dan hanya meminum juice yang disiapkan oleh bi Sona.
Kepoin yuk cerita seru mereka. Kisah Faisal Arkana Kaif dan Alisha Mahalini yang dikemas dalam kisah "CINTA BERBALUT EGO"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Roslaniar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CBE # 31 》》MASIH INGAT DENGAN JANJINYA ?!
Saat ini mereka bertiga sedang bersantai di ruang keluarga setelah makan malam yang penuh dengan kehangatan. Mama Alice lalu mulai menagih janji pada putri semata wayangnya. Sebagai seorang istri ia tak tega melihat sang suami setiap hari kelelahan mengurus perusahaannya yang semakin berkembang.
“Masih ingat kan dengan janjinya ?!” Mama Alice membuka pembicaraan. Salah satu sifat wanita bule itu adalah tak memiliki kesabaran yang cukup banyak. Semua harus selesai saat itu juga.
“Tentu ma, hanya saja besok pagi aku harus ke rumah sakit melapor bahwa aku sudah kembali. Jadi kalau mama sama papa setuju, aku ke perusahaan agak siang.” Alisha menjelaskan kegiatannya esok hari agar sang mama tak lagi salah paham terhadapnya. Kali ini Alisha tak akan mengecewakan pasangan yang sangat bersejarah dalam proses keberadaannya di dunia ini.
“Ingat Al, mama gak mau lagi mendengar penolakan. Kamu gak ada pilihan selain menggantikan papa. “ Tegas mama Alice tak ingin dibantah. Ia tak ingin didahului oleh papanya sendiri yaitu Jonathan Smith untuk merekrut Alisha. Mama Alice tahu jika sejak dulu Jonathan Smith sudah mempersiapkan putrinya itu untuk menangani perusahaan.
“Tentu ma, Al sangat siap untuk menggantikan papa. Hanya saja Al juga tak mungkin meninggalkan profesi yang mulia ini. Untuk itu Al akan berdiskusi dan mengatur jadwal dengan pihak rumah sakit,” Alisha sangat mencintai profesinya. Ia sudah sejauh ini bahkan belajar hingga ke negeri China agar metode pengobatannya lebih baik.
“Ya sudah, besok siang papa tunggu di kantor,” Pak Ahmad menengahi pembicaraan sang istri dengan putrinya yang mulai memanas. Mama Alice terlalu curigaan pada Alisha padahal maksud putrinya itu sangat baik. Alisha tak ingin mengorbankan profesinya yang sangat mulia. Jiwanya ada pada dokter, sejak kecil memang bercita-cita ingin menjadi dokter yang hebat.
“Pasti pa,” Alisha tersenyum manis menatap sang papa. Pria yang segala usaha dan upaya sehingga membuatnya hadir di dunia ini.
“Setelah menggantikan papa, ingat segera cari pendamping. Umurmu sudah matang untuk berumah tangga lho,” Mama Alice benar-benar tak memberi kesempatan Alisha untuk menikmati kepulangannya ke tanah air.
Hal yang paling dibenci oleh Alisha saat berkumpul dengan mamanya adalah desakan untuk segera berumah tangga. Bukannya Alisha tak ingin, hanya saja ia masih ingin menikmati masa yang terbuang sia-sia selama pernikahannya terdahulu. Kala itu Alisha masih sangat muda sehingga dengan bodohnya berharap Arkana menerimanya suatu hari nanti.
Walaupun sebenarnya Alisha sekaligus memanfaatkan kesempatan untuk menyelesaikan kuliahnya. Alisha pun tak pernah melakukan hal yang berarti untuk pernikahannya. Semua ia lakukan agar sang mama tidak memarahinya karena terus-terusan membangkang. Hingga pada akhirnya wanita yang telah melahirkannya itu tak dapat berbuat apa-apa.
“Ma, biarkan Al menikmati sejenak udara Indonesia. Al pasti akan menikah tapi bukan sekarang.” Alisha menatap mama Alice sambil tersenyum semanis madu. Sungguh Alisha tak bisa menatap tajam mamanya. Meskipun perasaannya tak bisa digambarkan dengan kata-kata saking kesalnya.
“Tapi jangan terlalu lama memilih, kalau sudah ada yang cocok segera kenalkan dengan kami,” Kali ini pak Ahmad yang angkat bicara setelah beberapa saat terdiam dan menjadi pendengar setia.
“Oh astaga papa, please jangan ikut-ikutan mama deh. Al masih betah sendiri, “ Sekali lagi Alisha menegaskan keinginannya yang sama sekali tak tertarik dengan pembicaraan kedua orang tuanya.
