Judul novel : "MY STUDENT IS MY STUPID WIFE
Ini kisah tentang NANA DARYANANI, seorang mahasiswi cantik yang selalu mendapat bullying karna tidak pandai dalam pelajaran apapun. Nana sudah lama diam-diam naksir dosen tampan di kampusnya, sampai suatu hari Nana ketahuan suka sama dosennya sendiri yang membuat geger seisi kampus.
Bagaimana dengan Sang Dosen, apakah dia juga akan menyukai Nana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gabby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DI KACANGIN ISTRI
Nana sekarang sendirian duduk di lapangan basket, dia meninggalkan Andrean setelah terjadi keributan itu. Sementara Arin izin pulang karna ibunya masuk rumah sakit.
Hessel masih memperhatikan Nana dari kejauhan.
"Sedang apa dia di sana?"
saat Hessel akan menghampiri Nana tiba-tiba saja pak Henry teman Hessel, datang lebih dulu menghampiri Nana sehingga Hessel hanya bisa mengamati mereka dari jauh.
"Sial si Henry, udah punya istri juga masih ganggu istri orang." gumam Hessel geram.
"Hes!!!" ucap Laras tiba-tiba mengagetkan Hessel.
"Huah... kau, ngapain disini?" ucap Hessel.
"Aku mau minta maaf."
"Minta maaf saja sama Nana, kenapa sama aku, kan kamu jahatnya sama Nana."
"Aku sudah minta maaf, tapi dia tidak menjawab permohonan maafku."
"Masa sih Nana seperti itu, gak mungkinlah Ras." Hessel membantahnya, Hessel tau betul Nana mudah memaafkan kesalahan orang lain.
"Aku juga tidak tau sepertinya dia sangat membenciku." ucap Laras terlihat sedih.
"Aku akan bicara padanya nanti, kau tenang saja." Hessel menenangkannya.
"Btw, istrimu dan pak Henry kok bisa akrab ya? wah gak benar kalau begini ceritanya." tanya Laras dengan nada menyindir.
Nana dan Henry
"Apa kau tau Na, saat seorang pria marah melihat wanitanya bersama pria lain itu tandanya dia cemburu, aku yakin Hessel mulai mencintaimu Na." ucap Henry menenangkan Nana.
"Tapi pak, sikapnya aneh banget dia berdebat dengan Andrean, jelas-jelas Andrean yang menyelamatkanku dari bahaya tapi dia malah menuduh kami pacaran di perpustakaan, meski Nana bodoh tapi Nana tau betul kampus bukan tempat orang pacaran."
"Nanti aku akan bicara pada Hessel, dia sebenarnya kenapa, kamu jangan sedih lagi Na, cinta memang seperti itu kadang membuat seseorang sangat sensitif."
"Hmmm" Nana hanya mengangguk.
"Kau sudah makan?" tanya Henry.
"Belum pak, perut Nana lapar tapi Nana malu ke kantin sendirian."
"Ikutlah denganku, aku akan mentraktirmu Na."
"Emangnya gak apa-apa pak? nanti kalau ada yang bilang ke istri bapak gimana?"
"Kamu itu sudah seperti adikku Na, jika adikku masih hidup dia sudah seusiamu." ucap Henry sambil mengusap pipi kanan Nana.
"Makasih ya pak, Nana juga mau punya abang seperti bapak." seketika Nana pun tersenyum. Sedangkan Hessel di sana mulai gerah melihat Nana yang dianggapnya centil sama pria lain.
"Murahan sekali" gumam Hessel.
"Kenapa Hes, kau cemburu lihat istrimu bersama Henry?" ucap Laras dengan nada sinis.
"Ciih... gaklah, kami menikah juga karna terpaksa."
"Terpaksa... berarti Hessel gak cinta donk sama Nana, baguslah berarti aku masih ada peluang untuk merebut Hessel dan aku yakin pasti Hessel masih menyimpan rasa terhadapku mana mungkin dia bisa dengan mudah melupakan cinta pertamanya." ucap Laras dalam hati.
