NovelToon NovelToon
Pengawal Dan Tuan Puteri : Takdir Yang Tertulis

Pengawal Dan Tuan Puteri : Takdir Yang Tertulis

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Pengasuh / Pengawal / Putri asli/palsu
Popularitas:5.7k
Nilai: 5
Nama Author: Wahyu Kusuma

Dandelion—bunga kecil yang tampak rapuh, namun tak gentar menghadapi angin. Ia terbang mengikuti takdir, menari di langit sebelum berakar kembali, membawa harapan di tanah yang asing.

Begitu pula Herald, pemuda liar yang terombang-ambing oleh hidup, hingga angin nasib membawanya ke sisi seorang puteri Duke yang terkurung dalam batas-batas dunianya. Dua jiwa yang berbeda, namun disatukan oleh takdir yang berhembus lembut, seperti benih dandelion yang tak pernah tahu di mana ia akan tumbuh, namun selalu menemukan jalannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Kusuma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16 Kejutan Membahagiakan

Susan benar-benar terkejut melihat Clara berjalan-jalan di dalam Mansion dengan penampilan yang begitu rapi. Sudah begitu lama sejak Clara terakhir kali keluar dari kamarnya—dan biasanya, jika pun keluar, hanya untuk menimbulkan masalah. Namun kali ini berbeda. Ada keharuan, keterkejutan, sekaligus kebahagiaan yang bercampur di dalam dirinya.

Tanpa ragu, Susan segera menghampiri Clara, ingin melihatnya lebih dekat. Matanya berbinar-binar saat menatap wajah gadis itu.

"Sudah begitu lama Anda tidak pernah keluar dari kamar, dan akhirnya hari ini tiba. Saya sangat senang melihatnya... hiks, hiks..."

Air mata kebahagiaan mengalir di pipi Susan. Dia tidak bisa menahan perasaan haru ini. Pikirannya seketika kembali ke masa lalu, ke awal mula Clara mulai mengurung diri.

Hari itu, di ruang tamu lantai satu Mansion, keluarga Astalfo baru saja pulang dari sebuah pesta bangsawan. Seperti biasa, Susan dan para pelayan lainnya sigap menyambut mereka. Namun, saat melihat mereka—terutama Clara—ada sesuatu yang janggal.

Saat itu, suasana yang menyelimuti ruangan terasa begitu kelam. Ekspresi wajah Clara tampak kosong. Matanya yang biasanya bersinar kini tampak redup dan kabur, dengan sisa air mata yang masih terlihat di pelipis dan pipinya. Saat itu, Susan tahu bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi.

Sejak hari itu, Clara jarang sekali hadir dalam acara makan bersama keluarga. Dia lebih memilih mengurung diri di dalam kamar, membenamkan tubuhnya di balik selimut. Susan tidak tahu pasti apa yang terjadi, tetapi desas-desus menyebutkan bahwa Clara mendapat perlakuan buruk di pesta tersebut. Menyaksikan seorang anak kecil yang sudah tak berdaya, apalagi dengan kekurangannya, membuat hati Susan semakin pedih.

Sejak saat itu, Susan rutin membawakan makanan untuk Clara, berharap suatu hari gadis itu akan kembali keluar dari persembunyiannya. Dan kini, harapan itu seakan mulai terwujud.

Kesedihan dan kehampaan yang dulu membelenggu Clara tampaknya mulai memudar. Ada kehangatan yang kembali muncul di wajahnya, seolah menandakan bahwa dia siap melangkah maju dari masa lalunya.

Sepertinya bayangan kelam yang mengekang Nona Clara perlahan akan sirna. Semua ini berkat Herald, pikir Susan.

Herald—dialah yang membawa perubahan ini. Susan merasa begitu berterima kasih padanya.

Tanpa sadar, tangis Susan semakin menjadi hingga menarik perhatian Clara. Gadis itu perlahan meraba wajah Susan yang ada di hadapannya, lalu dengan lembut mengusap air mata yang mengalir di pipi pelayan setianya.

"Susan, kenapa kamu malah menangis?" tanyanya polos. Tangannya yang masih meraba-raba wajah Susan mencoba menghapus sisa air mata. "Sudahlah, jangan menangis lagi."

