Mikayla, wanita pekerja keras yang telah mengorbankan segalanya demi keluarga, justru terbaring sendiri di rumah sakit karena sakit lambung kronis akibat kelelahan bertahun-tahun. Di saat ia membutuhkan dukungan, keluarganya justru sibuk menghadiri pernikahan Elsa, anak angkat yang mereka adopsi lima tahun lalu. Ironisnya, Elsa menikah dengan Kevin, tunangan Mikayla sendiri.
Saat Elsa datang menjenguk, bukan empati yang ia bawa, melainkan cemooh dan tawa kemenangan. Ia dengan bangga mengklaim semua yang pernah Mikayla miliki—keluarga, cinta, bahkan pengakuan atas prestasi. Sakit hati dan tubuh yang tak lagi kuat membuat Mikayla muntah darah di hadapan Elsa, sementara gadis itu tertawa puas. Tapi akankah ini akhir cerita Mikayla?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Nathan Wicaksono
Elsa ternganga. Dinda tersenyum miring. Mama Vivi menutup mulutnya dengan tangan, matanya membelalak tak percaya. Dan Julio... mematung di tempat, menatap ruangan mewah itu seakan baru mengenal anak kandungnya sendiri.
Selama ini, Julio dan Vivi, tak pernah tahu bahwa ruangan ini ada.
Letaknya tersembunyi, berada di sisi lain kamar utama Mikayla, menyatu dengan kamar mandi pribadinya. Dan Mikayla memang tak pernah merasa perlu menunjukkannya.
Kini, semuanya terbuka.
"Ya Tuhan..." gumam Mama Vivi lirih. “Ini… semua milikmu, Kayla?”
Sebelum Mikayla menjawab, Dinda menimpali sambil terkekeh, “Tentu bukan semuanya, Tante. Ini kebanyakan punyaku. Hahaha.”
Vivi mengerutkan alis. “Kenapa kamu bisa punya tempat seperti ini, sayang? Sejak kapan?”
Mikayla menoleh, tenang. “Dari dulu. Kamar ini adalah permintaanku pada Papa, waktu aku ulang tahun tujuh belas. Aku ubah ruangan kosong ini jadi tempatku menyimpan semua barang berharga. Tapi, ya… Mama dan Papa kan nggak pernah bertanya.”
Julio terlihat kaget. “Kamu minta ke Papa?”
Mikayla mengangguk pelan. “Hm. Tapi mungkin Papa lupa. Dan aku bangun semua ini… bukan pakai uang Papa.”
Elsa menelan ludah. Matanya tak berkedip menatap rak kaca berisi perhiasan mahal, kalung berlian, jam tangan mewah, anting berkilau, bros vintage, bahkan beberapa sertifikat keaslian yang terbingkai.
“Ini semua... asli?” tanyanya, nyaris berbisik.
“Semua,” jawab Mikayla datar. Dingin, tapi mantap.
Elsa membuka mulutnya, ingin berkata sesuatu. “Bolehkah… aku...”
Namun sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya, Dinda langsung menepuk tangan. “Oke, ayo gerak cepat. Waktu kita nggak banyak, barang-barang ini harus segera dibawa. Besok udah harus sampai di tempat sponsor.”
Tiga wanita berpakaian rapi itu langsung bergerak cepat, memasukkan perhiasan dan barang-barang ke dalam kotak khusus mereka, hati-hati, teliti, dan penuh kehormatan.
Elsa hanya bisa mengatupkan bibir, rasa kecewa tertahan di balik ekspresi manis yang mulai memudar.
Julio mendesah lelah. “Hem, ya sudah. Papa turun duluan.”
Mama Vivi juga bersuara, lembut. “Mama juga. Kayaknya kalian memang sedang sibuk…”
Ia menoleh pada Elsa. “Ayo, sayang. Kamu butuh istirahat. Jangan di sini, biarkan mereka bereskan dulu.”
“Tapi, Ma… aku hanya ingin...” Elsa masih mencoba.
“Sudah, ayo.” Nada Vivi terdengar tegas kali ini. Ia tahu waktunya tidak tepat untuk terus memaksa.
Elsa menunduk, menahan kekecewaan yang belum sempat mekar. Ia mengikuti langkah Mama Vivi perlahan keluar ruangan, namun sempat melirik sekali lagi ke dalam walk-in closet itu.
“Aku harus punya semua itu... suatu hari nanti.” tekadnya dalam hati.
Sementara Mikayla berdiri tenang di tengah ruangannya. Senyum tipis menghiasi wajahnya.
Dinda menatap Mikayla dengan pandangan sendu. Rasa kasihan dan kekaguman bercampur jadi satu di matanya.
“Apa itu yang kamu maksud tadi, Kayla?” tanyanya pelan.
Mikayla mengangguk pelan, lalu duduk di tepi tempat tidurnya.
“Hem, mereka baru membawanya hari ini, Din. Dan kau tahu apa yang terjadi? Baru juga masuk rumah ini, dia langsung mengincar tas koleksiku. Untung saja semuanya sudah kujual ke Susan,” jawabnya dengan nada tenang, tapi dingin.
Dinda menghela napas, lalu duduk di sebelah Mikayla. “Kau memang pintar. Aku lihat dia itu… tipe yang nggak tahu malu. Manis di luar, manipulatif di dalam.”
“Benar,” Mikayla menjawab dengan suara rendah, namun tajam.
Dinda menatap Mikayla dalam. “Terus... apa yang akan kamu lakukan nanti?”
