Malam temaram, cahaya siluet datang menyambar. Detak jantung berlarian ke segala arah. Menimpali ubin yang kaku di tanah.
Di sana, seorang anak kecil berdiri seperti ingin buang air. Tapi saat wajah mendekat, Sesosok hitam berhamburan, melayang-layang menatap seorang wanita berbaju zirah, mengayunkan pedang yang mengkilat. Namun ia menebas kekosongan.
Apakah dimensi yang ia huni adalah dunia lain? nantikan terus kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asyiah A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Belenggu
Turn back to sang gadis
Sang gadis membeli dua roti yang berukuran sedang, satu botol air mineral dan sepasang sandal karet.
Kakinya menapak dengan sempurna tanpa tertatih atau berjinjit karena biasanya permukaan sandal yang aus dan bolong.
Dia memakan satu buah roti dan meminum habis satu botol air mineral di dalam tenda yang sudah robek.
Gadis itu mulai mengemasi barang-barang nya. Dia menggulung tenda, memasukkan bantal, lampu dan selimut ke dalam plastik besar berwarna putih. Dia juga membersihkan sampah-sampah bekas para pendaki yang kebetulan camping di perbukitan ini.
"Satu kantong plastik ukuran besar! Lumayan juga nih, bisa ku bawa ke pengepul!" Ujar nya sedikit berteriak.
***
PENGEPUL BARANG BEKAS
Begitulah tulisan saat gadis itu memasuki area barang bekas. Bau tidak sedap, beberapa barang bekas yang ternyata kumpulan besi-besi dan baut mobil. Ada juga segunung botol mineral dan dua gunung besar kardus yang sudah dalam keadaan dilipat.
Dia mendekati Bapak pengepul, yang umur nya masih 60 tahun tapi dengan tubuh yang sangat fit, layaknya umur 40 tahun. Sepertinya dia sangat merawat dirinya dengan baik.
"Pak, aku jual satu plastik besar untuk botol mineral. " di tunjuknya plastik yang dia gendong, dia setengah berteriak. Mesin-mesin pengolah dan penghancur sampah sangat berisik.
"Oke, kau tunggu sebentar, ya! "
Dia mengambil timbangan kiloan dan mengaitkan plastik itu.
"Nah kau tengok. Hanya 5 ons. Ku beri 5000 ya? " Dia langsung mengedipkan matanya. Ada tetesan air mata yang jatuh.
"Baiklah. " Gadis itu menghela nafas. Dia tak seberuntung minggu lalu.
"Nih, uangnya. Jangan lupa kalau masih ada barang bekas bawa kemari! " ucapnya seperti ingin marah-marah, padahal tidak.
***
Sang gadis sedang duduk di bangku yang menghadap ke danau secara langsung, di samping nya ada secangkir kopi hitam yang menemani sore hari nya yang teduh.
Dia memberanikan diri membuka diary milik mendiang ibunya. Diary yang sampulnya berwarna coklat polos dan pembatas kerta berwarna senada itu sangat sederhana, namun tampak tebal dan sedikit terkoyak di ujung bawah sampul.
Bertahun lamanya dia tak ingin membuka lembaran masa lalu kelam keluarganya. Sejak kecil dia sudah hidup sebatang kara. Dia juga mewarisi rumah peninggalan orangtuanya. Orangtua nya meninggal saat umur dia baru satu tahun. Belum mengerti apapun. Saat itu dia diasuh oleh bibinya. Adek dari ibunya.
Tetapi saat usianya beranjak remaja, saat umurnya sudah 17 tahun. Bibinya sakit, demam tinggi menyerangnya. Bibi yang selama ini selalu siap siaga dan menjadi tulang punggung, menghembuskan nafas terakhir dipangkuan keponakannya.
Sebelum kejadian, Bibi yang sejak lama membuka toko roti, merasakan ada seseorang menyelinap masuk ke dapur. Toko yang terbilang kecil ini sangat mudah untuk dilihat oleh nya, gerak-gerik yang mencurigakan. Tanpa pikir panjang, Bibi berlari ke dapur dan betapa terkejutnya melihat seorang yang tak dikenal, dengan pakaian hitam dan memakai penutup wajah.
"Siapakah kamu? " Tanya Bibi dengan nada bergetar.
Saat itu Bibi hanya melihat bahwa orang yang menyelinap masuk adalah laki-laki. Dia tidak bisa mengenali wajahnya yang tertutup. Setelahnya, laki-laki itu memukul Bibi dan Bibi pun pingsan.
Sejak hari itu, Bibi banyak murung dan mengunci diri. Bibi mengalami malam terakhir dengan panas yang tinggi. Wajahnya merah-merah. Aku berkali-kali mengompres dengan air hangat. Tapi panasnya tidak turun.
Bibi memberikan buku diary. Dia mengatakan bahwa buku diary ini milik ibuku. Aku menangis tanpa henti.
"Bibi sudah meneruskan wasiat dari ibumu. Sekarang saatnya Bibi pergi. Jaga dirimu baik-baik. "
Aku melihat dengan jelas, bagaimana nyawa Bibi ditarik dengan hati-hati. Bibi meninggalkanku saat aku belum memahami sepenuhnya apa yang terjadi pada hidupku.
Tinggg ....
Selena. Air mata sang gadis jatuh. Dia mulai membaca dari bab awal, saat nama ibunya baru dia ketahui.
Dia membuka lembar berikutnya, ada foto dua orang dewasa sambil menggendong bayi. Kelihatannya itu dia dan kedua orangtuanya. Di belakang foto tertulis. Rash, Selena dan bayi kecil kami : Stella.
Nama gadis itu adalah Stella. Selama ini dia hanya dipanggil "Ara", Bibinya selalu memanggil nama itu. Hingga dia tanpa sengaja lupa nama yang sebenarnya.
Lantas dia membaca sejarah kedua orangtuanya bertemu, hingga saat ibu dan ayahnya meninggal di sebuah Ballroom yang berisi keluarga terpandang. Ibu nya menuliskan suatu pesan dengan firasat yang tidak enak.
Dia menitipkan Stella pada Bibi. Ibu mendekap kuat sekali. Dia meninggalkan beberapa tetes air matanya. Dia juga meninggalkan buku diary yang kemanapun menemaninya.
Tak pernah terpikir dibenak Bibi bahwa itu adalah kenangan terakhir yang mereka miliki. Setelah itu tersiar kabar bahwa sepasang suami-istri sudah tewas di dalam Ballroom.
Saat keluarga besar ingin mengusut kasus. Tanpa ada penyelesaian, kasus ditutup.
Stella membaca setiap kata, memahami situasi dan melanjutkan hingga dia tau bahwa tidak ada yang murni di dunia ini.
Jamah manusia. Racun dari neraka. Tangan pengotor dan merenggut nyawa. Itu adalah realitas sesungguhnya bahwa ambisius kadang kala tidak untuk dijadikan teman. Atau dia akan memakanmu hidup-hidup.