Aleena terpaksa harus menolak perjodohan karena dirinya sama sekali tidak menyukai laki-laki pilihan orang tuanya, justru malah tertarik dengan sekretaris Ayahnya.
Berbagai konflik harus dijalaninya karena sama sekali tidak mendapatkan restu dari orang tuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 4# Dikagetkan
Sampainya di rumah, Aleena langsung turun dari mobil dan masuk ke rumah.
Sambil jalan cepat, Aleena langsung mencari keberadaan kakak laki-lakinya.
"Kak Nio! Aleena kangen," teriak Aleena memanggil kakaknya dan langsung memeluknya dari belakang sangat erat.
"Kak Nio kenapa gak bilang kalau Kakak pulang ke rumah, Alee kan-" Aleena pun langsung siaga saat Kakaknya memutarbalikkan badan.
Kini, Aleena sudah berada dihadapan kakaknya. Pelukannya pun langsung dilepas.
"Aw!" pekik Aleena sambil mengusap lantaran keningnya mendapat sentilan.
"Maksud kamu tadi itu apa, ha? kenapa ponsel mu dimatiin. Udah gak mau ketemu sama Kakak lagi,"
"Bukan begitu, tadi aku lagi di rumahnya sekretaris Devan, takut gak sopan karena ada ibunya."
"Alasan aja kamu ini. Sudah sana ke kamar, buruan mandi, badan kamu bau tuh. Dah sana mandi dulu,"
"Siap! Eh."
"Apa lagi?"
"Gak apa-apa," jawab Alena sambil menggelengkan kepalanya, dan bergegas ke kamar.
Saat hendak menapaki anak tangga, Aleena menyempatkan untuk menoleh dan memperhatikan Devan dengan sekilas. Rupanya si Devan pun menoleh, dan langsung memalingkan wajahnya.
'Mit amit banget itu si sekretaris Devan, nyebelin banget lagi. Dicium aja gak ngefek, benar-benar itu cowok.' Batin Aleena sambil menapaki anak tangga.
Kini tinggal Devan sama Bernio berada di ruang tengah.
"Gimana kabar mu, Devan?" sapa Bernio yang memang sudah kenal dekat layaknya sahabat.
"Baik, kamu sendiri gimana kabarnya? sudah lama tidak bertemu, tambah sukses pastinya," jawab Devan.
Bernio pun tersenyum dan merangkul pundaknya Devan.
"Udah nikah?" tanya Bernio.
Devan menggelengkan kepalanya.
"Kenapa belum menikah? masih setia sama pacar kamu yang udah bertahun-tahun tidak ada kabarnya kah? kamu ini terlalu setia. Lupakan saja kenapa, perempuan itu gak cuma satu, juga pacar kamu menghilang sejak lulus sekolah. Sekarang udah tahun berapa, ha? masih mau setia juga kamunya?"
Devan lagi-lagi tersenyum mendengarnya.
"Nak Devan, udah pulang?"
"Sudah, Nyonya, Nona Aleena sudah masuk ke kamarnya."
"Terima kasih ya, hari ini kamu sudah nganterin Aleena jalan-jalan. Oh iya, udah mau sore juga, kamu jangan pulang dulu ya, nanti kita makan bersama. Kalian berdua juga udah lama tidak pernah ketemu 'kan, anggap aja acara pertemuan kalian berdua."
"Tat-tapi, Nyonya,"
"Kamu itu, pasti mau cari alasan. Pokoknya gak ada alasan apapun buat nolak, titik." Kata Nyonya Meli yang tidak ingin ada penolakan dari sekretaris Devan.
"Tuh dengerin apa kata Mama aku, gak bakalan bisa kamu nolak. Dah ah, ayo kita nostalgia, sudah lama kita gak pernah ngobrol. Soalnya aku juga bakal balik lagi ke luar negri. Niatku pulang karena Aleena mau menikah, jadinya aku harus menyempatkan waktuku untuk hari bahagianya, karena Aleena adik aku satu-satunya. Kamu juga punya adik perempuan, pasti akan melakukan hal yang sama sepertiku."
"Iya, benar. Aku pun akan memprioritaskan adik perempuan ku daripada diriku sendiri. Aku sebagai Kakak laki-laki juga mempunyai tanggung jawab yang besar, dan tidak akan membiarkan adikku hidup dalam kesedihan."