Mikayla menunduk sebentar, lalu mendongak dengan pandangan tegas.
Mikayla menunduk sebentar, lalu mendongak dengan pandangan tegas.
“Aku akan pergi dari rumah ini,” katanya. “Tapi sebelum itu, aku beri mereka waktu tujuh hari. Kalau selama tujuh hari itu mereka memilih untuk tetap memihaknya dan mengabaikanku... maka aku yang akan pergi. Tanpa menoleh lagi.”
Dinda menggenggam tangan Mikayla. “Sabar ya, Kayla.”
“Terima kasih, Din,” balas Mikayla dengan senyum tipis.
“Jadi… semua ini dibawa ke apartemenmu?” tanya Dinda lagi, menatap ke arah tumpukan kotak yang sudah ditata rapi.
“Iya. Mau bagaimana lagi? Semua ini koleksiku. Sebagian bahkan hasil karyaku sendiri. Nilainya mahal, Din. Kalau sampai jatuh ke tangan Elsa... habis sudah,” gumam Mikayla.
“Ya sudah, serahkan padaku. Biar aku urus,” Dinda berdiri dan memberi aba-aba pada para stafnya untuk membawa kotak-kotak itu.
Setelah semua selesai dikemas dan dibawa turun, Dinda berpamitan.
Namun ketika ia melewati ruang tamu, langkahnya terhenti. Di sana, Elsa sedang duduk manis di sofa, pura-pura membaca majalah. Tapi begitu melihat Dinda lewat dengan tiga wanita pembawa kotak perhiasan terakhir, mata Elsa berbinar terang seperti anak kecil melihat toko mainan.
Elsa langsung berdiri dan menghampiri Dinda.
“Kak Dinda, apa aku boleh… menyentuhnya sebentar?” tanyanya dengan senyum manis dan suara lembut.
Dinda meliriknya datar. “Maaf ya, ini perhiasan mahal. Tidak boleh sembarang orang menyentuhnya.”
Elsa mengerjap. “Maksud Kakak apa? Apa karena aku orang desa?” Suaranya berubah lirih, seolah-olah sedang memohon pengertian, bibirnya sedikit gemetar.
Dinda dalam hati, “Lah dia kenapa? Padahal aku cuma bilang gak boleh sentuh, kok malah bawa-bawa desa segala? Gaya 'pick me' banget…”
Belum sempat Dinda menjawab, suara berat dan dingin memecah ketegangan.
“Ada apa ini?”
Dinda menoleh. Di sana berdiri Nathan, kakak kedua Mikayla, berdiri tegap di ambang pintu ruang tamu, mengenakan jaket hitam dan ransel selempang. Sorot matanya tajam.
“Hai, Kak Nathan,” sapa Dinda cepat.
“Hai, Din.”
Nathan menatap Elsa beberapa detik. Dan ia baru tahu, ketika menatapnya, wajahnya sama dengan foot yang dikirim oleh Papa Julio padanya, “Kamu... Elsa, ya? Anak teman Papa dan Mama?”
Elsa mengangguk pelan. “Iya, Kak...”
Nathan mengerutkan alis. Ia menoleh ke arah Dinda. “Din? Ada apa?”
Elsa langsung menunduk, seperti anak kecil yang baru saja dimarahi. Tatapannya sendu, bahunya turun. “Maaf, Kak… aku cuma… tertarik lihat kotak perhiasan itu.”
Dinda hanya mengangkat bahu. “Aku cuma bilang barangnya mahal, gak bisa sembarang disentuh. Itu aja. Gak ada yang lain.”
Elsa buru-buru berkata lagi, suaranya kini bergetar dengan sempurna. “Kak Dinda gak salah. Aku yang salah, ingin menyentuh perhiasan milik Kak Mikayla. MaafkaN aku, Kak. Aku… aku orang desa, jadi…”
Dinda langsung mendelik. “Loh, maksudmu apa bawa-bawa orang desa? Aku gak pernah bilang kamu orang desa, kan? Jangan sembarangan kalau berbicara.”
Tapi sebelum Dinda bisa menuntaskan kekesalannya, Nathan sudah memotong.
“Maksudmu ini… perhiasan Mikayla?”
Elsa mengangguk pelan. Matanya berkaca-kaca, menatap Nathan seolah pria itu adalah pahlawan terakhir di bumi.
Nathan menarik napas dalam, lalu menoleh pada Dinda.
“Din… ini kan barangnya Kayla. Kayla itu adikku. Dan Elsa juga sekarang bagian dari keluarga kami. Wajar dong kalau Elsa pengen lihat. Cuma lihat aja, kan?” katanya dengan nada diplomatis.
Dinda menahan diri. “Tapi kak, ini barang mahal. Staffku aja semuanya pakai sarung tangan khusus.”
Nathan melirik ke arah staf wanita di samping Dinda. Memang benar, mereka semua mengenakan sarung tangan putih bersih
buktikan bahwa kamu bisa bahagia dan menjadi orang besar tanpa harus memakai embel embel nama keluarga tocix itu
pingin tak tabok pke sandal.swalloy itu si ratu drama terus tak lempari telur bosok
suwun thor udah bikin emosi qt turun naik 😀
pingin tak tabok pke sandal.swalloy itu si ratu drama terus tak lempari telur bosok
suwun thor udah bikin emosi qt turun naik 😀
Mikayla semangat 💪
bakal nyesel nanti keluarganya.