"Kok bisa terpaksa Hes, bukankah kalian saling mencintai?" tanya Laras pura-pura.
"Panjang ceritanya, udahlah gak usah bahas dia di sini." cetus Hessel.
Tanpa di ajak Laras pun mengikuti Hessel berjalan menuju kantin.
Kantin
"Kamu mau pesan apa Na?" tanya Henry.
"Boleh Nana pesan jus pak?" tanya Nana ragu-ragu.
"Iya tentu saja Na, kamu mau jus apa?"
"Nana mau jus yang asem-asem"
"Gimana kalau jus mangga" saran Henry, Nana mengangguk setuju sepertinya Nana ingin sekali meneguk jus mangga.
"Kak Pah jus mangga 1 ya" ucap Henry.
"Wah pak Henry dan Nana kok bisa barengan?" tanya kak Pah.
"Sekali-sekali traktir anak murid kak Pah."
"Awas loh pak, Nana itu milik pak Hessel." ucap kak Pah tertawa seolah tebakannya itu benar.
"Apaan sih kak Pah, saya dan pak Hessel gak ada hubungan apa-apa, cinta saya masih bertepuk sebelah tangan." Nana menimpal dan mereka pun tertawa mendengar cinta yang bertepuk sebelah tangan itu karna Nana mengucapkan dengan lantang untungnya kantin sedang sepi.
"Ini Nana, pesananmu" tak lama kemudian kak Pah pun datang menyodorkan minuman dan makanan
"Ini pak Henry susu kedelainya" ucap kak Pah.
"Terima kasih kak Pah" ucap Nana dan Henry serentak.
Nana meneguk jusnya hanya dalam satu kali tegukan, Henry keheranan melihatnya, Nana sedang haus apa doyan padahal dia bisa menyeruput jus melalui sedotan agar lebih rileks tapi yang dilakukannya malah membuat penghuni kantin tercengang.
"Ahhh segar... enak banget" ucap Nana setelah mengeluarkan sendawa dari mulutnya sambil menjilati sisa-sisa jus yang menempel dipinggir bibir dengan lidahnya.
Henry hanya bisa menahan senyum, tingkah Nana sangat menggemaskan.
"Kak Pah besok-besok jualan rujak buah juga donk" ucap Nana membuat kak Pah dan Henry melotot kaget.
"Apa Nana salah bicara pak?" tanya Nana dengan polosnya.
"Kau baik-baik saja kan Na?" tanya Henry.
"Iya Nana baik-baik aja pak, Nana memang suka jus mangga dan rujak, terakhir Nana memakannya saat Nana masih SMA." jelas Nana.
"Nana aku pikir kau hamil." Henry tersenyum.
"Iya Na, kak Pah juga berpikir demikian tentangmu"
"Haha... gak lah, kalian ini aneh sekali... boleh Nana nambah jusnya, pak?" ucap Nana tanpa malu-malu mumpung sedang di traktir dosen paling ramah di kampus.
"Silakan Na, ambil aja semua yang kamu mau"
"Asikkk...makasih banyak pak, bapak baik sekali, rasanya Nana gak mau lulus dari kampus ini" ucap Nana smabil tepuk tangan dengan tingkah menggemaskan.
"Kenapa begitu Na?"
"Kenapa juga Nana harus jatuh cinta lebih dulu sama dosen sombong itu, kenapa bukan bapak, bapak ini sangat baik." puji Nana seolah dia merasa menyesal, Henry malah menyiratkan senyuman.
"Aku tidak mengerti kenapa Hessel tidak bisa menyukai Nana, padahal Nana gadis yang polos, lugu, baik, cantik dan lucu." diam-diam Henry memperhatikan Nana yang sedang berjalan untuk mengambil pesanannya sendiri.
"Makasih kak Pah." ucap Nana senang setelah merima nampan berisi segelas jus ini adalah pesanan keduanya.
