Penculikan yang terjadi membuatnya merasa bersalah dan bertekad untuk pergi dan menjadi lebih kuat agar bisa melindungi seorang gadis kecil yang sangat ia sayangi yaitu cucu dari Boss ayahnya. Tanpa ia sadari rasa sayangnya terhadap gadis kecil itu berubah menjadi rasa cinta yang sangat mendalam saat mereka tumbuh besar namun menyadari statusnya yang merupakan seorang bawahan, ia tidak berani mengungkapkan hati kepada sang gadis.
Namun siapa sangka saat mereka bertemu kembali, ternyata menjadi kuat saja tidak cukup untuk melindungi gadis itu. Nasib buruk menimpa gadis itu yang membuatnya hidup dalam bahaya yang lebih dari sebelumnya. perebutan kekayaan yang bahkan mengancam nyawa.
Apakah pria tersebut dapat melindungi gadis yang disayanginya itu? dan apakah mereka bisa bersama pada akhirnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Skyla18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Azka masih merasakan rasa perih dibahunya saat dia menaiki pesawat sore itu. Perban putih masih membungkus luka tembak yang hampir merenggut nyawanya. dia seharusnya senang karena dia cukup beruntung untuk masih hidup saat ini. Namun Azka malah sedih karena merasa tidak maksimal menjaga Alya dengan baik
Ia menatap keluar jendela, melihat lampu kota yang perlahan menghilang ditelan awan. Dia meninggalkan Alya dengan tekad untuk kembali menjadi pelindung yang lebih kuat lagi untuk Alya. Di sebelahnya, duduk seorang pria paruh baya. Dia adalah Paman Rico,teman dari ayahnya yang akan membawanya ke tempat baru, ke kehidupan yang akan mengubah segalanya.
“Aku nggak mau jadi lemah lagi,” kata Azka pelan, nyaris seperti gumaman kepada dirinya sendiri.
Paman Rico hanya menatapnya dan mengangguk.
"Kalau kamu serius, tempat yang akan kita tuju akan menguji tekadmu, Azka. Di sana, nggak ada yang peduli kamu masih anak-anak, jadi berjuanglah di sana,”ucap Paman Rico
Tempat itu jauh dari perkotaan. Sebuah pelatihan militer swasta yang diurus oleh Paman Rico dan para mantan tentara militer lainnya , di mana anak-anak yatim, korban perang, dan bocah-bocah buangan dilatih untuk bertahan hidup. Azka termasuk yang paling muda di antara mereka.
Hari pertama, ia sudah terjatuh lima kali saat latihan fisik. Badannya masih belum pulih sepenuhnya, dan malam harinya demam datang menghantam. Tapi dengan tekad yang besar, Azka tidak menyerah dengan mudah. Ia ingat wajah Alya, menangis di gudang tua, tubuh kecilnya gemetar, tangan mungilnya menggenggam erat jari Azka.
Hal itulah yang merupakan bahan bakar untuk Azka agar tidak mudah menyerah.
Setiap pagi, Azka bangun sebelum matahari muncul. Ia mulai belajar teknik bela diri dasar, membaca peta, memanjat, hingga merakit senjata mainan untuk simulasi. Saat teman-temannya tidur, dia membaca buku bisnis dan manajemen sederhana yang diberikan oleh Paman Rico.
“Kamu mau jadi apa, anak sekecil ini belajar soal saham?” tanya salah satu pelatih menertawakan Azka
“Kalau suatu saat aku harus lindungi orang penting… aku nggak boleh cuma tahu cara berkelahi. Aku harus tahu cara mikir.”jawab Azka tegas menatap pelatihnya hingga pelatih tersebut terdiam karena merasa ucapan Azka benar
Hari demi hari berlalu. Luka di bahunya mulai sembuh dan hanya meninggalkan bekas luka yang tak dihiraukannya, tapi luka di hatinya menjadi bahan bakar. Ketika anak-anak lain menyerah karena latihan terlalu berat, Azka tetap tidak menyerah. Ia tetap berdiri. Ia jatuh, bangun, jatuh lagi, dan bangun lagi. Dia adalah anak yang jenius, ia mampu mempelajari semuanya dengan baik dan Azka juga memiliki sesuatu yang tak dimiliki anak-anak lain yaitu tekad yang tidak bisa dipatahkan.
