NovelToon NovelToon
BAHAGIA?

BAHAGIA?

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Anak Yatim Piatu / Mengubah Takdir
Popularitas:663
Nilai: 5
Nama Author: Nemonia

berfokus pada kisah Satya, seorang anak dari mantan seorang narapidana dari novel berjudul "Dendamnya seorang pewaris" atau bisa di cek di profil saya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nemonia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8

Di tempat lain terlihat Anwar yang menatap foto Reza dalam ponselnya. Itu adalah kenangan terakhir sebelum Reza memberi amanah kepadanya.

"Ayah belum tidur?" Alexa datang dari arah kamarnya menyusul sang ayah yang duduk di sofa. la duduk di samping sang ayah dan ikut melihat apa yang sedang ayahnya akukan. "Dia siapa?" tanyanya melihat foto seorang pria.

"Dia pemilik perusahaan yang ayah kelola."

"Lalu ... di mana dia sekarang?"

"Sudah meninggal. Dan pemuda tadi siang itu keponakannya," ujar Anwar memberitahu.

Alexa hanya diam dan kembali menatap foto Reza kemudian melirik sang ayah dari posisinya.

Brugh!

Secara tiba-tiba Alexa memeluk ayahnya. "Aku sangat bangga pada ayah," ucapnya.

Anwar tersenyum dan meletakkan ponselnya ke atas meja. "Kenapa?"

"Ayah adalah orang paling jujur dan amanah yang pernah Alexa tahu. Ayah adalah pahlawan," ucap Alexa membenamkan wajahnya pada dada sang ayah.

Anwar tertawa dan membalas pelukan putrinya. Kemudian sebuah kalimat terucap membuat Alexa mendongak.

***

Keesokan harinya terlihat dua orang penjaga mendekati kamar Yoga. "Ada kunjungan untukmu," ucap salah satu penjaga yang membuka pintu.

"Siapa, aku?" tanya Fajri dengan wajah sumringah. la bahkan lupa kapan terakhir kali keluarganya datang. Dan mendapat kabar ini tentu ia sangat senang. Sayangnya, kesenangannya hanyalah angan.

"Tahanan nomor 287," kata penjaga tersebut membuat Fajri tertunduk lesu.

Yoga terkejut. "Siapa?" tanyanya seraya bangkt dari duduknya.

"Istrimu. Sebaiknya bergegaslah. Jangan membuang waktu."

Yoga hanya diam membuat Bams dan Fajri saling melempar lirikan.

"Katakan padanya, aku tidak ingin bertemu."

Mendengar itu sontak Bams dan Fajri berdiri. "Hei, apa yang kau katakan, Ga?! protes keduanya.

"Baiklah." Hanya satu kata itu yang lolos dari mulut si penjaga kemudian kembali menutup pintu.

"Ga, apa kau gila?!"

Yoga tetap hanya diam kemudian kembali duduk di tempat yang sebelumnya ia duduki. la tak punya pilihan lain meski sebenarnya sangat ingin bertemu sekaligus menanyakan keadaan Satya.

"Sebaiknya temui dia dulu. Siapa tahu ada hal penting yang ingin disampaikannya padamu. Kau sudah menyuruhnya berhenti datang dulu, tapi dia tetap datang," tutur Bams.

"Bams benar. Meski usiamu lebih tua dari kami, untuk kali ini jangan keras kepala." Kini giliran Fajri yang menyuruhnya menemui Shintia.

Yoga hanya diam dan tampak berpikir keras. Sampai akhirnya dua penjaga itu kembali datang dan membuka pintu. Sayangnya, bukan lagi untuk Yoga, tapi untuk memberitahu Bams bahwa keluarganya datang.

 ***

Shintia tertunduk lesu setelah polisi penjaga memberitahunya bahwa Yoga tidak ingin ditemui. Meski begitu dirinya tetap duduk seakan enggan beranjak.

"Apa yang kau tunggu, Nyonya. Bukan hanya anda yang ingin bertemu keluarganya," tegur polisi penjaga pada Shintia.

"Bisakah anda mengatakan padanya ini sangat penting?" mohon Shintia. la masih ingin berharap Yoga berubah pikiran.

Tak berselang lama Yoga keluar bersama Bams. Pada akhirnya Yoga bersedia menemui Shintia. Senyum Shintia pun merekah terlebih saat Yoga telah duduk di hadapan. Sementara itu Bams sesekali mencuri pandang pada Shintia.

"Maaf," ucap Yoga setelah gagang telepon menempel di telinga.

Shintia mengangguk. "Tidak apa-apa. Meski begitu, kau tetap menemuiku. Terima kasih."

