Kehadiran Damar, pria beranak satu yang jadi tetangga baru di rumah seberang membuat hidup Mirna mulai dipenuhi emosi.
Bagaimana Mirna tidak kesal, dengan statusnya yang belum resmi sebagai duda, Damar berani menunjukkan ketertarikannya pada Mirna. Pria itu bahkan berhasil membuat kedua orang tua Mirna memberikan restu padahal merek paling anti dengan poligami.
Tidak yakin dengan cerita sedih yang disampaikan Damar untuk meluluhkan hati banyk orang, Mirna memutuskan mencari tahu kisah yang sebenarnya termasuk masalah rumahtangga pria itu sebelum menerima perasaan cinta Damar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penjelasan Rangga
“Mirna tunggu !”
Damar menahan lengan Mirna yang sudah berbalik badan.
“Lepaskan !” desis Mirna dengan mata melotot.
“Dengarkan dulu penjelasanku dan Rangga. Maaf kami….”
Mirna terus memberontak, berusaha melepaskan tangannya tapi Damar malah mergencangkan cengkramannya, tidak membiarkan Mirna lepas.
“Saya tidak perlu permintaan maaf anda. Lepaskan saya ! Anda mungkin bisa meracuni pikiran keluarga saya tapi jangan harap saya bisa ikut dipengaruhi,” geram Mirna.
Damar menghela nafas sambil menggelengkan kepala. “Aku tidak pernah berniat jahat padamu, Mirna.”
“Lepaskan aku !” bentak Mirna sambil meronta.
Rangga yang sejak tadi memperhatikan di belakang Damar akhirnya berpindah ke depan pria itu dan mengambil alih lengan Mirna.
”Biar aku yang menjelaskan semuanya pada Mirna.”
“Aku tidak mau ! Jangan harap…”
“Cukup Mirna !” tegas Rangga dengan tatapan yang tidak bisa dibantah.
Mirna langsung diam. Rangga memang belum pernah benar-benar marah padanya tapi sudah beberapa kali menegur Mirna dengan cara seperti ini.
“Masuk ke ruanganku sekarang !”
Dengan terpaksa Mirna menuruti permintaan kakaknya dan wajahnya kelihatan lebih tenang karena Damar tidak ikut masuk.
Sekarang keduanya duduk berhadapan di sofa. Wajah Mirna masih ditekuk, firasatnya tentang Damar semakin kuat.
“Apa yang ingin kamu tanyakan ?”
Rangga menyilangkan kaki dan kedua tangannya terlipat di depan dada.
“Tolong jujur padaku Kak, sebenarnya siapa Damar ? Kenapa aku menangkap kalau kalian sengaja membiarkan Damar mendekatiku ? Mama sendiri yang bilang kalau statusnya belum duda jadi kalau kami jadian, statusku adalah istri mudanya. Bukankah selama ini papa dan mama sangat menentang yang namanya poligami ?”
Rangga tidak langsung menjawab, menunggu siapa tahu Mirna masih punya daftar pertanyaan lain.
Setelah Mirna hanya menatapnya tanpa suara, Rangga pun menurunkan kaki dan merubah posisi duduknya.
“Damar adalah sahabatku sejak SMP, sama seperti Anita dan kalian pernah bertemu beberapa kali tapi sepertinya kamu tidak ingat. Kami berdua yang merintis perusahaan ini sebelum Denni dan Romi ikut terlibat.”
“Kenapa kakak tidak memberitahuku sejak awal kalau dia adalah sahabat kakak dan mbak Nita ? Kakak berniat menjodohkan aku dengannya karena dia sahabat kakak ? Bagaimana dengan istrinya ? Kalian rela membiarkan orang-orang menganggapku pelakor kalau sampai jadian sama dia ?”
“Mir, sebut namanya, jangan hanya dia dia begitu.
Masalah statusnya memang betul Damar belum duda karena Istrinya saat ini sedang sakit dan dokter belum bisa memastikan apakah istri Damar bisa kembali ke sedia kala atau tetap dengan kondisinya sekarang.”
“Kakak kenal dengan istrinya ?”
“Tentu saja kakak mengenalnya dengan baik. Saat mereka menikah, kakak menjadi pendamping Damar.”
Mirna menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.
“Kakak mengenal baik istrinya dan kakak juga tahu kalau sekarang kondisinya sedang sakit. Sebagai sahabat seharusnya kakak menyuruh Damar fokus mengusahakan kesembuhan istrinya bukan malah mendukung niat Damar mendekatiku.”
“Apa yang Damar lakukan murni untuk Chika. Anak itu membutuhkan kasih sayang seorang ibu dan kebetulan dia langsung jatuh cinta padamu sejak kalian bertemu di rumah sakit.”
Mirna tersenyum sinis sambil menggeleng-gelengkan kepala.
”Yakin karena alasan itu ? Teganya kalian semua memanfaatkan kepolosan Chika untuk memuaskan keinginan pribadi Damar. Istrinya masih hidup jadi Chika tetap bisa bertemu dengan maminya kapanpun. Bukankah akan lebih baik kalau anak itu diberi pengertian tentang kondisi maminya, siapa tahu istri Damar bisa lebih semangat untuk sembuh bila sering bertemu dengan putrinya.”
