Mikayla, wanita pekerja keras yang telah mengorbankan segalanya demi keluarga, justru terbaring sendiri di rumah sakit karena sakit lambung kronis akibat kelelahan bertahun-tahun. Di saat ia membutuhkan dukungan, keluarganya justru sibuk menghadiri pernikahan Elsa, anak angkat yang mereka adopsi lima tahun lalu. Ironisnya, Elsa menikah dengan Kevin, tunangan Mikayla sendiri.
Saat Elsa datang menjenguk, bukan empati yang ia bawa, melainkan cemooh dan tawa kemenangan. Ia dengan bangga mengklaim semua yang pernah Mikayla miliki—keluarga, cinta, bahkan pengakuan atas prestasi. Sakit hati dan tubuh yang tak lagi kuat membuat Mikayla muntah darah di hadapan Elsa, sementara gadis itu tertawa puas. Tapi akankah ini akhir cerita Mikayla?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terlahir Kembali
Mikayla berhenti beberapa langkah di depan Tuan Raviel. Ia menunduk sopan.
“Selamat datang, Nona Mikayla Wicaksana.”
Suara Raviel dalam dan lembut, bergema pelan di ruang abadi itu.
Mikayla mengangguk pelan. Suaranya gemetar.
“Di mana… aku?”
Pria itu tersenyum tenang. “Kau berada di Aula Penimbangan Jiwa. Aku adalah Raviel, Pencatat Amal dan Penjaga Gerbang Cahaya.”
Mikayla menatap sekeliling. Segalanya begitu damai. Tapi hatinya masih terasa berat.
“Apakah aku… sudah mati?” tanyanya lirih.
Raviel menatapnya dalam. Lalu Ia membuka sebuah buku besar bersampul cahaya. Tiap halaman memancarkan sinar berbeda, seperti catatan hidup yang bukan hanya tulisan, tapi pantulan perasaan. Halaman-halamannya bersinar lembut saat disentuh jari-jarinya.
“Tubuh duniamu telah kembali ke tanah. Tapi jiwamu kini berada dalam penilaian. Jadi sebelum jiwamu diputuskan untuk bereinkarnasi kemana dan menjadi apa, atau masuk ke alam istirahat kekal... izinkan aku membaca catatan kehidupanmu.”
Raviel membalik beberapa halaman.
Wajahnya yang biasanya datar berubah perlahan. Matanya menyipit, lalu melebar.
Ia membalik beberapa lembar, lalu berhenti di satu halaman. Matanya melebar sedikit, alisnya terangkat.
“Hmm…” gumamnya. “Luar biasa… kau... benar-benar luar biasa.”
“Apa maksudmu?”
“Kau memberi makan tetanggamu yang sakit saat masih anak-anak…”
“Kau menyumbangkan hampir seluruh uang jajan dan kerja keras mu ke panti asuhan.”
“Kau diam saat disakiti, tapi tetap mendoakan mereka…”
Raviel mengangkat wajahnya, menatap Mikayla penuh takjub. ia menunjuk buku, “…adalah salah satu catatan kebaikan terindah yang pernah aku baca.”
Mikayla menunduk, air matanya mulai jatuh. “Tapi… kenapa aku merasa hidupku menyedihkan?”
Raviel menutup bukunya pelan.
“Karena dunia seringkali tak adil pada jiwa-jiwa murni. Tapi alam ini melihat segalanya. Dan kini, kebaikanmu dihargai.”
Ia lalu menoleh ke samping. “Panggil Dewa Reinkarnasi.”
Suasana seketika berubah. Langit di atas merekah, dan cahaya keemasan turun membentuk sosok tinggi megah, Dewa Reinkarnasi, berjubah biru langit dan emas. Di tangannya, ia membawa timbangan cahaya, di satu sisi terdapat serpihan catatan amal Mikayla, dan sisi lainnya kosong.
“Hooooh Dewa Reinkarnasi hadir.” suaranya bergema namun menenangkan.
Mikayla menatapnya dengan takjub. Tubuhnya gemetar, namun cahaya di sekitarnya semakin terang.
“Kami akan menimbang takdirmu, Mikayla Wicaksana.”
Dewa itu meletakkan serpihan amal ke sisi kanan timbangan. Saat itu juga, suara doa-doa dari dunia manusia terdengar sayup-sayup.
Tiba-tiba, cahaya emas menyelimuti tubuh Mikayla. Tangis para teman kuliahnya dulu yang mulai menyadari kehilangan, tangisan seseorang yang mencintainya diam-diam, dan doa-doa kecil dari orang asing yang pernah ia bantu, semua mengalir ke arah dirinya.
Timbangan langsung bergerak condong ke sisi kebaikan. Cahaya semakin kuat, memenuhi ruangan dengan energi damai.
“Apa artinya ini…?” tanya Mikayla, suaranya lirih bercampur haru.
Mikayla berdiri terpaku di antara cahaya yang bergemuruh lembut di langit abadi. Tubuhnya ringan, seperti terbuat dari kabut dan angin. Namun hatinya… masih membawa beban luka yang begitu dalam.
Dewa Reinkarnasi menatapnya dengan mata yang bersinar lembut. Sinar dari timbangan cahaya masih menyinari ruangan seperti mentari pagi pertama di alam baru.
“Mikayla Wicaksana,” ucap sang Dewa, suaranya dalam dan bergema seperti simfoni langit, “berdasarkan keseimbangan amal dan luka hidupmu, kau berhak mendapatkan satu kesempatan kedua.”
Mikayla menahan napas. Matanya membulat. “Kesempatan… hidup kembali?”
