NovelToon NovelToon
Berjalan Di Atas Luka

Berjalan Di Atas Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam / Pernikahan Kilat / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga) / Dijodohkan Orang Tua / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: Dina Aisha

Hidup hanya untuk berjalan di atas luka, itulah yang dialami oleh gadis bernama Anindira Sarasvati. Sejak kecil, ia tak pernah mendapat kasih sayang karena ibunya meninggal saat melahirkan dirinya, dan ayahnya menyalahkan Anin atas kematian istrinya karena melahirkan Anin.

Tak hanya itu, Anin juga selalu mendapat perlakuan tak adil dari ibu dan adik tirinya.
Suatu hari, ayahnya menjodohkan Anin dengan putra sahabatnya sewaktu berperang melawan penjajah. Anin tak memiliki pilihan lain, dia pun terpaksa menikahi pria bernama Giandra itu.

Bagaimana kisah mereka selanjutnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dina Aisha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hubungan Yang Merenggang

Seminggu kemudian.

Giandra duduk di depan meja makan dengan wajah letih. Sorot matanya sembap, menandakan malam-malam tanpa tidur.

“Di mana Anin?” tanya Giandra pelan sembari mengedarkan pandangan ke sekeliling ruang makan yang terasa hampa.

“Nyonya masih mengurung diri di kamar, Tuan,” jawab Mbok Ella dengan hati-hati.

Giandra bangkit, dan melangkah berat menuju kamar utama. Setibanya di depan pintu, dia memutar gagang pintu, lalu membukanya. Tampak Anin tengah berbaring sembari menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong.

Giandra membuang napas panjang, kemudian menutup pintu perlahan. Dia pun berbalik, melangkah menuju ruang tamu.

“Mbok, saya mau pergi dinas ke Surabaya lagi. Tolong, jaga Anin dan anak-anak ya,” ujar Giandra.

“Iya, Tuan. Saya turut prihatin dengan kondisi Nyonya Anin,” jawab Mbok Ella sembari menunduk dengan wajah berduka.

Giandra terpaku, kemudian berbalik dan melangkah pergi tanpa berkata sepatah pun.

...🌹🌹...

Cahaya matahari menyelinap lembut melalui tirai jendela kamar, dan menimpa wajah Anin yang pucat. Namun, perempuan itu tetap mematung, seolah cahaya tak sanggup menembus gelap yang membelenggu jiwanya.

Anin memeluk erat baju terakhir yang Erna kenakan—aroma samar putrinya masih tertinggal di sana. “Maafin Ibu ... Ibu gagal menjaga kamu dan adikmu,” ucapnya dengan nada lirih.

Tangannya meremas kain itu semakin erat, sementara air matanya mengalir tanpa henti, menetes di antara hela napas yang tersendat.

...🌹🌹...

Beberapa hari kemudian.

Giandra duduk di kursi panjang di taman kota dengan pandangan kosong yang terarah pada bunga-bunga yang bermekaran di sekitarnya.

“Giandra!!” Suara lantang memecah lamunannya. Giandra menoleh sekilas, mendapati Tiara berdiri tak jauh dengannya. Perempuan itu tersenyum, Giandra hanya menghela napas.

“Kenapa kamu sendirian di taman?” tanya Tiara, kemudian duduk di sebelahnya.

“Lagi mau sendiri aja,” jawab Giandra datar.

Tiara terdiam sejenak, kemudian menepuk bahu Giandra pelan. “Kamu yang tabah ya. Aku tahu anak kembar kamu meninggal dua-duanya, kan? Aku dan Ibu turut berdukacita,” ucapnya tulus.

Giandra melirik tangan Tiara yang menyentuh bahunya, kemudian menghela napas berat. “Makasih. Tumben kamu ke Surabaya, ada urusan apa?”tanyanya tanpa basa-basi.

“Aku ada bisnis di sini. Kamu sendiri kenapa ke Surabaya?” Tiara bertanya balik.

“Ada proyek pembangunan,” jawab Giandra.

“Oh gitu. Gimana kalau kita makan bareng di rumah makan punya Ibuku? Daripada ngobrol di sini, panas,” usul Tiara.

“Hmm, boleh,” sahut Giandra, mengangguk kecil.

