Galexia Ranendra, gadis bebas, bar bar, seenaknya, tidak mau di kekang oleh aturan apa pun, terpaksa di persatukan dengan banyak aturan bersama seorang pria yang bernama Pradivta Agas. Pria yang di pilihkan oleh kedua orang tuanya untuk menjadi partner hidup tanpa persetujuan darinya.
Bahkan Galexia tidak tahu dengan jelas siapa pria berwajah manis dan berkulit bersih yang selalu berusaha menarik perhatiannya.
Lalu bagaimana setelah Galexia tahu kalau Pradivta adalah pria penjual es doger yang sudah membuatnya kesal karena merasa di PHP? Dan artinya Pradivta adalah seorang Intel.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Defri yantiHermawan17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mau Bagaimana lagi, Sudah Jodohnya
Selepas Galexia mengetahui identitas Pradivta yang sebenarnya, gadis itu lebih banyak diam. Bukan hanya mendiamkan orang tuanya lebih tepatnya Galaska, termasuk juga Pradivta. Seperti sekarang ini, Galexia terus saja berbicara dengan Eyang Sari sembari membantu wanita tua itu memasak untuk makan malam. Tapi dia enggan berbicara pada Pradivta walau hanya sekedar basa basi.
Eyang Sari yang mengetahui kalau calon cucu menantunya ternyata sudah tahu identitas asli sang cucu hanya bisa menghela napas kasar.
Mau bagaimana lagi, dia sudah menduga kalau gadis itu pasti akan tahu cepat atau lambat tanpa harus di beri tahu.
Dan beruntungnya walaupun Galexia tahu kalau Eyang Sari juga terlibat dengan kedua orang tuanya, entah kenapa dirinya terlihat tidak tega saat harus menolak permintaan wanita tua itu, apa lagi sampai mendiamkan wanita baik yang akan menjadi Eyang mertuanya tersebut. Terlebih Eyang Sari baru saja pulih dan sehat, dia tidak mau kalau sampai Eyang Sari kembali drop karena penolakannya.
"Maaf kalau kami sudah membuat kamu kesal, Nak Xia. Jujur Eyang enggak bermaksud untuk-,"
"Enggak apa apa Eyang." sela Galexia cepat.
Dia tidak mau Eyang Sari terus saja meminta maaf kepada soal identitas cucunya yang sengaja di sembunyikan darinya. Nasi sudah menjadi bubur, lagian mau bagaimana pun dirinya tidak bisa menolak, kalau pun bisa dan mau pasti akan ada timbal baliknya nanti.
Berhadapan dengan Sang Opa- Nagara, jujur Galexia tidak mau. Dirinya tidak memiliki nyali saat Sang Opa turun tangan, dan setelah di pikir lagi tidak mungkinkan Nagara menjodohkan dirinya dengan pria yang tidak dikenalnya secara dekat. Opa nya pasti sudah mengenal Pradivta dan keluarganya secara luar dan dalam.
"Kamu pasti tertekan karena punya calon suami yang banyak aturan. Padahal yang Eyang tau, Nak Xia paling enggak suka sama yang namanya aturan ketat,"
Galexia menoleh, gerakan tangannya terhenti, dia menghembuskan napas pelan saat melihat senyuman tipis Eyang Sari. Senyuman sendu yang belum pernah dia lihat sebelumnya, jujur rasanya tidak enak untuk dilihat.
Galexia tidak tahu harus berkata apa untuk membalasnya. Dia tidak mungkin mengiyakan perkataan Eyang Sari bukan? Walaupun sebenarnya apa yang di ucapkan wanita tua itu tidak ada yang salah, tapi Galexia tidak ingin membuat calon Eyang mertuanya semakin kalut.
"Mungkin sudah jodohnya, Eyang. Jalanin aja, do'ain biar Xia bisa nurut sama aturan yang ada. Ya walaupun mungkin sekali sekali bakalan gak nurut." Galexia menggaruk pipinya kikuk saat mengatakannya. Gadis itu menghela napas pelan kala melihat senyuman Eyang Sari, kali ini bukan lagi senyuman sendu melainkan senyuman penuh harapan.
Dia yakin saat ini Eyang Sari tengah berdoa pada Tuhan agar dirinya bisa menghadapi kenyataan kedepannya nanti. Helaan napas Galexia kembali terdengar, kedua tangannya kembali sibuk memotong sayuran yang akan di jadikan makan malam untuk mereka.
Ekor mata Galexia menangkap siluet seseorang tengah bersidekap dada di ambang pintu dapur. Dia ragu untuk menoleh, tapi yakinlah kalau Galexia tahu siapa orang itu.
Pradivta Agas
"Nak,"
Panggilan itu membuat sang gadis tersentak, dia menoleh pada Eyang Sari. Sudut bibirnya terangkat perlahan kala melihat wanita tua itu meminta sayuran yang tengah dia potong.
