Jaka, pemuda desa yang tak tahu asal-usulnya, menemukan cincin kuno di Sungai Brantas yang mengaktifkan "Sistem Kuno" dalam dirinya.
Dibimbing oleh suara misterius Mar dan ahli spiritual Mbah Ledhek, ia harus menjalani tirakat untuk menguasai kekuatannya sambil menghadapi Bayangan Berjubah Hitam yang ingin merebut Sistemnya.
Dengan bantuan Sekar, keturunan penjaga keramat, Jaka menjelajahi dunia gaib Jawa, mengungkap rahasia kelahirannya, dan belajar bahwa menjadi pewaris sejati bukan hanya tentang kekuatan, tetapi tentang kebijaksanaan dan menjaga keseimbangan dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ali Jok, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Modul Pembelajaran dan Pengkhianatan Terselubung
Mereka bilang pengetahuan adalah kekuatan. Tapi yang tidak mereka beri tahumu adalah bahwa terlalu banyak pengetahuan bisa membuatmu melupakan hal-hal penting seperti sarapan, atau fakta bahwa kamu punya teman-teman yang nyata dan bukan sekadar simulasi hologram.
Setelah pertempuran epik melawan Jin Air, sesuatu yang aneh terjadi. Mar, si asisten AI-ku yang biasanya hanya memberi laporan singkat, tiba-tiba berubah menjadi guru privat yang super cerewet.
"Modul Pemula diaktifkan. Selamat datang, Pewaris. Mari optimalkan penggunaan sistem."
Di dalam kepalaku, sebuah antarmuka holografik biru terbentang. Ibaratnya, Mar yang dulu hanya aplikasi catatan sederhana, sekarang berubah menjadi pusat kontrol NASA. Ada menu-menu dengan aksara Jawa, diagram alir energi yang berkedip-kedip, dan statistik yang membuatku pusing. Sungguh, siapa yang perlu tahu bahwa "Efisiensi Aliran Energi Kuadran 3" ku hanya 47%?
"Fitur utama yang kini tersedia: Analisis Musuh, Simulator Tempur, dan Monitor Efisiensi Energi."
Aku menghela napas. "Aku hanya ingin bisa membuat tameng air tanpa pingsan, Mar. Bukan jadi ahli teori."
"Pemahaman mendasar diperlukan untuk pemanfaatan optimal."
Sejak saat itu, aku terobsesi. Aku bagaikan zombie yang kecanduan game. Aku mengabaikan panggilan sarapan, yang bagi seorang remaja adalah dosa besar, melupakan latihan pagi dengan Mbah Ledhek, dan bahkan tidak menyadari Sekar yang sudah berkali-kali menawarkan ramuan penyembuhan dengan wajah yang semakin khawatir.
"Jaka," panggil Sekar untuk ketiga kalinya, suaranya mulai kesal. "Kau belum makan sejak kemarin. Bahkan petinju beristirahat di antara ronde."
Tapi aku tidak mendengarnya. Aku sedang sibuk dikalahkan oleh simulasi Banaspati untuk kesepuluh kalinya di Battle Simulator. Dalam pikiranku, aku melihat diriku sendiri dihajar habis-habisan.
"Simulasi gagal. Tingkat keberhasilan: 45%. Rekomendasi: Tingkatkan kecepatan reaksi 0,3 detik dan pelajari pola serangan musuh 3A."
"Aduh, sudah kubilang aku bukan mesin!" keluhku frustasi.
Dari kejauhan, Mbah Ledhek mengamati dengan tatapan cemas. "Dia seperti orang kesurupan, Retno," bisiknya pada Eyang Retno. "Jari-jemarinya menari-nari di atas pangkuannya seperti sedang mengetik sesuatu."
Eyang Retno mengangguk khawatir. "Sistem itu memberinya pengetahuan, tapi mengambil kemanusiaannya. Itu harga yang terlalu mahal."
Sementara itu, di balik pepohonan, Galih mengamati dengan perasaan campur aduk. Tangannya menggenggam erat secarik kertas yang isinya membuat perutnya mual "Laporkan perkembangan sistem. Atau adikmu akan menderita."
Dia terjebak. Mengkhianati teman atau membiarkan adik perempuannya yang berusia sepuluh tahun disakiti.
