tidak mudah bagi seorang gadis desa seperti Gemi, untuk menjadi seorang prajurit perempuan elit di kerajaan, tapi yang paling sulit adalah mempertahankan apa yang telah dia dapatkan dengan cara berdarah-darah, intrik, politik, kekuasaan mewarnai kehidupannya, bagaimana seorang Gemi bertahan dalam mencapai sebuah kemuliaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mbak lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Anjing coklat jelek
kami bertiga berjalan dengan riang ke sungai, Lakso membawakan besek bambu tempat cucian kotor, sebelah atas ada sumber mata air tempat para lelaki mengambil air untuk kebutuhan dapur, sedangkan dibawahnya ada kubangan air mirip danau dimana tempat kami para perempuan dan anak-anak mencuci, juga mandi.
Air di danau kecil itu begitu jernih, beberapa ikan tampak hilir mudik dibawah kaki kami, beberapa perempuan bersenda gurau sambil mencuci.
" anak gadis pak Bejo, terlihat semakin lama semakin cantik " puji salah satu bibi disana, aku tersenyum sambil terus mengerjakan pekerjaanku, riuh dan ramai saling sahut, tiba-tiba aku melihat seorang gadis kecil yang beberapa hari kucari, Darsin datang dengan bakul cucian ditanganya,
" Kau.... dasar teman laknat " bentaku,
anak itu terlihat gugup dan ingin berbalik tapi aku tidak tinggal diam, dengan segenap tenaga aku berlari mendatangi Darsin, menjambak rambutnya dari belakang.
" mau kemana kau, berani kau tinggalkan aku diatas pohon " kataku sambil terus menjambak rambut anak itu, Darsin berteriak dengan keras
" ampun Gemi, tolong ... tolong aku !" ratapnya
aku mulai menaikinya, kemarahanku mulai tersulut kembali, dan memukuli tubuhnya dengan membabi buta, Darsin semakin meronta,beberapa perempuan datang kemudian merangkul tubuhku dan melerai kami berdua.
" ya ampun ... kau ini perempuan kenapa sekuat laki-laki " kata seorang bibi yang memegangiku
" dia temanmu kenapa kau memukulnya " sahut bibi yang lain, aku kemudian mulai diam tanpa berontak sedangkan aku melihat Darsin sudah tidak beraturan, beberapa helai rambutnya bahkan berada di tanganku yang kutarik paksa, tapi aku cukup puas dengan perbuatanku, pipinya tampak merah kupukuli,
mereka berdatangan dan menonton kami, termasuk kakak dan Lakso, kakak melotot kearahku tapi aku membuang muka,
" Kau buat ulah apa lagi, kenapa kau memukulnya ?" Tanya kakak,
" dia membuatku dipukuli nenek, minimal kami harus impas " kataku membela diri,
" bereskan cucianmu, kita pulang !" perintahnya
aku membereskan cucian kemudian mengekor kakak dan Lakso untuk pulang, sementara Darsin masih menangis sesenggukan di tenangkan beberapa bibi disana, mereka tidak mempermasalahkan bagi mereka ini hanyalah pertengkaran anak-anak kecil, umurku dan teman sebayaku masih sembilan tahun.
Dan aku punya backingan yang galak, aku tidak takut siapapun karena aku punya nenek yang akan membelaku ketika orang luar membuliku, coba saja emak dan Bapak Darsin berani memukulku karena aku sudah memukul anaknya, dipastikan nenek akan balik menghajar mereka.
Tapi kakak tentu saja pulang dengan bersungut-sungut, kami melewati dua lembah kecil yang besebrangan dengan hutan, dilembah kedua kaki kecil kami terhenti,
" Kau dengar sesuatu ?" Tanya kakak kepada kami, kami berdua mengangguk setuju, terdengar napas berat disertai keluhan tertahan dari seekor binatang yang kami sendiri ragu.
kakak dan Lakso meletakan beban bambu berisi air yang mereka pikul, akupun meletakan keranjang pakaianku yang bertambah berat dengan air yang masih menetes, kalau saja tidak ada peristiwa aku memukuli Darsin, pastinya aku masih menjemur sebentar pakaian itu di bebatuan.
