Seumur hidupnya Anne selalu hidup dalam tekanan, dia tumbuh menjadi gadis lemah dan penakut. Kata-kata andalannya hanya satu, "Maafkan Saya."
Anne percaya hanya kata maaf yang mampu membuat hidupnya selamat.
Hingga sebuah peristiwa membuatnya terjebak dengan seorang Presdir dingin, Jackson Wu.
"Maafkan Saya, Tuan. Saya mohon jangan pecat Saya. Saya mohon maaf."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ILKP Bab 4 - Mengantuk
Tok tok tok!
Suara pintu yang diketuk keras terdengar menggema di dalam kamar Jackson. Tatapannya yang tertuju pada Anne kini jadi beralih menatap pintu.
Belum ada 5 menit mereka memasuki kamar ini tapi sekarang sudah ada gangguan. Bahkan Anne belum sempat mengganti baju, atau sekedar menatap sekeliling kamar ini.
"Jackson! Keluar! Kita harus bicara, kamu hutang penjelasan pada kami semua!" pekik Yessa dari luar sana. Meskipun statusnya di rumah ini hanyalah sebagai ibu tiri tapi dia telah mendapatkan kepercayaan penuh dari Sebastian untuk mengatur semua urusan rumah.
Termasuk tentang anak-anak dari Sebastian, yaitu Estella dan Jackson.
Telah sepuluh tahun Yessa hadir di tengah-tengah keluarga Wu, Estella sudah mampu dia kendalikan tapi Jackson begitu sulit untuk dia jangkau.
Padahal dia ingin mengendalikan semua orang agar anak kandungnya bisa duduk dipuncak tertinggi keluarga ini, Andreas yang seusia dengan Jackson.
Selama sepuluh tahun terakhir Andreas selalu menjadi bayang-bayang Jackson, sebuah fakta yang membuat Yessa benci.
Karena itulah dia bersusah payah untuk mengatur pernikahan Jackson, menempatkan wanita kepercayaan untuk selalu mengawasi gerak-gerik sang anak tiri.
Jika sesuai rencana dia ingin menghancurkan Jackson diam-diam.
Tapi malam ini semuanya jadi berantakan ketika Jackson akhirnya membawa seorang wanita asing memasuki rumah utama, terlebih lagi Jackson memperkenalkan wanita itu sebagai istri.
Tidak, fakta seperti itu tidak akan bisa diterima oleh Yessa.
"Jackson! Keluar!" pekik Yessa lagi, dia tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum mendapatkan apa yang diinginkannya.
"Ma, tenang dulu," bisik Estella, meski merasa takut tiap kali melihat kemarahan sang ibu sambung, tapi dia tetap memberanikan diri untuk bicara.
Sungguh, Estella hanya menginginkan kedamaian di rumah ini. Karena itulah dia selalu menuruti keinginan Yessa dan Estella paling tak suka melihat perdebatan diantara ibu sambung dan kakaknya.
Jika bisa Estella ingin membuat keduanya pun rukun.
"Lihatlah kakakmu itu, dia selalu membangkang. Tidak pernah ingin mendengar apa kata Mama."
"Iya, tapi Mama tenang dulu. Jangan marah-marah seperti ini."
"Jackson!" panggil Yessa lagi, yang mengabaikan semua ucapan Estella.
Di dalam kamar Anne semakin menciut mendengar semua teriakan tersebut dan tiap ketakutan yang dialami oleh Anne tak pernah lepas dari mata Jackson.
'Astaga, sepertinya pilihanku juga salah. Kenapa wanita ini sangat penakut?' batin Jackson. Padahal dengan statusnya menjadi istri, Anne bisa melawan semua orang itu agar diam.
Bukannya keluar dan menghentikan semua keributan, Jackson justru lebih dulu melangkahkan kakinya untuk mendekati Anne.
Pergerakan itu reflek membuat Anne mengambil langkah mundur, sebab dia merasa takut, sangat takut. Jackson memang sudah berulang kali mengatakan bahwa dia tidak akan menyentuh, bahkan tentang hal itu tertulis pula di surat perjanjian mereka, tapi begitu sulit bagi Anne untuk percaya.
Yang ada di dalam benaknya hanyalah harus selalu waspada, ketakutan yang dia rasakan sekarang sudah seperti pelindung untuk dirinya sendiri.
Dan melihat Anne yang mundur, Jackson jadi menghentikan langkah.
Dilihatnya Anne pun berhenti melangkah mundur. 'Astaga,' batin Jackson, entah sudah berapa banyak dia membatin Astaga hanya gara-gara Anne.
Wanita asing yang membuatnya ingin terus geleng-geleng kepala.
Apakah wajahnya semenakutkan itu?
"Aku akan keluar, tetaplah berada di dalam kamar," ucap Jackson kemudian.