Nana berbalik badan dan berjalan menuju meja tempat dimana pak Henry sedang duduk.
"Ahhh... Yahhh tumpah deh." Nana yang ceroboh menabrak seseorang hingga membuatnya hampir menjatuhkan gelas yang ada di atas nampan. Untung saja tidak gelasnya yang jatuh, hanya minumannya yang tumpah.
Nana berhenti dan melihat kemeja yang kotor akibat tumpahan jus. Sepertinya Nana sangat kenal kemeja siapa itu.
Nana mendongakkan kepalanya. Matanya menyiratkan rasa takut, tangannya bergetar karna gugup, karna sudah menumpahkan minuman yang mengenai kemeja Hessel.
"Pak Hes....." ucapnya kaget tanpa meneruskan kalimat.
"Maaf, maaf, pak Hessel, Nana tidak sengaja." ucapnya panik sambil memohon maaf ala-ala Nana.
Penghuni kantin melotot memperhatikan murid yang selalu membuat masalah pada dosen paling tampan di kampus elit ini.
Nana dengan segera meletakkan nampan disalah satu meja. Kemudian dia mengambil beberapa helai tissue untuk membersihkan baju Hessel.
"Aduh maaf ya pak, Nana sangat menyesal gak lihat-lihat jalan." ucap Nana sambil mengusapkan tissue ke baju Hessel sementara Hessel masih diam tanpa ekspresi karna dia sedang mengamati tingkah konyol Nana.
"Singkirkan tanganmu." ucap Hessel dingin membuat Nana berhenti dan tercengang.
Hessel berlalu begitu saja memilih tempat duduknya sendiri dipojokan.
"Dia dingin sekali" gumam Nana memperhatikan jalan Hessel.
"Makanya jangan kebanyakan gaya, jangan sok lugu." sindir Laras berbisik ditelinga Nana.
"Yeah..." dengus Nana membuang muka.
Nana mengepal tissue dan melemparnya mengenai kepala Laras saat Laras berjalan menuju tempat duduk Hessel.
"Hei, murid kurangajar." maki Laras seketika berbalik mendekati Nana.
"Lebih kurangajar lagi wanita yang mengganggu suami orang lain." gumam Nana pelan dengan nada menyindir.
"Kamu bilang apa tadi... benar-benar kurangajar" Laras tersulut emosi sehingga menganggkat tangannya untuk menampar Nana.
"Apa, ibu mau marah?" ucap Nana santai seakan menantang Laras.
"Kamu harus harus di hukum" ancam Laras sambil menurunkan tangannya.
"Apa ibu tidak lihat di sana ada tong sampah, saya melempar tissunya ke sana dan mengenai ibu karna ibu menghalangi tissue yang malayang dari tangan saya." ucap Nana.
"Sekarang apa, apa ibu merasa paling benar, mereka semua melihat kemana arah tissue itu malayang bu."
"Tapi gak usah harus di lempar, kamu kan bisa membuangnya ke dekat tong sampah, emang kamu pikir saya ini tong sampah."
"Makanya kalau jalan jangan menghalangi tong sampah"
"Lama-lama kamu makin ngelunjak ya" Laras sangat kesal, ingin rasanya dia memukul Nana.
Sementar Hessel dan Henry yang berada berlainan sisi hanya diam saja dan ikut menahan tawa melihat kelakuan Nana beradu mulut dengan wanita yang mulutnya paling lemes di kampus ini.
Nana masih tertegun di tempat yang sama menoleh kearah Hessel yang duduk berhadapan muka dengan Laras. Hessel juga melihat Nana, dia memainkan jarinya seakan dia meminta Nana untuk mendekat.
Namun apa yang Nana lakukan, Nana jual mahal dia langsung membuang muka dan memilih menghampiri pak Henry.
"Aku dicuekin... bisa-bisanya kamu seperti itu padaku, menyebalkan sekali." gumam Hessel bertambah kesal, dan tak menyangka Nana akan membalas sikap dinginnya.