Mereka berdua mengambil ranting pohon di sekitar mereka sebagai senjata pelindung, kemudian maju pelan, aku berada di belakang mereka berdua tidak kalah pelan, setelah beberapa meter di balik semak-semak terlihat darah yang berceceran, kami saling memberi kode, tampak seekor binatang yang tidak pernah kami lihat sebelumnya, dengan luka menganga di perutnya, salah satu kakinya layu sepertinya binatang itu patah kaki juga, melihat kedatangan kami binatang itu mengeram, memperlihatkan gigi-giginya yang tajam.
" Apa itu ?" Tanya Lakso
" entahlah ... mungkin anjing " kata kakak menyahuti
binatang itu berwarna coklat jelek , mempunyai moncong yang lebih panjang daripada anjing, dan mempunyai riap-riap di wajahnya, dengan perawakan ramping, ekornya mirip kipas.
" serigala " kataku spontan, mereka berdua sekilas melihat kepadaku dan mengangguk.
" ayo pergi !" ajak kakak
kami bermaksud meninggalkan binatang itu, tapi entah darimana tiba-tiba muncul rasa iba dihati kami.
" kita beri minum saja, paling tidak dia tidak akan mati tersiksa rasa haus" kataku ketika kami berjalan meninggalkan tempat itu, Lakso langsung mengangguk setuju.
" katanya serigala adalah binatang berkelompok, aku tidak yakin dia sendiri " kata kakak
"kasih minum dan kita langsung pergi" kataku menego dan kami bertiga saling pandang sebentar kemudian memberi kode setuju.
aku mencari daun keladi dan mengambil air dari bumbung bambu, dengan mengendap-endap kami kembali ke posisi serigala itu, kembali binatang itu mengeram membuat kami merinding.
" Dengarkan, aku berniat baik, kau pasti haus kan ? aku akan memberimu minum, tapi kalau kau menggigitku, maka dua lelaki di belakangku akan memukulmu sampai mati " ancamku pada serigala itu, aku juga tidak tahu apakah binatang ini mengerti, yang jelas kedua orang yang bersamaku tentu paham dengan yang kukatakan.
aku mulai menyodorkan air yang kubawa, sesaat serigala itu ragu tapi beberapa saat kemudian dengan lidahnya yang panjang air yang kusodorkan habis tak tersisa. setelah itu kami bertiga benar-benar pergi dari sana.
sore harinya benar saja, emak dan bapak Darsin datang untuk mengadu, tapi tentu saja nenek adalah perempuan tertangguh yang pernah kukenal, mereka semua kalah berdebat dengan nenek, bahkan terusir pulang dengan malu, karena nenek juga mengatakan banyak hal buruk termasuk aib-aib yang biasanya tertutup, juga menantang duel antar dua keluarga, nenek memang tiada duanya.
tapi tentu saja di dalam nenek akan menghajarku.
" Apa lagi kelakuanmu, heran sama anak gadis, kau apakan anak gadis Darko ?" ( Darko \= bapaknya Darsin ) aku menggaruk rambutku yang tidak gatal.
" dia yang menjebaku di atas pohon mangga setelah itu dia lari karena ketahuan nyolong " kataku sambil menunduk, hatiku sudah bersiap di pukul lagi dengan lidi.
tapi sungguh diluar prediksi nenek tidak marah lagi,
" ya sudahlah, jangan suka berkelahi, lihatlah bibi Jamila yang di ujung itu, dia tidak kawin sampai tua, karena lelaki takut padanya " kata nenek mulai mencari pembanding dan mengatakan kalau tidak ada lelaki yang suka gadis pembangkang.
keesokan harinya aku penasaran dengan kondisi serigala kemaren, apakah sudah mati, ditemukan orang atau pergi, karena kakak sibuk ke ladang pada pagi harinya aku menyusul Lakso untuk melihatnya,
tapi kali jni persiapan kami lebih matang, aku membawa tempayan bekas berisi air, membawa parang untuk menjaga diri, Lakso juga membawa parang, ternyata serigala itu masih disana, kondisinya sepertinya sangat parah, beberapa darah tercecer dari perutnya, aku menjadi iba.
binatang itu mengenali kami, dan tidak lagi menunjukan muka galak, atau mungkin terlalu lemah, kujulurkan tempayan berisi air minum, dengan lemah diminumnya air itu,
" ikut aku " kataku kepada Lakso
" kemana ?"
" kita akan mengobati anjing itu " kataku yakin, Lakso mengikutiku dengan heran.