Sinopsis Singkat "Cinta yang Terlambat"
Maya, seorang wanita karier dari masa depan, terbangun di tubuh Riani, seorang wanita yang dijodohkan dengan Dimas, pria dingin dari tahun 1970-an. Dengan pengetahuan modern yang dimilikinya, Maya berusaha mengubah hidupnya dan memperbaiki pernikahan yang penuh tekanan ini. Sementara itu, Dimas yang awalnya menolak perubahan, perlahan mulai tertarik pada keberanian dan kecerdasan Maya. Namun, mereka harus menghadapi konflik keluarga dan perbedaan budaya yang menguji hubungan mereka. Dalam perjalanan ini, Maya harus memilih antara kembali ke dunianya atau membangun masa depan bersama Dimas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon carat18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 – Bukan Wanita Lemah
selamat membaca guys ❤️ ❤️ 🐸 ❤️ ❤️
******
Maya berdiri di depan rumah, menatap ke arah sawah tempat para lelaki sibuk bekerja. Dari kejauhan, ia bisa melihat Dimas dengan mudah—sosok nya lebih tinggi dari kebanyakan pria di sana, dengan bahu lebar dan lengan kekar yang tampak kuat saat mengangkat karung hasil panen.
Namun, bukan itu yang membuat Maya kesal.
Yang membuat nya kesal adalah sikap Dimas yang sama sekali tidak peduli pada nya. Sejak ia terbangun di tubuh Riani, pria itu belum sekali pun menunjuk kan perhatian atau rasa ingin tahu tentang kondisi nya.
Bahkan tadi pagi, saat ia muncul di hadapan nya, ekspresi Dimas tetap datar—seolah ia hanya melihat seorang kenalan biasa, bukan istri nya sendiri.
Maya mengepalkan tangan nya.
Kalau dia berpikir aku akan tinggal diam menerima sikap dingin nya, dia salah besar.
Ia melangkah ke halaman belakang, mata nya menyapu sekeliling mencari sesuatu yang bisa di gunakan nya. Di sudut dapur, ia menemukan sebuah caping dan cangkul kecil yang tampak sudah tua. Ia mengambil nya tanpa ragu. Jika Dimas bisa bekerja di sawah, maka ia juga bisa.
Saat ia berjalan menuju sawah, beberapa wanita yang sedang menjemur padi di halaman meliriknya dengan tatapan heran. Salah satu dari mereka, seorang ibu paruh baya yang tampak ramah, menghentikan pekerjaannya dan menatap Maya dengan alis terangkat.
“Riani, kau mau ke mana dengan cangkul itu?” tanya nya penasaran.
Maya tersenyum kecil. “Aku mau membantu di sawah.”
Wanita itu tampak terkejut. “Membantu? Sejak kapan kau mau turun ke sawah?”
Maya terdiam sejenak. Seperti nya Riani yang asli memang bukan tipe wanita yang mau berkotor-kotor di ladang. Tapi ia tidak bisa mundur sekarang.
“Aku ingin mencoba,” jawab nya ringan.
“Aku juga bagian dari keluarga ini, bukan? Kalau suamiku bekerja keras, aku juga harus melakukan sesuatu.”
Wanita itu masih tampak ragu, tetapi ia tidak mengatakan apa-apa lagi. Maya melanjutkan langkah nya menuju sawah.
Begitu ia tiba, beberapa petani yang sedang bekerja langsung berhenti dan menatap nya dengan ekspresi bingung. Seperti nya mereka tidak terbiasa melihat seorang wanita datang ke ladang dengan cangkul di tangan.
Salah satu pria tua, yang tadi berbicara dengan Dimas, tersenyum ramah dan mendekati nya. “Riani, apa yang kau lakukan di sini?”
Maya mengangkat sedikit cangkul nya. “Aku ingin membantu.”
Pria itu tampak sedikit terkejut, tetapi kemudian tertawa kecil. “Istri Dimas memang berbeda! Biasa nya, wanita lebih suka tinggal di rumah.”
Maya hanya tersenyum tipis. Aku memang berbeda.
Di kejauhan, Dimas yang mendengar suara-suara di sekitar nya akhir nya menoleh. Saat melihat Maya berdiri di tengah sawah dengan caping di kepala nya, ekspresi nya berubah sedikit, meski pun masih sulit di tebak.