Susan tersentak. Tangisnya mereda seketika. Dia mengusap wajahnya sendiri, lalu tersenyum dan menjawab dengan suara yang masih sedikit bergetar, "Tidak apa-apa, Nona. Saya hanya sangat bahagia hingga air mata ini keluar. Oh, selamat, Nona. Akhirnya Anda keluar dari kamar setelah sekian lama. Saya benar-benar senang."

Clara tersenyum kecil. "Terima kasih... Sebenarnya aku masih merasa gugup, tetapi karena Herald ingin menunjukkan sesuatu dan sudah berjanji padaku, aku memutuskan untuk mencoba keluar. Kurasa setelah ini, aku akan lebih sering berada di luar."

"Oh, begitu ya," ujar Susan.

Dia memang sudah tahu bahwa Herald memiliki peran besar dalam hal ini. Namun, di balik semua itu, dia juga merasakan ada sesuatu yang lebih dalam di antara mereka. Tapi, selama semuanya berjalan baik, itu sudah cukup baginya.

Susan kemudian beralih menatap Herald. Dengan penuh rasa terima kasih, ia menggenggam kedua tangan pemuda itu.

"Tuan Herald, terima kasih karena telah berusaha membawa Nona Clara keluar."

Herald hanya tertawa kecil. "Hehehe, yah... Ini memang sudah menjadi tugasku, jadi kamu tidak perlu berterima kasih seperti itu."

Susan akhirnya melepaskan genggamannya, dan wajahnya seketika berseri-seri. Dengan semangat membara, ia berseru, "Baiklah! Aku harus segera memberitahu Tuan Astalfo. Dia pasti sangat senang mendengar kabar ini!"

Tanpa menunggu lebih lama, Susan langsung berlari keluar dari ruangan, menuju ke tempat Astalfo. Kabar gembira ini pasti akan membuatnya bangga. Putrinya, yang telah sekian lama terkurung dalam kesedihan, akhirnya keluar dari kamarnya.

Dan mungkin, ini adalah awal dari perubahan besar di Mansion ini.

Susan hampir saja berlari, tetapi tiba-tiba Herald menarik lengannya, menghentikannya. Susan berbalik dengan ekspresi bingung.

"Eh, Susan, jangan!" ujar Herald dengan nada serius.

Susan menatapnya penuh tanda tanya, dan Herald pun melanjutkan, "Untuk sekarang, jangan beritahukan dulu kepada Tuan Astalfo soal ini. Ini pertama kalinya Nona Clara keluar dengan cukup baik, dia butuh waktu untuk membiasakan diri. Mungkin setelah seminggu, aku yang akan memberitahukannya. Dan juga, tolong jelaskan kepada para pelayan dan prajurit. Sepertinya tadi mereka juga terkejut melihat kemunculan Clara."

Herald memahami bahwa jika kabar ini tersebar terlalu cepat, hal itu bisa mengganggu proses adaptasi Clara. Dia butuh waktu untuk merasa nyaman dengan dunia luar sebelum dihadapkan pada perhatian lebih dari keluarganya. Jika tidak, trauma masa lalu bisa kembali menghantuinya.

Susan terdiam sejenak, lalu mengangguk. "Hm, kamu benar. Baiklah, aku akan mencoba merahasiakan ini dan berbicara dengan para prajurit serta pelayan yang melihat Clara tadi."

Setelah itu, mereka berpisah. Herald dan Clara melanjutkan perjalanan menuju perpustakaan, tempat tujuan mereka semula.

**

Sementara itu, di dalam ruangan Astalfo...

Astalfo tengah sibuk dengan tumpukan dokumen di mejanya—surat keputusan, penandatanganan, dan persetujuan yang harus ia periksa satu per satu. Tak jauh darinya, Hermas menuangkan teh ke dalam cangkir, lalu membawanya ke meja sang Tuan.

"Tuan Astalfo, ini teh Anda. Silakan diminum."

"Hmm, terima kasih, Hermas," jawab Astalfo tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen.

Namun, ketenangan itu terpecah ketika seorang prajurit masuk dan menyampaikan sebuah kabar.