Siang hari, saat yang lain beristirahat, aku iseng mencoba fitur Enemy Analysis. Aku memindai Sekar yang sedang membersihkan pedangnya di seberang sungai.
"Subyek: Sekar. Tingkat ancaman: Rendah. Kelemahan: Terlalu mengandalkan kekuatan fisik. Kemungkinan strategi penyerangan: Gunakan serangan jarak jauh dan eksploitasi—"
"Hentikan!" Aku mematikan analisis itu dengan jijik. "Dia temanku, bukan NPC dalam game!"
"Analisis obyektif diperlukan untuk mempersiapkan segala skenario."
"Tidak untuk teman," batinku dengan tegas. Keputusan itu ternyata tepat.
Tak lama kemudian, Sekar mendekatiku dengan wajah serius. "Ada sesuatu yang tidak beres, Jaka," bisiknya, duduk di sampingku. "Serangan Jin Air kemarin... mereka tahu persis titik lemah kita. Seperti ada yang membocorkan informasi."
Aku langsung waspada. "Kau pikir ada pengkhianat?"
Sekar mengangguk pelan. "Galih bertingkah aneh. Dia sering menghilang di malam hari, dan paginya terlihat sangat lelah."
Aku teringat fitur baruku. "Mar, bisakah kita scan aktivitas mencurigakan?"
"Aktivasi Area Surveillance Mode. Memindai jejak energi asing..."
Beberapa detik kemudian, Mar melaporkan temuan yang membuat darahku membeku.
"Jejak energi gelap terdeteksi di gubuk timur. Cocok dengan signature energi Jin Air."
Aku dan Sekar saling pandang. Gubuk timur adalah tempat Galih tinggal.
Malam harinya, kami menyelinap mengikuti Galih yang keluar dari padepokan dengan gelap. Dari balik semak, kami melihatnya berbicara dengan bayangan tak berbentuk.
"... sistemnya sudah aktif. Dia bisa menganalisis kekuatan kita," kata Galih dengan suara bergetar.
Bayangan itu mendesis. "Kau harus mencuri datanya. Tuan menginginkan informasi itu."
"Aku tidak bisa! Itu terlalu berisiko!"
"Kalau kau tidak mau, adikmu akan—"
Sebelum bayangan itu menyelesaikan ancamannya, Sekar melompat keluar. "Jadi ini yang kau lakukan, Galih? Mengkhianati kita semua?"
Galih terkejut, wajahnya pucat pasi. "Sekar! Bukan... bukan seperti yang kau pikir—"
Bayangan itu langsung melemparkan energi gelap ke arah Sekar. Aku yang sudah bersiap segera memblokir dengan tameng air kecil—yang kali ini tidak membuatku pingsan, hore untuk kemajuan kecil!
"Lari, Galih! Laporkan pada—" teriak bayangan itu sebelum menghilang.
Tapi sudah terlambat. Mbah Ledhek, Eyang Retno, dan Banaspati sudah mengelilingi kami. Wajah mereka penuh kekecewaan yang lebih menyakitkan daripada tamparan.
"Benarkah, Galih?" tanya Eyang Retno dengan suara sedih. "Kau bekerja sama dengan mereka?"
Galih terjatuh ke tanah, tubuhnya menggigil. "Mereka menculik adikku... mengancam akan menyiksanya jika aku tidak membantu." Air matanya bercucuran. "Aku tidak punya pilihan!"
Aku merasakan sakit di hati. Aku bisa membayangkan rasa putus asanya. "Di mana adikmu sekarang?" tanyaku lembut.
"Di gua sebelah barat," isak Galih. "Dijaga dua Jin Air."
Tanpa pikir panjang, aku mengaktifkan Battle Simulator.
"Memuat data lokasi gua. Menganalisis kekuatan penjaga. Menjalankan 127 skenario penyelamatan..."
Dalam hitungan detik, puluhan kemungkinan bermain di pikiranku. Aku melihat setiap jalur, setiap risiko.
"Aku punya rencana," ucapku tiba-tiba, membuat semua orang terkejut. "Tapi kita harus bergerak sekarang."
Dengan bantuan sistem, kami menyusun strategi yang sempurna. Seperti tim heist dalam film, tapi dengan lebih banyak mantra dan kurangnya mobil keren.