"Kenapa kau datang? Sudah kukatakan-"

"Kemarin kami bertemu seseorang."

"Siapa?"

"Tuan Anwar. Kemarin Satya kecelakaan."

"Apa? Lalu bagaimana keadaannya?!" Bahkan belum sempat Shintia menyelesaikan ucapannya, Yoga lebih dulu menyela. Kekhawatiran pun tampak jelas di wajah. Apakah perasaan tidak enaknya kemarin karena hal ini? batinnya.

"Dia baik-baik saja. Hanya mengalami sedikit luka di kepala," jawab Shintia di mana senyum tipisnya terukir. la senang Yoga mengkhawatirkan Satya menunjukkan dia benar-benar menyayangi anak mereka.

Yoga sedikit bernafas lega meski begitu ia masih tak bisa berhenti memikirkan Satya.

"Ternyata pengemudi mobil yang Satya tabrak, anak dari tuan Anwar. Apa kau tahu tuan Anwar?"

"Aku hanya pernah mendengar namanya dari Reza."

"Selama ini beliau sangat baik tetap menjalankan amanah Reza. Kemarin, beliau bahkan mengajak Satya melihat perusahaan Reza sekarang," ujar Shintia memberitahu.

Yoga hanya diam, ia bersyukur masih tersisa orang baik di dunia terlebih di sekeliling sang putra.

"Kemarin Satya juga pergi ke rumah Novi," ujar Shintia membuat Yoga sedikit melebarkan mata.

"Apa? Untuk apa?"

"Aku memberitahu Satya mengenai apa yang terjadi padamu kemarin. Dan Satya ... ingin mencari tahu," jelas Shintia ragu. la takut Yoga memarahinya karena membuat Satya dalam bahaya.

"Kenapa kau memberitahunya? Harusnya kau tidak melibatkannya. Katakan padanya untuk tidak ikut campur. Aku tidak ingin terjadi sesuatu padanya ," tutur Yoga memarahi Shintia dengan lembut. la tahu Shintia hanya khawatir, tapi ia tak ingin melibatkan Satya dan Shintia dalam masalah ini.

"Tapi... dia sangat ingin membantu," timpal Shintia. "Aku juga mengkhawatirkannya, tapi... melihat kesungguhannya, aku hanya bisa mendukungnya."

Yoga hanya diam tak tahu harus mengatakan apa. Sebagian hatinya senang Satya memiliki keinginan menyelamatkannya, tapi sebagian hatinya merasa cemas takut terjadi sesuatu pada Satya.

Setelah cukup lama bicara, jam besuk Yoga pun usai. la kembali ke sel dengan membawa makanan yang Shintia bawakan untuknya.

"Istrimu masih saja cantik," puji Bams setelah kembali ke dalam sel. la duduk di depan Yoga yang membagi makanan yang Shintia bawa.

"Dia bukan istriku."

"Ah, baiklah, calon istri. Setelah keluar kau akan menikahinya, bukan?"

Yoga hanya diam. Dirinya bahkan tidak pernah memikirkan hal itu. Meski berpikir ingin bersama Shintia dan Satya, ia tak berpikir akan menikahinya.

Yoga mengambil sepotong kue kering buatan Shintia dan rasanya masih sama. Sangat enak. Setiap kali memakan masakan Shintia rasanya Yoga ingin menangis.

"Dua delapan tujuh, ada tamu untukmu." Tepat di saat itu polisi penjaga kembali dan mengatakan pada Yoga ada yang ingin bertemu.

"Eh? Siapa, Ga?" tanya Fajri mengingat Yoga bahkan baru saja kembali.

Yoga bangkit berdiri. "Siapa?" tanyanya.

"Seorang laki-laki." Hanya dua kata itu yang terucap dari mulut penjaga membuat Yoga berpikir itu adalah Satya. la hendak menolak, namun bisikan penjaga membuatnya tak bisa mengatakan tidak.

"Apa anaknya?" gumam Fajri seraya mengarah pandangan pada Yoga yang telah pergi.

"Sepertinya," timpal Bams yang kembali mengambil kue kering dan memasukkan ke dalam mulutnya.

Sesampainya Yoga di tempat besuk, dahinya sedikit berkerut melihat siapa yang saat ini duduk menunggunya.

"Apa aku mengenalmu?" tanya Yoga saat gagang telepon telah berada dalam genggaman.

Pria itu tersenyum ramah. "Tidak. Bagaimana jika kita berkenalan dulu?" jawab pria itu yang tak lain adalah Raska.

Yoga memasang wajah waspada. Dan saat Raska memperkenalkan namanya, dirinya semakin dibuat bertanya-tanya.

"Jadi, apa tujuanmu menemuiku."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!