Marina, wanita dewasa yang usianya menjelang 50 tahun. Telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk keluarganya. Demi kesuksesan suami serta kedua anaknya, Marina rela mengorbankan impiannya menjadi penulis, dan fokus menjadi ibu rumah tangga selama lebih dari 27 tahun pernikahannya dengan Johan.
Tapi ternyata, pengorbanannya tak cukup berarti di mata suami dan anak-anaknya. Marina hanya dianggap wanita tak berguna, karena ia tak pernah menjadi wanita karir.
Anak-anaknya hanya menganggap dirinya sebagai tempat untuk mendapatkan pertolongan secara cuma-cuma.
Suatu waktu, Marina tanpa sengaja memergoki Johan bersama seorang wanita di dalam mobilnya, belakangan Marina menyadari bahwa wanita itu bukanlah teman biasa, melainkan madunya sendiri!
Akankah Marina mempertahankan pernikahannya dengan Johan?
Ini adalah waktunya Marina untuk bangkit dan mengejar kembali mimpinya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#25
#25
“Hahaha …” Farida tak mampu menahan tawanya, baru saja Marina selesai bercerita tentang pertemuannya dengan tuan baik hati yang kini telah ia ketahui namanya.
“Berhenti tertawa!” tegur Marina.
“Hahaha … “ Tawa Farida semakin keras, hingga air matanya mengalir tanpa bisa di cegah.
“Kamu, dan Tuan Gusman ternyata lucu juga, dekati saja Dia, Aku yakin Johan akan menangis darah ketika melihatmu menikah dengan Tuan Gusman.” Marina memukul mulut Farida pelan, karena merasa wanita itu asal bicara.
“Jangan asal bicara.”
“Biarin, siapa tahu jadi doa. Kamu pasti bahagia kalau menikah dengan tuan ulat bulu itu.” Farida semakin gencar menggoda Marina.
“Astaghfirullah … istighfar, Rida. Aku belum resmi bercerai.”
Farida tersenyum jahil, “Jadi kalau sudah resmi bercerai, bisa kan?” bisik Farida, semakin menjadi.
Marina merona, ia berdiri meninggalkan Farida yang kini kembali tertawa. Tiba-tiba dadanya pun berdesir pelan, ketika kembali teringat wajah tuan Gusman yang tersenyum ketika mereka berbincang di taman siang tadi.
Cepat-cepat Marina menghapus pikirannya yang mulai ngawur, mana mungkin, itu tak akan mungkin, selera guan Gusman pastilah yang lebih segala-galanya. “Jangan besar kepala, Rin!” tegurnya pada diri sendiri.
Tapi, untuk sesaat tadi kehadiran tuan Gusman mampu membuat Marina lupa akan kesedihannya, kendati hanya obrolan ringan namun cukup membuat suasana tegang sedikit mencair.
•••
Hari ini mood Sonia sedang berada di level paling baik, karena siang tadi ia dengar dari Johan bahwa Marina berhasil dibuat tak berkutik oleh anaknya sendiri. Rasanya ia sungguh tak sabar ingin segera meresmikan hubungan dengan Johan.
Karena mood sedang baik, maka sore itu Sonia memutuskan memasak makan malam spesial untuk Johan, yakni sayur sop, dan sebagai pendampingnya adalah iga bakar. Membayangkan Johan akan makan dengan lahap, kemudian memuji rasa masakannya, membuat mood Sonia semakin baik.
Wanita itu mulai memasukkan sayur satu persatu padahal kondisi air belum mendidih, disusul kemudian bawang bombay, pala, lada serta garam.
Sambil menunggu sayurnya mendidih, Sonia mulai memanggang iga yang telah ia marinasi sebelumnya dengan bumbu rahasia resep dari koki cafe.
Sonia berdendang riang, ketika tangannya mulai membolak-balikan daging iga, setelah dirasa memiliki tingkat kematangan yang pas sesuai keinginannya.
“Ah, iya hampir saja lupa, belum buat sambal.” Sonia menggumam, ia meninggalkan daging iganya begitu saja, demi mencari bumbu serta bahan untuk membuat sambal. “Bawang baik, bawang jahat, cabai, tomat, dan terasi,” gumamnya seorang diri, tak lupa wanita itu juga mencari cobek, untuk mengulek sambal.
Karena tak pernah akrab dengan dapur di rumahnya sendiri, maka butuh waktu beberapa saat hingga akhirnya ia berhasil menemukan cobek.
Dan ketika kembali berbalik, “Astaga!! Igaku?!” ia lupa mengecilkan api kompor, hingga daging yang tadi hampir matang sempurna, kini telah berwarna hitam sempurna, hingga lengket di dasar pan pemanggang.
Cepat-cepat Sonia mematikan kompornya, ia menatap putus asa, daging yang kini berwarna gelap tersebut. “Semoga saja Mas Johan masih mau memakannya.”
Ponsel yang tergeletak di meja bar, mendadak berbunyi, Sonia tersenyum ketika melihat siapa yang kini menghubunginya. “Halo Jeng, Apa kabar?” sapa Sonia pada salah satu teman di perkumpulan arisan berlian.
Sonia sibuk bercanda ria, hingga ia kembali melupakan masakannya, entah bagaimana jadinya nanti.
•••
Sementara itu, di apartemen Burhan, pria itu baru selesai menjemur cucian, serta membersihkan rumah. Kesabarannya pada Ina sudah mulai menipis, hingga akhirnya ia diam enggan bicara pada istrinya semenjak pertengkaran mereka beberapa hari yang lalu.