Suatu malam, saat bulan tergantung sempurna di langit, Paman Rico duduk di samping Azka yang sedang membersihkan pisau latihannya.
“Kamu tahu… kamu nggak harus ngelakuin semua ini. Kamu masih bisa jadi anak kecil biasa. Untuk apa kamu ngelakuin semua ini?"ucap Paman Rico
“Aku nggak mau Alya ketakutan lagi. Aku janji ke diriku sendiri. Aku bakal jadi kuat. Buat dia.”Ucap Azka
"Sepenting itukah Alya untukmu?" ucap Paman Rico
Azka terdiam sedangkan Paman Rico menatap bocah kecil itu. Paman Rico sadar bahwa Azka bukan anak biasa dan Azka akan jauh lebih hebat dari yang siapa pun bisq bayangkan. Dan ia juga sadar Alya memiliki posisi yang sangat istimewa dihati Azka. Gadis itu akan menjadi kelemahan terbesar Azka.
____________________
3 tahun kemudian
Dari bocah kurus yang tak bisa push-up tanpa jatuh, kini tubuh Azka mulai membentuk otot ringan, refleksnya tajam, dan matanya tajam saat membaca gerakan. Tapi satu hal yang tidak pernah berubah: malam-malam sunyi yang dihabiskannya menatap bintang sambil memikirkan Alya
Ia sering menulis surat untuk Alya namun surat yang tak pernah ia kirim.
"Alya, aku harap kamu bahagia di sana. Aku akan kembali. Suatu hari nanti. Dan aku janji, nggak akan biarin siapa pun menyakitimu lagi.”ucap Azka sambil menatap langit
Di umur 13 tahun ini, Azka sudah mulai ikut simulasi dunia nyata bersama anak-anak yang lebih tua karena perkembangannya yang lebih cepat dari anak-anak lain. Ia diajarkan cara negosiasi, strategi keamanan, dan bertahan hidup di medan ekstrem. Paman Rico mengikutkan Azka ke dalam kelas bisnis khusus secara daring bersama mentor luar negeri.
“Kenapa harus belajar neraca keuangan?” protes Azka di awal karena merasa itu tidak penting
“Karena nanti, kamu bukan cuma akan jadi pelindung tubuh. Kamu akan jadi tameng dari semua sisi, termasuk di meja rapat,” ucap paman Rico. “Dan percayalah, dunia bisnis jauh lebih kejam dari peluru,"lanjut Paman Rico
Suatu hari, dalam latihan penyergapan, Azka dipilih jadi pemimpin tim. Semua anak yang lebih tua protes karena mereka merasa Azka tidak pantas dan tidak akan bisa
“Dia anak kecil! Dia tidak akan bisa menjadi pemimpin. Apakah pelatih ingin kami gagal dalam latihan kali ini?” teriak salah satu dari mereka.
“Diamlah dan lihat saja nanti,"ucap pelatih itu
Malam itu, Azka menyusun rencana diam-diam. Ia meneliti medan, menyusun taktik masuk, dan mengatur posisi anak-anak lain seperti catur. Ketika latihan selesai, hanya tim Azka yang berhasil mengambil ‘target’ tanpa satu pun ‘korban’.
Anak-anak itu tak berkata apa-apa. Tapi sejak hari itu, mereka mulai memanggilnya dengan rasa hormat. Bukan karena usianya tapi karena cara berpikirnya. Azka berhasil membuktikan kehebatannya dengan baik.
Setelah keberhasilannya itu, Paman Rico memberinya kotak kecil. Di dalamnya, ada foto Alya dan dirinya saat kecil. Itu merupakan foto terakhir sebelum penculikan terjadi.
“Kenapa paman memberikan ini?”ucap Azka bingung
“Supaya kamu ingat, kenapa kamu mulai semua ini dan tetap semangat,"ucap Paman Rico sambil menepuk pundak Azka
Azka menatap foto itu lama. Wajah Alya masih sama dengan yang dia ingat terakhir kali. Tapi di benaknya, ia tahu, Alya pasti sudah tumbuh jadi gadis remaja sekarang. Entah apakah ia masih ingat Azka atau tidak. Tapi bagi Azka, itu tidak penting. Yang penting adalah saat ia kembali, Alya bisa melihatnya sebagai seseorang yang cukup kuat untuk melindunginya dalam segala hal. Dan dia akan menepati janjinya kepada Alya.