"Ba-baik Tuan."
"Aku belum menyiapkan baju untukmu, jadi malam ini gunakan baju tidurku. Ruang gantinya ada di sebelah sana."
"Baik."
"Dimana? Kamu terus menunduk dan tidak melihat tanganku menunjuk ke arah mana."
"Ma-maaf Tuan," balas Anne, dengan cepat pula mengangkat wajahnya dan melihat tangan Jackson menunjuk sisi kiri, ada sebuah ruangan tanpa pintu yang disebut sebagai ruang ganti.
"Maaf Tuan, sekarang saya sudah melihatnya," ucap Anne.
Jackson terdiam sejenak, hanya menatap Anne dengan sorot mata yang penuh tanya. Anne tidak mencuri cincinya, Anne bahkan dia ikat dalam pernikahan yang mendadak. Seharusnya sedikit saja Anne menunjukkan kemarahannya, tapi tidak, wanita itu terus meminta maaf.
Sosok wanita paling lemah yang pernah Jackson temui seumur hidupnya.
Melihat Anne yang kembali menundukkan kepala, Jackson kemudian mundur satu langkah dan memutuskan untuk keluar dari dalam kamar tersebut. Mungkin jika dia tidak ada di ruangan ini, maka Anne bisa bernafas sedikit lega.
Dan setelah pintu terbuka Jackson langsung melihat ibu tiri dan sang adik di luar sana. Sebelum Yessa kembali bicara Jackson sudah lebih dulu menutup pintu rapat-rapat.
Tak ingin teriakan nenek sihir ini menganggu ketenangan Anne.
"Kita bicara di tempat lain, aku tidak ingin kalian menganggu istriku," ucap Jackson, selalu bicara dengan dingin dan wajah nampak datar. Tak pernah menunjukkan ekspresi apapun jika berhadapan dengan Yessa.
Entah itu tawa ataupun raut wajah sedih.
Di dalam kamar sana Anne langsung menghela nafas kasar setelah melihat pintu yang tertutup. Mendadak tubuhnya terhuyung nyaris jatuh, namun kemudian tangannya bergerak mencari pegangan. Sandaran sofa di dalam kamar tersebut kini menyangga tubuhnya.
"Ya Tuhan, apa ini semua," gumamnya masih tak percaya dia masuk ke dalam keluarga lain, menjadi istri yang tak diinginkan.
Sejak tadi ponsel di dalam tas kecilnya terus bergetar, dan baru kini Anne memiliki kesempatan untuk melihatnya. Begitu banyak pesan dan panggilan tidak terjawab dari Deon.
Bahkan tiba-tiba ponsel itu kembali bergetar di tangannya. "Ha-halo, Deon," jawab Anne dengan suara terbata-bata.
"Nona, anda dimana? Kenapa tidak pulang ke rumah? Anda baik-baik saja kan?"
Anne rasanya ingin menangis sekuat-kuatnya, ingin meminta bantuan sekali lagi untuk diselamatkan dari sini.
Tapi Anne tak kuasa untuk melakukan itu semua, dia dan Deon telah sepakat agar Anne banyak belajar. Bukannya malah menciptakan masalah baru.
"Aku, aku baik-baik saja Deon. Jangan mencemaskan aku ya."
"Benarkah? Kenapa suara Anda terdengar gemetar?"
"Aku baik-baik saja, memang seperti ini bicaraku kan?"
"Baiklah, jika ada masalah apapun langsung kabari Saya dan saya mohon Nona, gunakanlah kartu debit anda untuk membeli apapun yang Anda mau. Jangan hidup terlalu berhemat. Ya?"
"Iya," balas Anne singkat, lalu jatuh air matanya membasahi pipi. Sebelum Deon menyadari tangisannya Anne segera memutus sambungan telepon tersebut.
Air matanya masih jatuh begitu saja, dia menatap sekeliling kamar ini dengan perasaan campur aduk. Kata Jackson malam ini dia tidak memiliki baju yang bisa dia kenakan, jadi Jackson memintanya untuk menggunakan baju tidur pria itu lebih dulu.
Tapi tentu saja Anne tak kuasa untuk melakukannya, tak bisa berkeliling kamar ini seolah menganggapnya sebagai kamar sendiri.
Anne takut akan ada barang lain yang hilang karenanya, Anne tak ingin menimbulkan masalah yang membuatnya makin berat menjalani ini semua.
"Aku harus bertahan selama satu tahun," ucap Anne lirih, lalu menghapus air matanya sendiri.
Anne memutuskan untuk duduk di sofa, diam di sana dan menunggu Jackson kembali.
Waktu sudah tengah malam dan menunggu membuat Anne mengantuk.
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
lanjut
🤣🤣🤣🤣🤣🤣
😀😀❤❤😉😉
good job Anne