"Mending sekarang kamu mandi, biar Eyang yang kerjakan. Udah sore gak baik anak perawan mandi kesorean,"
Galexia tidak menyahut, dia hanya mengangguk menuruti ucapan calon Eyang mertuanya. Sang gadis segera menyudahi kegiatannya, dia melepaskan celemek dan berbalik. Bertepatan dengan Pradivta yang sedang menatap ke arahnya hingga netral keduanya bertemu. Pria itu menegakan tubuhnya kala melihat gadis yang menjadi calon istrinya itu mendekat.
Pradivta berusaha mengulas senyum, dia terlihat begitu berharap kalau Galexia akan berbicara padanya. Namun ekspetasi yang tidak sederhana itu tidak terwujud, sang gadis melewatinya begitu saja enggan menatap ke arahnya.
Pria itu berdecak, dia menghela napas kasar lalu kembali berbalik mengejar calon istrinya yang selama beberapa hari ini mendiamkannya.
"Xia, Xia aku mau bicara!"
Pradivta meraih lengan calon istrinya. Dia menatap penuh harap ketika Galexia berbalik namun menatap dingin dan datar padanya. Wajah yang biasanya terlihat judes namun sexy itu bagitu mengganggu dirinya, Pradivta lebih memilih Galexia memaki atau memarahi dirinya, bahkan bila perlu mengajaknya bertengkar dari pada didiamkan seperti ini, sungguh rasanya tidak enak.
"Aku salah. Iya, aku sudah salah karena enggak jujur dari awal sama kamu. Aku minta maaf untuk itu, tolong jangan seperti ini. Aku bingung harus apa, mending kamu maki aku, marah marah, atau mungkin pukul aku saja bila perlu. Jangan diam seperti ini, aku enggak sanggup, sumpah." Pradivta memberanikan diri untuk menggenggam kedua tangan Galexia. Membawanya ke arah dada, meletakannya tepat di dekat jantungnya yang tengah berdetak hebat.
"Xia, tolong jangan-,"
"Udah mau magrib. Bukannya kamu punya tugas buat ngawasin lokasi balap liar buat mastiin kalau disana enggak ada lagi yang transaksi narkoba, terus ngapain masih berantakan kayak gini? Udah gak niat jadi Intel?!" tukasnya.
Galexia akhirnya berbicara walaupun dengan nada datar. Bahkan panggilan yang biasanya lo gue sudah dia ganti, cukup nyaman untuk di dengar walaupun bukan Mas. Tidak mungkin dia memanggil lo pada Pradivta saat Eyang Sari tengah menguping mereka saat ini, Galexia tahu itu pasti akan menurunkan wibawa Pradivta.
"Aku bakalan izin malam ini kalau masalah kita belum-,"
"Sebenernya ini masalah kamu Mas sama Papa terus yang lainnya juga bukan masalah kita. Udahlah gak usah dibahas, gak mungkin juga kan aku nyuruh kamu keluar dari kepolisian terus jadi tukang sate aja, walaupun sebenernya mending kamu jadi tukang sate dari pada abdi negara yang banyak aturan."
Pradivta menghela napas pelan mendengar penuturan Galexia. Gadisnya masih marah dan belum sepenuhnya menerima dirinya sebagai abdi negara, walaupun jarang memakai pakaian kebesarannya tapi tetap saja namanya tercatat sebagai anggota kepolisian di negara ini.
"Kenapa masih disini? Udah sana siap siap, temen kamu pasti udah nunggu di kantor!" Galexia melepaskan cekalannya, dia melenggang pergi meninggalkan Pradivta yang masih mematung menatap punggung indah miliknya.
Pria itu terlihat menunduk, dia menyugar rambutnya kasar lalu mendongak sembari memejamkan kedua matanya.
"Oh iya, aku enggak bisa nginap. Aku harus ketemu sama temen,"
Pradivta menatap pada Galexia dan menaikan sebelah alisnya.
Bertemu teman? Siapa?
"Aku antar!" putusnya.
Kali ini giliran Galexia yang menaikan satu alisnya, sudut bibirnya berkedut kala melihat ekspresi yang Pradivta tunjukan saat ini.
"Enggak usah, aku bisa berangkat sen-,"
"Aku antar!" selanya penuh penekanan dan tidak ingin di bantah.
Kali ini Galexia tidak menyahut, gadis itu terdiam lalu berbalik meninggalkan Pradivta sembari bergumam.
"Terserah," dia pasrah, karena Galexia yakin kalau pun memaksa Pradivta tetap akan memasang banyak mata untuk mengawasinya.
lirikan mu neng🤣🤣🙈🙈🙈
lanjut ke Tiger ugerrrr 😁😁😁
Bagus ceritanya buat aq senyum" sendiri di dukung dg visual tmbah keren skaleeee👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