Dewa Reinkarnasi mengangguk pelan. “Kau dapat memilih. Aku bisa menghapus seluruh kenangan pahitmu tentang pengkhianatan, penolakan, dan rasa sakit yang berasal dari keluargamu. Jika kau menginginkannya, kami akan mengirimmu kembali ke dunia, tanpa beban masa lalu.”
Cahaya di sekitar Mikayla bergetar lembut, seperti menanti jawabannya.
Ia terdiam.
Matanya perlahan basah, menatap timbangan yang kini bersinar terang. Semua suara dari dunia, doa, tangis, penyesalan, masih mengalir ke arahnya. Tapi ia tahu, jika semua kenangan itu hilang, maka rasa sadar dirinya juga akan hilang.
“Tidak,” gumamnya akhirnya, namun suaranya tegas dan bulat. “Aku tidak mau kenangan itu dihapus.”
Raviel yang berdiri di samping sang Dewa menoleh pelan, terkejut. “Kau yakin, Nona Mikayla? Itu berarti, kau akan kembali ke tempat yang sama dengan hati yang penuh luka.”
Mikayla mengangguk, satu tetes air mata jatuh di pipinya. “Karena justru luka-luka itu yang membuatku sadar siapa yang benar-benar mencintaiku dan siapa yang tidak. Jika aku melupakannya, aku mungkin akan terjebak lagi dan mati untuk kedua kalinya dengan cara yang sama atau bahkan lebih menyedihkan.”
Ia menghela napas.
“Biarkan aku kembali dengan ingatan penuh. Aku akan mencari kebahagiaanku sendiri, bukan dari mereka. Aku tidak ingin menjadi bodoh untuk kedua kalinya.”
Hening.
Cahaya di sekitar tubuh Mikayla mulai berdenyut lembut, seolah langit sendiri mengakui keberaniannya.
Dewa Reinkarnasi mengangguk pelan, dengan sorot penuh penghormatan. “Keputusanmu menunjukkan bahwa luka tidak selalu melemahkan. Ia bisa menjadi cahaya bagi pilihan baru. Maka, dengan kehendak langit, jiwamu akan dikembalikan.”
Ia mengangkat tangannya, dan cahaya dari timbangan berubah menjadi pusaran emas yang melingkari Mikayla.
“Kau akan kembali, selamat menempuh jalan hidupmu yang baru, Mikayla.”
Mikayla menggenggam dadanya. Jantungnya terasa berdetak lagi. Perlahan, ruang abadi itu mulai pudar, seperti tirai yang ditarik dari panggung ke kehidupan nyata.
Sebelum menghilang sepenuhnya, suara Dewa Reinkarnasi bergema terakhir kali:
“Ingat, Mikayla. Kau bisa melakukan apapun yang kamu mau. Semoga kau bahagia di kesempatan kedua mu ini.”
Cahaya menyilaukan menyelimuti Mikayla…
…dan semuanya menghilang.
ADEGAN TRANSISI Dunia Nyata, Tahun-tahun Sebelumnya, kenangan menyenangkan dan kenangan buruk, rasa senang, dan rasa sakit meluncur penuh ke arah tubuh Mikayla.
Seberkas cahaya jatuh perlahan ke atas ranjang putih di kamar Mikayla, seorang gadis muda terbaring sambil merintih pelan dalam tidurnya. Matanya perlahan terbuka, napasnya tersengal... lalu stabil.
Ia tersentak bangun.
“Hhh!”
Matanya menyapu sekeliling. Dinding kamar lamanya. Cahaya matahari pagi menembus jendela.
"Ini… kamarku…?”
Ia menatap sebuah kalender yang berada di dinding, tahun 2020, Lima tahun lalu. Ia mengambil ponsel di nakas, melihat tanggal yang pas, ternyata hari ini adalah hari dimana Elsa yang baru datang dibawa oleh kedua orang tuanya.
“Aku... Benar-benar terlahir kembali? Di hari Elsa datang?”
Jantungnya berdetak keras. Tubuhnya berkeringat dingin. Tapi tak ada lagi selang infus. Tak ada rasa nyeri di lambung. Hanya keheningan pagi.
Ia berdiri pelan, menghela napas dalam-dalam, berjalan menatap keseluruhan kamar nya.
Langkah kakinya ringan, namun sarat makna, saat ia berjalan menyusuri kamar yang selama ini ia tempati selama dua puluh tahun.
Mikayla berdiri di tengah ruangan, menatap sekeliling.
Kamar besar berdesain klasik, dengan jendela menghadap taman, dindingnya dihiasi lukisan hasil kompetisi seni yang pernah ia menangkan. Rak buku tertata rapi di sisi kanan.
Berbagai macam tas branded, perhiasan mewah dan pakaian mewah ada di ruangan khusus miliknya.
“Dua puluh tahun... kamar ini telah menjadi milikku.” Suaranya nyaris hanya bisikan.
Namun kamar ini juga, ya, kamar inilah, yang pertama kali membuat Elsa menatapnya dengan mata iri.
buktikan bahwa kamu bisa bahagia dan menjadi orang besar tanpa harus memakai embel embel nama keluarga tocix itu
pingin tak tabok pke sandal.swalloy itu si ratu drama terus tak lempari telur bosok
suwun thor udah bikin emosi qt turun naik 😀
pingin tak tabok pke sandal.swalloy itu si ratu drama terus tak lempari telur bosok
suwun thor udah bikin emosi qt turun naik 😀
Mikayla semangat 💪
bakal nyesel nanti keluarganya.