Burhan membuka lemari pendingin, dan mulai menyiapkan bahan yang ingin ia masak, lebih baik masak sendiri, karena membeli makanan pun tak pernah cocok di lidahnya. Sungguh Burhan kini benar-benar rindu masakan Mamanya.
Tiba-tiba ia ingat pada ibundanya tersebut, Burhan menghentikan aktivitasnya sesaat, ia hendak menghubungi Marina, meminta maaf karena mulai merasa semua nasehat-nasehat Marina adalah benar. Bahwa Ina memang harus terus diberi pengertian, agar wanita itu paham apa tugas seorang istri.
Tapi Burhan mengurungkan niatnya, karena ia sudah sangat lapar, Burhan memanaskan pan kemudian menuangkan minyak. Burhan hanya membuat telur dadar, dimakan bersama sambal ia beli secara online, walau tak cocok rasanya, tapi ya mau bagaimana lagi.
Walau tak selezat buatan Marina, tapi Burhan makan dengan lahap dan penuh rasa syukur, setelah semua makanannya habis, Ina baru datang dengan wajahnya yang lelah.
Alih-alih bertanya tentang aktivitas istrinya, Burhan justru berdiri dan mengemas piring kotor ke tempat cuci piring, tak ada sapaan apalagi candaan, apartemen tersebut benar-benar dingin seperti tak berpenghuni.
“Aku lapar,” cetus Ina, ketika Burhan meninggalkan meja makan.
Burhan menghela nafas, “goreng telur saja.”
“Tidak ada yang lain?” protes Ina.
“Tak ada, kalau mau silahkan masak sendiri.” Burhan benar-benar acuh, ia memilih tidur di kamar tamu, ketimbang tidur sekamar dengan Ina.
Ina mengejar kepergian Burhan.
Klek!
Pintu kamar terbuka, Ina melihat Burhan yang hendak berbaring di kasur cadangan. “Buatkan makan malam untukku,” pintanya.
“Aku lelah, sepulang kerja harus mencuci pakaian dan bersih-bersih. Jadi sekarang keluarlah! Besok Aku harus berangkat kerja pagi-pagi,” tolak Burhan, tak lupa ia mengusir Ina secara terang-terangan.
“Tapi, bukankah Kamu tahu, jika Aku tak bisa masak.” Ina kembali merengek.
“Kalau begitu belajar!” Tak pelak lagi, sindiran itu membuat Ina semakin marah, hingga ia berbalik pergi tak lupa menutup pintu dengan kasar.
•••
Johan menarik kursi meja makan, kemudian duduk di sana, Sonia melayani dan menemani pria itu makan. Tak ada yang menarik dengan hidangannya, walau tersaji di mangkuk dan piring cantik.
Tapi karena istri cantiknya yang memasak, Johan terpaksa duduk di sana tanpa protes.
Tak seperti biasanya, kali ini Sonia menuang nasi dan lauk pauk ke piring suaminya, itu semua karena sedang ada maunya.
Tadi ketika ia bercakap-cakap dengan teman arisannya, ia mendapat informasi bahwa ada berlian baru, dan langka, hanya beberapa orang saja yang mendapat penawaran, termasuk Sonia. Makin mengembanglah hidung Sonia, itu berarti ia semakin di pandang di kalangan atas.
“Jangan, Aku mau nasi dan sayur saja dulu.” Johan menghentikan pergerakan tangan Sonia ketika wanita itu hendak menambahkan daging iga dan sambal.
Johan mulai menyantap nasi dengan kuah sop, seperti kebiasaan lamanya. Ketika nasi dan kuah mulai membasahi rongga mulutnya, detik itu juga Johan memuntahkan apa yang baru saja masuk ke mulutnya.
“Apa yang Kamu masak?!” tanya Johan dengan nada tinggi, dan Sonia cukup terkesima melihat ulah Johan.
“Ini sayur sop.” Sonia Belum mengetahui dimana letak kesalahannya.
Lidah Johan yang selama ini sangat dimanjakan dengan rasa masakan Marina, tentu saja langsung menolak rasa masakan istri mudanya. “Coba Kamu cicipi, lalu nilai sendiri, apa ini layak disebut sayur sop!?”
Sonia tercengang, kembali ia mengingat bahwa tadi ia terlena ketika menerima telepon, ketika kembali ke dapur kompor sudah mati. Sonia pikir bik Narti yang mematikan kompor karena sayur sopnya sudah matang.
Tak lama kemudian, bik Narti masuk ke dapur dengan seorang laki-laki yang memanggul tabung gas. “Bik … “
“Iya, Bu?”
“LPG habis?”
“Iya, Bu, dan baru diantar sekarang, karena pasokan di pangkalan baru datang.”
Jedeerrr!!!
Pantas saja Johan kesal, rupanya sayur sop yang ia masak belum matang karena LPG tiba-tiba habis, dan bodohnya Sonia ia tak tahu bahwa masakannya total masih mentah.
•••
Othor boleh berubah jadi bawang jahad gak sih, pengen ngakak koprol atas bawah, ngetawain Johan 🤣🤣🤣😜😜😜
. he km johan jgn ngeroeg ya.. dinda jg km ini anak model apa sih
satu persatu dari kalian akan merasakan karma masing masing atas perlakuan kalian terhadap marina
Pendukungmu gak kaleng kaleng.
bnr jodoh tak kan kemana.
nanti ke hati bapak kok.hehehehehehe