Paijo, pria kampung yang hidupnya berubah setelah mengadu nasib ke Jakarta.
Senjata andalannya adalah Alvarez.
***
Sedikit bocoran, Paijo hidupnya mesakke kek pemeran utama di sinetron jam lima.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CACING ALASKA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Menyelam Lebih Dalam
Dengan sendirinya, tubuh bagian bawah Paijo menegang—tak kuasa menahan gesekan dan kedekatan yang terlalu intim.
Suzy diam. Wajahnya memerah. “Mas… itu…,” ucapnya pelan.
Paijo langsung meloncat bangkit, seperti kesetrum. “Astaghfirullah! Maaf, Mbak! Itu… bukan saya! Maksud saya, ya saya… tapi bukan sengaja!”
Suzy terdiam sejenak sebelum akhirnya tertawa. “Mas, saya ngerti kok. Tapi kayaknya kita perlu batasin genre drama yang kita tonton bareng.” Ia terkikik.
Paijo hanya bisa menunduk malu. “Saya bersumpah, ini kecelakaan…”
Paijo berdiri kaku di depan televisi, mencoba menarik napas panjang. Tapi yang ada hanya napas pendek-pendek karena gugupnya belum hilang. Di belakangnya, Suzy duduk dengan kedua tangan menutupi wajah, tertawa malu tapi juga kikuk setengah mati.
Beberapa detik berlalu dalam keheningan canggung.
Akhirnya, Suzy bersuara pelan, “Mas Paijo… duduk aja. Saya nggak bakal gigit, kok.”
“Saya... beneran nggak sengaja, Mbak,” ujar Paijo lagi-lagi, suaranya seperti bocah yang ketahuan ngumpetin uang jajan.
“Kalau sengaja, mungkin saya udah nendang Mas sekarang,” timpal Suzy, kali ini menoleh dan menatap Paijo dengan senyum iseng.
Paijo menggaruk tengkuknya. “Saya salah milih sandal... dan karpet licin... dan... saya—ah, intinya saya minta maaf, Mbak.”
“Udah, Mas. Saya ngerti. Lagian... saya juga yang duduk di situ,” kata Suzy, menahan tawa sambil menunjuk sofa. “Jadi kita bisa bilang, dua-duanya kena karma.”
Paijo akhirnya duduk lagi. Kali ini di kursi sebelah sofa. Jarak aman. Jarak anti-insiden.
Suasana kembali mencair ketika Suzy membuka sebungkus keripik singkong dan menyerahkannya ke Paijo. “Biar nggak tegang.”
“Bukan saya yang tegang... barusan itu, maksud saya—ah, udahlah,” Paijo menutup mulutnya dengan tangan.
Suzy tertawa terbahak. “Mas Paijo ini, kenapa jadi makin lucu sekarang?”
Paijo ikut tertawa, meski masih setengah malu. Tapi di dalam hatinya, ada rasa hangat. Suzy tidak marah. Bahkan sebaliknya, mereka justru tertawa bersama.
Setelah itu, mereka menonton kembali, kali ini lebih banyak saling lempar komentar soal drakor yang ditonton.
“Cowoknya kayak Mas Paijo, deh. Suka diam-diam perhatian tapi nggak pernah ngaku,” ujar Suzy.
“Hah? Saya?” Paijo melirik.
“Iya, Mas. Tapi bedanya, cowok di drakor itu nggak tersandung dan nindihin cewek di sofa,” jawab Suzy sambil menyenggol lengan Paijo.
Paijo pura-pura mengeluh. “Wah, saya kalah pamor berarti…”
Lalu, tiba-tiba Suzy menatap layar, lalu berkata dengan nada yang agak dalam, “Tapi kadang... perhatian diam-diam itu yang bikin orang merasa aman.”
Paijo menoleh. Ada kesedihan samar di mata Suzy. Dia ingin bertanya, ingin menggali lebih dalam, tapi takut menyinggung.
Sampai akhirnya, Suzy bicara duluan, “Mas Paijo... Mas pernah merasa hidup Mas kayak topeng nggak?”
Paijo terdiam. Pertanyaan itu seperti dilempar tepat ke kepalanya.
“Saya sering merasa begitu. Di rumah, saya anak yang sempurna. Di luar, saya harus jaga nama keluarga. Tapi… kadang saya cuma ingin jadi diri saya sendiri. Makan cilok di pinggir jalan tanpa harus takut ketahuan,” ujar Suzy, tertawa getir.
Paijo menatapnya. “Saya ngerti, Mbak.”
Suzy menoleh. “Mas juga merasa begitu?”
Paijo menunduk. “Saya juga pakai topeng, Mbak. Tapi... topeng saya lebih banyak lagi.”
Hening sesaat.
Suzy hanya mengangguk. Ia tidak bertanya lebih lanjut. Tapi Paijo merasa, dari tatapan Suzy, ada pengertian yang tidak perlu dijelaskan dengan kata-kata.
Beberapa jam berlalu. Waktu sudah hampir tengah malam. Suzy pun pamit pulang.
Sebelum keluar pintu, Suzy menoleh dan berkata, “Mas Paijo... meski topeng Mas banyak, saya senang karena saya kenalnya Mas Paijo. Bukan siapa-siapa yang lain.”
Paijo hanya bisa tersenyum. “Terima kasih, Mbak Suzy. Itu... penting sekali buat saya.”