Pak Ahmad dan mama Alice hanya bisa saling melempar tatapan. Pak Ahmad tak ingin mengulang kesalahannya dimasa lalu. Dan menghadapi kemarahan papa mertuanya yang telah mewanti-wanti agar membiarkan Alisha memilih sendiri pasangannya. Terus terang saja, pak Ahmad sangat bersyukur karena papa mertuanya itu tak mengganggu perusahaannya sebagai bentuk protesnya akan perbuatannya pada Alisha.
“Papa sama mama selalu mendukungmu, sayang. Siapapun pilihanmu kami hanya bisa mendoakan yang terbaik untukmu,” Mama Alice mengelus pucuk kepala putri tunggalnya. Walau dalam hati mama Alice sangat menginginkan agar putrinya segera menikah namun kali ini ia tak ingin memaksa.
“Thanks ma, pa,” Alisha tersenyum lebar. Kini ia bisa lebih tenang. Semoga saja mamanya itu tak berubah pikiran. Alisha tak bisa membayangkan jika saja hal itu terjadi. Dunianya pasti jungkir balik dan tak ada ketenangan.
Tak ada lagi yang mereka bicarakan. Malam kian larut hanya suara televisi dan suara binatang malam yang terdengar bagaikan sebuah irama. Kesunyìan kembali melanda ruang keluarga tersebut. Ada rasa iba melihat kedua orang tuanya yang menggantungkan berjuta harapan padanya namun yang paling pasangan paruh baya itu inginkan justru tak dapat dipenuhi oleh Alisha.
‘Maafkan Al,’ Rintih Alisha dalam hati. Sungguh ia belum siap untuk membina rumah tangga. Bukan karena tak ada pria yang mendekatinya, hanya saja tak ada diantara mereka yang bisa membuat jantungnya berdebar.
“Ma, pa, Al istirahat dulu,” Alisha memecah kesunyìan. Ia bosan menonton film yang tak bermutu menurutnya.
Papa dan mamanya sangat menyukai film romantis sementara Alisha lebih menyukai film action dan film laga. Menurutnya film tersebut lebih seru dan menantang.
Seperti biasa sebelum tidur, Alisha memeluk dan mencium pipi mama dan papanya. Sudah menjadi sebuah tradisi bagi mereka. Alisha lalu berjalan ke arah kamarnya dan segera menutup pintu setelah berada di dalam kamar.
Sebenarnya Alisha belum mengantuk, hanya saja moodnya terlanjur sedikit memburuk karena kata-kata sang mama tersayang. Jadilah Alisha membuka-buka lagi meja belajarnya. Sebuah senyuman membingkai wajah cantiknya tatkala menemukan foto kedua sahabatnya semasa berada di penjara suci. Foto beserta nomor ponsel mereka.
‘Semoga saja mereka gak ganti nomor, ‘ Batin Alisha membayangkan masa-masa indah mereka. Walaupun saat itu Alisha merasa sangat tersiksa akan tetapi pada masa sekarang ia menganggapnya sebagai masa terindah dan tak akan terlupakan. Bertemu dengan dua gadis manis yang menjadi sahabatnya.
Pikiran Alisha mundur ke beberapa tahun yang lalu. Ia bernostalgia sendiri tentang kehidupannya di pesantren bersama kedua sahabatnya. Hingga pada akhirnya ia menarik napas sepenuh dada dan membuangnya secara kasar kala hayalannya tiba pada pernikahannya dengan cucu pemilik pesantren,
“Kenapa harus mengingat dia ?” Gumam Alisha tak tenang. Peristiwa paling kelam dalam kisah hidupnya namun cukup membuatnya gelisah. Entah mengapa setiap mengingat pernikahannya itu perasaan Alisha sulit dilukiskan dengan kata-kata.
“Ya Tuhan, jangan pernah pertemukan kami ,” Alisha menengadahkan kepalanya menatap langit-langit kamarnya seraya mengangkat kedua tangannya berdoa. Alisha benar-benar tak berharap untuk bertemu dengan Arkana saat ini dan seterusnya.
Puas memandangi foto mereka bertiga, Alisha memutuskan untuk berbaring dan memejamkan mata. Jam sudah menunjukkan pukul 00.05. Ia tak ingin terlambat bangun dan mengacaukan jadwal yang sudah disusunnya. Akhirnya mata dengan manik biru setenang lautan itu terpejam meraih mimpi indahnya.
sy suka dgn cerita2 nya.