“Oke deh. Ayo pergi!” seru Tiara antusias.

Dia berdiri, mengulurkan tangan. Giandra mengernyit. “Ngapain?” tanyanya datar.

“Dulu kamu selalu genggam tangan aku. Siapa tahu sekarang kamu mau genggam lagi,” jawab Tiara sembari tersipu malu.

Giandra bangkit, kemudian berjalan melewati Tiara tanpa menatapnya. “Yuk pergi.”

Tiara mengerucutkan bibir, menatap punggung pria itu dengan sorot mata kecewa. “Kenapa Giandra susah banget tergodanya?” gerutunya.

Giandra menoleh sekilas. “Jadi nggak? Kalau nggak, aku balik ke proyek.”

“Jadi!!” seru Tiara cepat.

Dia berlari kecil, menyusul langkah Giandra yang semakin menjauh, dan mereka pun meninggalkan taman kota tersebut.

...🌹🌹...

Di sisi lain, Anin berjongkok di depan dua makam kecil bertuliskan Erna dan Erni. Jemarinya gemetar saat menyentuh papan nisan yang masih lembap. Pandangannya tertancap pada tanah yang baru ditaburi bunga dan air mawar.

“Ya Allah ... Apa kesalahan hamba sampai Engkau mengambil dua putri hamba sekaligus?” tanyanya lirih, disertai tangis yang pecah.

Butiran air mata jatuh membasahi nisan, menyatu dengan tanah yang masih basah. “Tidak cukupkah Engkau mengambil Ibu dari hidup hamba?” tambahnya dengan suara bergetar.

Anin menunduk, kemudian memeluk kedua makam kecil itu, dan terisak kencang hingga tubuh mungil bergetar.

Satu jam kemudian, Anin melangkah berat di trotoar dengan tatapan kosong. Langkahnya terhenti sejenak, kemudian hendak menyeberang tanpa menoleh ke arah sekeliling.

“Awas, Anin!!” teriak seseorang.

Anin menoleh ke sisi kiri—sebuah mobil melaju kencang ke arahnya. Tiba-tiba seseorang menarik tangannya, membuatnya terjatuh ke dalam pelukan seorang pria yang tampak familier.

“Kenapa kamu langsung nyeberang aja? Jelas-jelas tadi ada mobil. Kalau kamu ketabrak, gimana?” tanya pria itu dengan nada mencecar.

Anin terpaku, menatap wajah pria itu. “Restu ...” ucapnya pelan, hampir tak terdengar.

Restu terdiam, menatap Anin yang wajahnya sembap dan mata bengkak. “Kamu kenapa?”

Anin menunduk, lalu tangisnya pecah lagi.

“Hei, jangan nangis ... Kalau ada masalah, kamu bisa cerita sama aku,” ujar Restu lembut.

“Anakku ....”

“Anakmu kenapa?” Restu menatapnya cemas.

“Meninggal ...” jawab Anin lirih, di sela isaknya.

“Innalillahi ... Aku turut berdukacita. Aku yakin anakmu pasti sudah bahagia di surga,” tutur Restu mencoba menenangkan.

Namun, tangisan Anin justru semakin keras. Restu menghela napas panjang, kemudian memegang Anin dengan hati-hati.

“Anin harus kuat! Jangan terus larut dalam kesedihan ya ...” tuturnya lagi.

Anin mendongak, menatap Restu dengan mata yang memerah dan basah. Tiba-tiba rintik hujan turun, dan mengguyur mereka.

“Kok hujan? Padahal cerah,” tanya Restu heran.

Dia menatap Anin yang tetap mematung di bawah hujan. Restu langsung melepas jaketnya, merentangkan di atas kepala Anin.

“Aku antar ya. Aku nggak mungkin ninggalin kamu sendirian apalagi hujan,” ujarnya lembut.

Anin mengangguk kecil, mengikuti Restu yang menuntunnya menuju mobil, di bawah guyuran hujan yang menghapus jejak air matanya.

1
Dina Aisha
anin emg agak lola org nya 🤣🤣
Adi Sudiro
si anin lebai bukanya minta pertolongan atau telfon polisi..... halah cerita 🤭🤭🤭🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!