”Saat ini istri Damar sedang diisolasi jadi tidak mungkin sering membawa Chika untuk menemuinya. Lagipula alasan Damar memilihmu selain alasan Chika, kamu sangat mirip dengan istrinya.”
Mata Mirna langsung melotot dan ia kembali tersenyum getir sambil geleng-geleng kepala lalu beranjak bangun.
“Jawaban kakak sungguh membuatku kecewa. Kalian semua merasa simpati dan iba pada nasib Damar dan juga Chika tapi tidak ada yang memikirkan perasaanku.”
”Tentu saja kami semua peduli padamu, Mirna. Kamu tahu bagaimana aku sangat menyayangimu jadi mana mungkin aku akan membiarkanmu menderita.”
“Tolong kakak renungkan dengan baik ! Mana ada wanita yang bahagia jika alasan seorang pria menginginkannya hanya karena wajahnya mirip dengan istri pria itu. Selamanya wanita itu akan hidup dalam bayang-bayang istri pertama si pria, tidak ada tempat bahkan mungkin kesempatan untuk dicintai sebagai dirinya sendiri.”
Rangga menyusul Mirna dan menahan pintu yang sudah siap dibuka adiknya.
“Tolong berikan kesempatan untuk Damar membuktikan perasaannya padamu. Dia memang mencintai istrinya tapi dengan kemungkinan sembuh hanya 10%, Damar harus mempersiapkan diri untuk menghadapi 90% kemungkinan terburuknya. Masalahnya dia tidak sendirian, ada Chika yang sangat merindukan kasih sayang seorang ibu.”
Mirna menghela nafas sambil menatap ke lain arah. Hatinya benar-benar kecewa mendengar permintaan Rangga dan tentu saja orangtuanya juga.
Di mata Mirna, kebaikan yang mereka berikan pada Damar dan Chika adalah bentuk dukungan dan persetujuan akan niat Damar mendapatkan Mirna.
“Bagaimana kalau akhirnya aku harus menanggung kecewa dan sakit hati karena diperlakukan hanya sebagai ibu pengganti dan hidup dalam bayang-bayang istrinya ?”
Rangga memegang kedua bahu Mirna lalu memeluknya erat-erat.
“Aku akan jadi orang pertama yang akan membuat Damar menyesal karena sudah menyakiti adik kesayanganku.”
Kembali terdengar helaan nafas Mirna yang panjang dan berat tapi kedua tangannya balas memeluk pinggang Rangga membuat pria itu menyunggingkan senyuman.
***
Dengan berbagai persyaratan akhirnya Rangga memberi ijin Mirna untuk keluar makan siang dengan Dewi.
“Gimana kondisi lo setelah keluar dari rumah sakit ? Apa ada sesuatu yang beda ?”
Mirna mengetuk-ngetuk bibirnya dengan jari telunjuk seperti orang sedang berpikir.
“Ada sih…”
“Apa yang berubah ?”
“Berat badan gue turun banyak tapi….”
“Mir, kelakuan lo bikin gue mulai kesal nih !”
Dewi mulai cemberut tapi Mirna malah tertawa senang.
“Elo nggak nyadar kalau perubahan yang paling jelas adalah gue makin cantik.”
“Mulai deh sombongnya,” cebik Dewi. “Mentang-mentang lagi dikejar sama calon duda ganteng.”
Mata Mirna membola lalu menyipit, menatap Dewi dengan curiga.
“Darimana elo tahu soal Damar ?”
“Dari kak Rangga dan mbak Nita.”
“Dasar ember bocor,” gerutu Mirna. “Jadi mereka mencoba cari dukungan sama elo ?”
Dewi tertawa, “Nggak mungkin kakak lo membiarkan cowok brengsek mendekati adiknya.”
“Pertama gue nggak suka punya suami setua dia, punya anak pula meskipun Chika lucu dan menggemaskan. Kedua statusnya belum duda, gimana kalau niatnya hanya mencari istri muda atau pengganti sementara sampai istrinya sembuh ? Gue masih perawan Wi dan belum juga kepala 3, masa iya nggak ada perjaka yang mau sama gue.”
“Bukannya lebih enak dapat suami yang udah pengalaman ? Lagian pas jaman sekolah elo pernah bilang pingin dapat pacar yang lebih dewasa ?”
Mirna hanya menghela nafas tidak mengiyakan atau membantah.
“Gue punya ide kalau elo mau coba,” ujar Dewi dengan nada berbisik.
“Ide apa ?”
“Cari tahu gimana sebetulnya kondisi om Damar lo itu lewat anaknya, siapa tadi namanya ?”
“Chika.” Dewi manggut-manggut.
“Elo tahu kan biarpun udah diajarin dan diwanti-wanti, anak kecil nggak akan bisa terus menerus berbohong dan menutupi kepolosannya. Dekati Chika untuk mencari tahu soal kondisi yang sebenarnya.”
Mirna mengerutkan dahi dan mengangguk-angguk.
“Sepertinya ide lo bagus untuk dicoba,” ujar Mirna.
pergi ke akhirat mgkin
ah... lama2 jadi maminya sendiri