______________________
2 tahun kemudian
Di suatu pagi yang dinginnya menusuk sampai ke tulang. Azka berdiri di belakang seorang pria kaya paruh baya, mengenakan jas hitam dan earphone kecil di telinganya. Ini adalah misi pengawalan pertamanya selama ini. Seorang investor internasional yang terancam dibunuh oleh pesaing bisnis.
“Tenang, Azka. Ini bukan pelatihan. Ini hidup dan mati,” ujar Paman Rico lewat earphone.
Azka mengangguk pelan, matanya menyapu seluruh ruangan tempat pertemuan berlangsung. Gerakannya tenang, wajahnya dingin, tapi di dadanya jantungnya berdetak cepat. Ini nyata. Ancaman bisa datang kapan saja.
Dan datanglah ancaman itu dalam sekejap mata.
Seseorang menyusup dari pintu belakang, senjata kecil diselipkan di balik jas. Azka tak menunggu perintah. Dalam satu gerakan cepat, ia menendang meja kecil hingga menjatuhkan pria bersenjata, lalu mendorong kliennya ke balik dinding pelindung. Ia hanya butuh tiga detik. Tiga detik yang membuktikan bahwa dia bukan anak-anak lagi. Dia sudah menjadi pengawal yang handal.
Setelah kejadian itu, pria kaya tersebut memandang Azka dengan campuran takut dan kagum. “Berapa umurmu?”
“Lima belas tahun, ” jawab Azka singkat.
Setelah misi itu, Paman Rico mulai membawa Azka ke lebih banyak pertemuan bisnis kelas atas dengan penyamaran sebagai ‘asisten’. Tapi yang dilakukan Azka bukan hanya menyajikan kopi. Ia duduk diam, mendengarkan, mencatat, dan memahami semua lawan bicaranya dengan baik.
Sekarang Ia tahu siapa yang bicara jujur, siapa yang menyembunyikan ancaman. Ia belajar bahwa serangan dalam dunia bisnis tak selalu berupa peluru namun kadang berupa tawa palsu dan kesepakatan yang mengandung racun.
Suatu malam, setelah menghadiri pertemuan bisnis besar, Azka duduk di balkon hotel. Tangannya memegang laporan keuangan dari sebuah perusahaan yang sempat disebutkan dalam pertemuan.
Paman Rico datang dengan dua kaleng soda.
“Kamu benar-benar berubah,"ucap Paman Rico
“Aku cuma pengen ngerti semua sisi medan perang. Dulu aku pikir cuma fisik yang penting. Tapi ternyata pengkhianatan lebih sering datang dari dalam meja perundingan,"ucap Azka sambil meminum soda itu dan menatap ke arah langit malam
“Dan kamu baru lima belas,”ucap Paman Rico menghela napas. “Alya pasti nggak akan kenal kamu lagi,"lanjut Paman Rico
Azka terdiam. Ia sudah melihat foto Alya beberapa kali melalui media sosial, artikel berita, dan laporan bisnis keluarga Hartono. Alya kini jadi gadis remaja cantik, pintar, dan mulai aktif dalam kegiatan sosial perusahaan keluarganya. Tapi yang paling membuat Azka terdiam: matanya masih sama. Mata yang dulu pernah menangis di pelukannya di gudang tua.
“Aku nggak butuh dia kenal aku sekarang. Aku cuma perlu jadi orang yang layak buat berdiri di sisinya nanti,"ucap Azka
__________________________
Satu malam sebelum ulang tahunnya yang ke 16 tahun, Paman Rico memberinya dua hal: paspor baru, dan surat kontrak kecil dari sebuah perusahaan pelatihan di Eropa.
“Waktunya kamu naik ke level berikutnya,” ucap Paman Rico.
Azka menatap paspor itu. Nama aslinya tercetak di sana. nama yang tidak banyak orang tahu. Tapi di dalam hati, dia tahu siapa dirinya sendiri dengan baik.
Dia bukan siapa-siapa. Tapi suatu hari, dia akan jadi segalanya bagi orang yang paling ingin ia lindungi yaitu 'ALYA'.
Bersambung