Ia berjalan mendekat dengan langkah tegap, lalu berhenti di hadapan Maya. Tatapan nya tajam, penuh ketidak sukaan.
“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya nya dingin.
Maya balas menatapnya tanpa gentar. “Membantu.”
Dimas mengerutkan kening. “Tidak perlu. Kembalilah ke rumah.”
Maya menyilangkan tangan di dada. “Kenapa? Aku bukan orang yang suka menganggur. Lagi pula, kalau aku hanya tinggal di rumah, tidak ada yang bisa kulakukan.”
Dimas mendesah pelan, jelas tidak ingin berdebat dengan nya di depan banyak orang. “Ini bukan tempat untuk mu.”
Maya mengangkat cangkul kecil di tangan nya. “Aku bisa belajar. Aku bukan wanita lemah yang hanya bisa duduk diam.”
Para petani lain mulai berbisik-bisik, tampak nya terhibur dengan interaksi mereka berdua. Seperti nya mereka belum pernah melihat seorang wanita yang berani melawan kata-kata Dimas seperti ini.
Dimas menatap Maya cukup lama, lalu akhir nya menghela napas panjang. “Lakukan lah sesukamu.”
Setelah berkata begitu, ia kembali bekerja, seolah tidak peduli lagi.
Maya tersenyum tipis. Baik. Kalau dia tidak peduli, maka aku akan membuktikan bahwa aku bisa bertahan di sini tanpa bergantung padanya.
Tanpa ragu, ia mulai bekerja. Ia memperhatikan para petani lain yang sedang membajak tanah, lalu mencoba mengikuti gerakan mereka. Awal nya, cangkul terasa berat di tangan nya, dan setiap kali ia mengayunkan nya, tanah yang tercangkul tidak rapi.
Beberapa orang yang melihat nya tertawa kecil.
“Riani, hati-hati! Jangan sampai kau melukai kakimu sendiri!” seru seorang pria paruh baya dengan nada bercanda.
Maya hanya tersenyum. Ia memang tidak terbiasa dengan pekerjaan seperti ini, tetapi ia tidak akan menyerah. Ia mencoba lagi, kali ini menggunakan lebih banyak tenaga. Cangkul akhir nya menancap lebih dalam ke tanah, meski pun gerakan nya masih kaku.
Ia bekerja selama hampir satu jam sebelum akhir nya merasa kelelahan. Napas nya memburu, keringat mengalir di pelipis nya, tetapi ia merasa puas.
Tiba-tiba, seseorang meletak kan sebuah tempayan kecil di dekat nya.
“Minumlah,” suara Dimas terdengar datar.
Maya menoleh, sedikit terkejut. Dimas masih berdiri dengan ekspresi dingin nya, tetapi kali ini, ada sesuatu di mata nya—sesuatu yang sulit ditafsirkan.
Ia mengambil tempayan itu tanpa berkata apa-apa dan meminum nya sedikit. Air dingin itu langsung menyegarkan tenggorokan nya yang kering.
Setelah beberapa saat hening, Dimas akhirnya berkata, “Kalau kau ingin membantu, jangan memaksakan diri.”
Maya menatap nya. Ia ingin membalas kata-kata itu dengan nada sinis, tetapi entah kenapa, nada suara Dimas kali ini terdengar sedikit lebih lunak dari pada sebelum nya.
Ia menghela napas, lalu tersenyum kecil. “Aku hanya ingin membuktikan bahwa aku bisa bertahan di sini.”
Dimas tidak menjawab, tetapi tatapan nya pada Maya berubah. Sejenak, ekspresi nya tampak seperti seseorang yang baru menyadari sesuatu. Namun, detik berikut nya, ia kembali ke diri nya yang biasa—dingin dan sulit ditebak.
“Kembali ke rumah sebelum kau jatuh pingsan,” kata nya sebelum berbalik pergi.
Maya mendengus pelan. Lihat saja, Dimas. Aku tidak akan menyerah.
Ia tahu perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi satu hal yang pasti—ia tidak akan menjadi wanita lemah yang hanya menunggu belas kasihan suami nya.
******
Terima kasih sudah membaca guys ❤️ 🐸 ❤️ ❤️ ❤️ ❤️ ❤️