"Kamu Kakak yang hebat, aku pun salut sama kamu. Aku do'akan, semoga kamu sukses dan cita-citamu terwujud membahagiakan ibumu, juga adik perempuan mu."
"Kamu juga,"
"Ya udah yuk, kita ngobrol ditempat biasanya dulu kamu main ke rumah ku." Ajak Bernio, Devan pun mengiyakan.
Lumayan cukup lama juga mereka berdua mengobrol, tidak terasa sudah waktunya untuk makan malam, meski masih sorean, lantaran takutnya Devan buru-buru pamit pulang.
Di ruang makan, semua sudah duduk dengan rapi, posisi duduk Aleena berhadapan langsung sama sekretaris Devan. Aleena senyum sumringah ketika dirinya dapat memandangi sekretaris Devan tanpa ada penghalang apapun, benar-benar sangat jelas pastinya.
"Nak Devan, jangan malu-malu, bukankah kamu dulunya juga sering main ke rumah, ayo kita makan bareng," ucap Nyonya Meli sambil mengambilkan porsi makan untuk Tuan Arvian.
"Iya, Nyonya, terima kasih sudah mengajak saya untuk makan bersama,"
Aleena sendiri justru malah sibuk memperhatikan sekretaris Devan ketimbang sibuk dengan makanannya dipiring.
Devan yang merasa diperhatikan, memilih menunduk agar Aleena tidak terus-terusan menatap dirinya.
'Ish! nyebelin banget sih dianya ini. Makan aja dari tadi nunduk terus, diajak ngomong baru aja mau dongak, dasar.' Batin Aleena penuh geram.
"Aleena, lagi mikirin apa, kamu, ha? malah bengong, habisin itu makanan kamu."
"Eh, Mama, Aleena cuma pingin mengutarakan isi hatinya Aleena, Ma, tapi-"
Seketika, Devan tersedak saat minum.
"Devan, pelan-pelan minumnya," ucap Bernio sambil menepuk punggungnya.
"Iya, Nak Devan, pelan-pelan," timpal Tuan Arvian.
"Kasih air minumnya lagi, Bernio,"
"Ini," ucap Aleena yang langsung menyodorkan air minumnya.
Kemudian, Devan langsung meminumnya.
"Makasih, maafin saya sudah membuat khawatir, juga mengganggu jam makan," ucap Devan merasa tidak enak hati.
'Tuh 'kan, keknya sekretaris Devan udah naksir deh sama aku. Buktinya aja kaget gitu dianya, pas aku mau ungkapin perasaan aku, semoga saja. Entah kenapa baru kenal aja udah ngerasa dekat banget, apakah ini pertanda kalau sekretaris Devan itu jodohku?'
"Aleena, kamu itu kenapa sih, melamun sambil senyum senyum gak jelas gitu. Kamu kesambet demit mana, Aleena?"
"Ish! Kak Bernio mah pingin tau aja, entar kalau dikasih tau mendadak jantungan, jadi dirahasiakan aja kalau gitu."
"Serah kamu aja lah, yang terpenting pas mau nikah kamu waras waras aja, jangan sampai kurang,"
"Kek Nio!"
"Sudah, sudah, kalian itu, selalu aja berantem. Sekarang habisin dulu makanan kalian, lihat tuh punya Devan sudah habis, kalian malah berantem terus kerjaannya."
"Weeeek." Aleena pun menjulurkan lidahnya tanda mengejek kakaknya.
"Awas aja kamu, besok bakal Kakak bales,"
"Bernio, Aleena,"
"Iya, Pa, iya deh," jawab keduanya sangat kompak.
Sedangkan Devan teringat dengan adik perempuannya, ada keinginan sendiri untuk membahagiakan adiknya.
'Semoga hidup mu seceria Nona Aleena, Livia. Sebisa mungkin Kakak akan terus berusaha untuk membahagiakan kamu dan Ibu, kalian berdua adalah harta Kakak yang tak ternilai, kalian sumber kebahagiaan Kakak,' batin Devan dengan penuh harap untuk memberi kebahagiaan kepada keluarganya, yakni Ibu dan adik perempuannya.