"Tuan Astalfo, saya mendapat informasi dari salah satu pelayan bahwa Putri Anda terlihat berjalan-jalan di dalam Mansion bersama Tuan Herald."

Gerakan mata Astalfo yang sebelumnya mengikuti barisan kalimat di kertas tiba-tiba terhenti. Dia mendongak, menatap prajurit itu dengan tatapan tajam.

"Apa yang kamu katakan? Putriku berjalan-jalan?"

"Benar, Tuan."

Astalfo meletakkan dokumen yang dipegangnya di atas meja. Dengan tenang, ia meraih cangkir teh yang tadi disiapkan oleh Hermas.

"Baiklah, terima kasih telah memberitahuku. Kau boleh kembali sekarang."

Prajurit itu memberi hormat sebelum keluar dari ruangan. Setelah pintu tertutup, Astalfo bersandar di kursinya. Ia tersenyum tipis.

"Tidak kusangka kabar ini akan sampai padaku secepat ini."

Hermas, yang masih berdiri di dekat meja, menanggapi, "Ya, aku pun berpikir begitu. Kukira anak itu akan kesulitan mengurus Putri Anda, tetapi nyatanya dia justru berhasil membuat perkembangan secepat ini."

Astalfo mengangguk, ekspresi wajahnya penuh pemikiran. "Memang, aku tidak salah memilihnya."

Hermas menatapnya dengan penuh arti. "Anak dari seseorang yang pernah berjuang bersama Anda... Orang yang sangat berjasa bagi Anda. Mungkin ini memang takdir yang telah ditentukan."

Astalfo tersenyum lembut, berbicara sembari mengenang masa lalu. "Iya itu benar ... Bahkan sampai saat ini, dia masih saja membantuku dan sekarang melalui perantara anaknya. Seharusnya sewaktu itu dia tidak usah menerima gelar Baron dan berada di tempat terpencil seperti itu. Dia rela membuang semua prestasinya demi hidup dengan damai."

Setelah jeda sejenak, Hermas bertanya lagi, "Tuan Astalfo, apakah Anda tidak ingin segera menemui Putri Anda dan mengucapkan selamat kepadanya?"

Astalfo menggeleng pelan. "Tidak perlu. Untuk saat ini, biarkan dia bersama Herald. Dia masih membutuhkan waktu untuk menikmati kebebasannya. Aku yakin dia sangat merindukan momen seperti ini, dan kita sebagai orang dewasa tidak seharusnya mengganggu."

Nada suaranya terdengar lebih hangat dari sebelumnya. Hermas menangkap perubahan itu, lalu dengan penasaran berkata, "Sepertinya Anda sudah mulai tidak terlalu menghiraukan kutukan itu lagi, ya."

Astalfo terdiam sejenak. Ia menurunkan cangkir tehnya, lalu meraih sebuah bingkai foto dari meja. Perlahan, ia memutar kursinya, menatap foto seorang wanita di dalam bingkai itu.

"Kutukan, ya..." gumamnya pelan. Wajahnya sedikit menggelap.

Ia menghela napas, lalu melanjutkan, "Aku memang berharap kutukan itu menghilang. Tapi rasanya, itu mustahil. Jadi, lebih baik jika aku hanya bisa merelakannya dan mengikuti alur kehidupan. Membiarkan kutukan itu menjadi bagian dari kita. Selama Putriku bahagia, meski dengan segala kekurangannya, itu sudah cukup bagiku. Usaha istriku tidak akan sia-sia."

Perkataan itu mengalir begitu saja dari mulut Astalfo—sebuah ungkapan kesabaran, kelegaan, dan keteguhan hati seorang ayah. Namun di balik kata-katanya, masih tersembunyi berbagai misteri yang belum terungkap sepenuhnya.

1
Hirage Mieru
.
Cindy
☕️ Untuk menambah semangat.
‎‎‎‎Wahyu Kusuma: uwawwww makasih 😆
total 1 replies
‎‎‎‎Wahyu Kusuma
Ada sedikit kesalahan pada bab 4😔 Jangan dibaca dulu
‎‎‎‎Wahyu Kusuma
Jangan lupa baca karya baru saya 😳 Ini adalah novel Romence pertama saya yang sudah melewati masa revisi. Kuharap kalian bakalan nyaman membacanya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!