Pintu tertutup. Tapi senyum Paijo tidak hilang dari wajahnya.
Malam itu, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Alvarez tidak membuat keonaran. Ia ingin tertidur tenang. Karena hatinya, untuk pertama kali, juga terasa tenang.
Namun sayangnya.
Sudah hampir pukul sepuluh malam ketika ponsel Paijo bergetar pelan. Ia baru saja menutup pintu setelah mengantar Suzy pamit pulang. Sisa kehangatan momen bersama gadis itu masih melekat di benaknya. Tapi getaran itu membuyarkan segalanya.
Claudia.
Nama itu terpampang di layar, disertai satu pesan pendek:
Saya butuh Anda malam ini. Datanglah ke The Black Swan. Suite 701. Sendirian.
Paijo menatap layar beberapa detik sebelum akhirnya menghela napas. Claudia bukan wanita sembarangan. Setiap pesannya, bahkan yang sesingkat ini, mengandung beban yang tak kasatmata—rahasia, pengaruh, dan... bayaran besar. Tanpa sadar wanita itu secara cepat menjadi seperti itu bagi Paijo.
Setelah menjadi bintang iklan dan menyandang nama panggung Joe Gregorius, bukannya berhenti dia tergiur dengan ajakan Claudia. Hingga tanpa sadar menyelami lebih dalam dunia yang seharusnya dia tinggalkan.
“The Black Swan” bukan tempat umum. Itu adalah hotel butik mewah di selatan Jakarta, hanya bisa diakses oleh mereka yang tahu jalur dalam. Dunia Claudia beroperasi di bayang-bayang: sosialita kelas atas yang mengatur pesta-pesta eksklusif dengan selimut kedok bisnis dan filantropi.
Setengah jam kemudian, Paijo sudah berdiri di depan pintu Suite 701. Tubuhnya dibalut jas hitam elegan, tapi di dalamnya, ia tahu, ia tetap Paijo yang sama. Pria dari desa yang masih belajar berjalan di atas dunia yang terlalu mengilap.
Pintu terbuka sebelum ia sempat mengetuk.
Claudia berdiri di sana—memakai gaun satin merah gelap, rambutnya disanggul anggun, mata tajamnya memindai Paijo dari ujung kepala sampai kaki.
"Kamu datang tepat waktu," katanya datar, lalu memberi isyarat agar Paijo masuk.
Ruangan itu temaram. Aroma parfum mewah bercampur dengan wangi lilin aromaterapi. Musik jazz klasik mengalun pelan dari speaker tersembunyi.
Paijo berdiri tegak, menunggu Claudia bicara lebih dulu.
"Aku tidak mengundangmu hanya untuk urusan... biasa," ujar Claudia, menaruh segelas wine di meja dan duduk di sofa berbalut beludru ungu tua.
"Ada acara, Bu?" tanya Paijo hati-hati.
Claudia menggeleng. "Bukan acara. Tapi... akan datang beberapa tamu penting. Wanita-wanita kaya yang kesepian. Mereka ingin sesuatu yang berbeda. Kamu bukan hanya diminta... melayani. Tapi menghibur. Menjadi tokoh. Fantasi. Aku butuh kamu jadi Alvarez malam ini."
Paijo mengatup bibirnya. Nama itu lagi. Nama yang bukan miliknya, tapi jadi identitas di dunia yang tak pernah ia pilih.
“Dan kamu tahu, kamu tak bisa menolak. Kita punya perjanjian. Kamu belum lunas dengan dunia ini.”
Paijo mengangguk perlahan. Ia tahu, Claudia menyimpan banyak kartu. Dan salah satunya, mungkin terlalu dekat dengan Suzy. Meski ia tak tahu persis apa, Paijo bisa merasakan bahwa Claudia lebih dari sekadar klien.
Dan itu... membuat segalanya lebih rumit.
Malam itu berlalu dengan absurditas yang hanya bisa terjadi di dunia Claudia. Paijo berpura-pura menjadi seorang pangeran Eropa yang tersesat. Ia bermain peran untuk seorang janda kaya dari Hong Kong, berdansa dengan sosialita senior yang ingin pura-pura jadi anak SMA. Setiap tawa dan lirikan, semua bagian dari pertunjukan.
Tapi yang tak pernah ia tunjukkan adalah wajah aslinya.
Karena di tengah pesta mewah itu, hanya ada satu orang yang ia pikirkan. Seorang gadis sederhana yang selalu tertawa bersamanya sambil menonton drakor. Seorang gadis yang memanggilnya Paijo, bukan Joe Gregorius. Apalagi Alvarez.
...🪱CACING ALASKA MODE🪱...
jgn salahkan Suzy aelahh
next nell, semakin menarik 😁😁😁
Tpi bikin greget 😭
Jo terlalu pasrah bet, Jo ga boleh lemah ya kudu kuat lawan dong itu si lambe turah claudia jan mau dijadiin bonekanya😭😭
adududu typoku selalu tidak tau tempat🚶♀️
bagai petir disiang bolong faktanya😱😱
gemes sndiri kan jdinya 😶😶
Lu yg terobsesi sama Paijo peak itu bukan cinta lagi namanya dari mana juga pengorbanan disitu 🤯
yg ada dia tuh yg makin memperkeruh keadaan paijo🚶♀️