Semuanya berjalan mulus, sampai tiba-tiba sistem memberikan peringatan mengejutkan.
"Peringatan: Anomali energi terdeteksi. Signature tidak sesuai dengan data simulasi."
Tapi peringatan itu datang terlambat. Saat kami masuk ke gua, yang kami temukan bukan hanya adik Galih, tapi juga perangkap yang sudah dipersiapkan.
Bayangan Berjubah Hitam muncul dari kegelapan, tertawa puas. "Aku tahu kau akan datang, Pewaris. Dan kau membawa serta sistemnya yang berharga."
Aku terkecoh. Galih telah memancing kami masuk perangkap.
"Maaf, Jaka," bisik Galih sambil menunduk. "Mereka mengancam akan membunuh adikku jika aku tidak menipu kalian."
Sekarang kami terjebak. Bayangan Berjubah Hitam mendekatiku.
"Serahkan sistemnya, anak muda. Atau semua orang di sini akan mati."
Aku berada dalam situasi yang mustahil. Jika melawan, semua bisa terluka. Jika menyerah, sistem akan jatuh ke tangan yang salah.
Tiba-tiba, suara Semar terdengar dalam hatiku, lembut namun jelas "Kekuatan sejati bukan di sistem, tapi di hatimu. Percaya pada instingmu."
Aku menutup mata, mengambil napas dalam-dalam. Daripada mengandalkan sistem, aku mengosongkan pikirannya dan mendengarkan suara hatinya.
Dan sesuatu yang ajaib terjadi.
Tanpa perintah, tanganku bergerak sendiri. Air dari dinding gua mulai menetes, membentuk pola-pola aneh. Angin berhembus membisikkan sesuatu.
"Kau tidak menginginkan sistem," ucapku tiba-tiba, mataku terbuka dengan keyakinan baru. "Kau ingin kunci untuk membuka segelnya, bukan?"
Bayangan Berjubah Hitam terkejut. "Bagaimana kau—"
"Air memberitahuku," jawabku misterius. "Mereka bercerita tentang segel kuno yang mengunci kekuatan sejati sistem. Dan kau tidak bisa membukanya tanpa pewaris yang rela."
Dalam sekejap, situasi berbalik. Sekarang akulah yang memegang kendali.
"Lepaskan adik Galih dan jamin keselamatan semua orang," kataku dengan wibawa yang mengejutkan diriku sendiri. "Atau kau tidak akan pernah mendapatkan yang kau inginkan."
Bayangan Berjubah Hitam menggeram marah, tapi akhirnya mengalah. Dengan gerakan tangan, Jin Air melepaskan adik Galih.
"Ini belum berakhir, Pewaris," gertaknya sebelum menghilang.
Kembali ke padepokan, suasana berat melanda. Galih dan adiknya diampuni, tapi dia memilih meninggalkan padepokan untuk melindungi orang-orang yang dicintainya.
Malam itu, aku duduk sendirian di tepi sungai. Mar berbicara padaku.
"Analisis: Reaksi intuitifmu memiliki efektivitas 98%, lebih tinggi dari simulasi mana pun. Bagaimana kau melakukannya?"
Aku tersenyum. "Kadang kita harus berhenti berpikir dan mulai merasa, Mar. Sistem adalah alat, tapi kebijaksanaan datang dari hati."
Dia akhirnya memahami. Pelajaran itu lebih berharga dari fitur mana pun dalam sistem.
Sementara itu, jauh di kegelapan, Bayangan Berjubah Hitam melaporkan pada tuannya.
"Dia mulai memahami kekuatan sejatinya, Tuan. Lebih cepat dari yang kita perkirakan."
Suara dingin menjawab dari bayangan, "Kalau begitu kita harus bergerak lebih cepat. Siapkan pasukan. Waktunya hampir tiba."
Bab baru dalam perjuanganku akan segera dimulai. Tapi setidaknya sekarang aku tahu satu hal tidak peduli sehebat apa pun sistemnya, yang paling penting adalah tetap menjadi manusia. Dan mungkin, besok pagi, aku akhirnya akan tidak melewatkan sarapan.
Walaupun latar belakangnya di Indonesia, tapi author keren gak menyangkut-pautkan genre sistem dengan agama🤭
bantu akun gua bro