Mikayla adalah Perawat Gigi. Ia telah dikhianati oleh pacarnya sendiri yang berselingkuh dengan teman seangkatan perawat. Pacarnya adalah seorang anggota Polri. Namun cintanya kandas menjelang 2 tahun sebelum pernikahannya. Namun ia mengakhiri hubungan dengan pacarnya yang bernama Zaki. Namun disamping itu ia ternyata telah dijodohkan oleh sepupunya yang juga menjadi anggota Polri. Apakah ia akan terus memperjuangkan cintanya dan kembali kepada Zaki, atau lebih memilih menikah dengan sepupunya?
ikuti kisah selanjutnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahkota Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Genggaman Erat
Mika membaca pesannya, dan ia mengakui bahwa dirinya juga sudah kelewatan yang tiba-tiba marah kepada Zaki.
(Mika: Iya, nggak apa-apa. Aku maafkan kamu) balas Mika kepada Zaki.
(Zaki: Terima kasih, sayang. Kamu sudah mau maafkan aku. Kamu masih libur ya kuliahnya?) tanya Zaki kepada Mika kembali.
(Mika: Iya, masih satu hari lagi aku dirumah. Kenapa?)
(Zaki: Mau pergi nonton nggak? Ada film seru) ajak Zaki antusias.
(Mika: Ya sudah, memang kamu nggak dinas?) tanya Mika kembali.
(Zaki: Nanti malam aku dinas, kalau mau jalan sekarang aku siap-siap, bagaimana?
(Mika: Hmm.. Boleh deh. Tapi, janji ya jangan aneh-aneh lagi. Aku nggak suka!)
(Zaki: Iya, sayang. Nggak kok.)
(Mika: Baiklah kalau begitu.)
(Zaki: Ya sudah, nanti aku jemput kamu ya. Nanti akan aku beri kabar kalau aku sudah akan menjemput kamu.)
***
“Mau kemana kamu, Mika?” Ujar Naila yang sedang menyiapkan koper untuk dibawa pulang kampung.
Mika yang sedang menuruni anak tangga terkejut mendapati suara Naila.
“Eh, Mama. Aku mau pergi dengan Zaki, Ma. Boleh kan, Ma?” bujuk Mika pada Naila yang sedang memasukan pakaian ke dalam koper, dan sesekali Mika membantunya untuk memasukan beberapa helai pakaian ke dalam koper.
“Boleh, tapi harus tetap tahu batasan waktu ya, dan jangan aneh-aneh. Mama marah lho nanti.”
“Iya Mama, siap!”
Mika melihat Rozak dan Omar sedang mengobrol di taman sebelah rumah.
“Mama, balik ke Yogya kapan, Ma?” tanya Mika kemudian.
“Besok pagi, ini Mama sedang siap-siap supaya nggak terlalu repot.”
“Flight jam berapa?”
“Jam enam pagi, subuh Mama sudah harus di Bandara.”
“Besok diantar siapa, Ma?”
“Sama Ali sepertinya, dia bilang mau antar sampai Bandara.”
“Aku besok ikut ya, Ma. Mama jangan lupa bangunin aku.”
Belum sempat Naila menjawab, Ali sudah menuruni anak tangga dan memotong pembicaraan Mika dan Naila.
“Makanya jangan tidur malam-malam, nanti nggak bisa bangun pagi. Sudah tahu nggak bisa bangun pagi, tapi demen banget tidur malam-malam.” Cerocosnya.
Mika menolehnya dengan kesal, Ali telah lengkap menggunakan seragam dinasnya.
“Bawel!!.” Sahut Mika seraya melotot ke arah mata Ali.
“Nah, tante lihat nih anak tante, kalau dibilangin suka membantah. Tapi, kalau kenapa-kenapa pasti langsung mengganggu aku untuk minta pertolongan.” Ucap Ali seraya menunjuk-nunjuk kearah Mika.
“Oh, jadi selama ini Bang Ali merasa terganggu? Oke, mulai sekarang aku nggak bakal minta tolong apa-apa lagi sama Bang Ali.” Mika menjawab kesal.
“Heh, sudah-sudah kalian ini dari dulu seperti Tom and Jerry saja. Sebentar baikkan, sebentar marahan, sebentar akrab, Mama jadi pusing.” Potong Naila rupanya tak ingin melihat Mika dan Ali berlanjut untuk bertengkar.
Tok..
Tok..
Tok..
“Assalamu’alaikum.” Ucap seseorang di daun pintu.
Mereka bertiga pun langsung menoleh, mendapati Zaki sudah berdiri di depan sana.
“Eh Zaki, mau pergi sama Mika ya? Itu Mika sudah rapi.” Sapa Naila pada Zaki.
“ Iya, Tante.” Zaki mengangguk.
“Lo nggak dinas, bro.” tanya Ali pada Zaki dan sambil melihat ke jam tangan yang menunjukkan pukul 11.00.
“Dinas malam, gue.” Jawab Zaki singkat.
“Mau kemana kalian?” Ali tampak penasaran. Melirik Mika dan melirik ke Zaki.
“Mau mengajak jalan-jalan Mika aja kok.”
“Ohhh, jangan balik malam-malam, bro.” Ali segera meninggalkan kami dan memberi sedikit peringatan kepada Zaki supaya tidak malam-malam untuk mengantar Mika pulang.
“Siaappp 86 komandan.”
Zaki dan Mika pun berpamitan kepada Naila. Mika mencium punggung tangan Naila dan Zaki melakukan hal yang sama.
Mika tampak melirik kearah Ali, mengapa dia sudah sewot saja dengan Mika.
Padahal Mika tidak merasakan ada masalah dengannya, anehhh!!!
*
“Maaf ya, Mika. Tentang yang semalam, aku nggak minta izin dulu ke kamu.” Zaki membuka obrolan ketika mobil sudah melaju membelah jalanan kota Jakarta ini.
Di hari Minggu, jalanan sangat tampak lengang. Dengan cuaca yang tidak panas dan tidak mendung.
“Iya, nggak apa-apa.” Jawab Mika singkat karena Zaki kembali mengingatkan moment yang membuat Mika malu dan merasa berdosa.
Zaki tersenyum dan kembali menatap kedepan.
Tak membutuhkan waktu lama untuk mereka sampai pada Mall yang cukup terkenal di Jakarta ini.
Sesampai parkiran mereka segera turun dari mobil dan menuju ke bioskop.
Mika memilih film horror karena memang Mika sangat menyukai film horror, biasanya jika Mika ingin menonton selalu di temani oleh Ali atau teman-teman Mika.
“Kamu suka film horror, Mika?” tanya Zaki pada Mika sedikit mengernyitkan keningnya.
“Iya, kamu nggak suka ya?”
“Suka kok, suka.”
Lalu Zaki mengajak Mika untuk memesan pop corn dan beberapa cemilan lainnya serta tak luput minumannya.
Tiga puluh menit mereka menunggu dan akhirnya pintu studio telah dibuka, mereka yang memesan tiket nonton diperbolehkan untuk masuk kedalam bioskop dan mencari kursi sesuai dengan nomor yang telah dipesan.
Mika memilih kursi paling atas, paling pojok sebelah kiri.
Mika selalu memesan kursi diposisi itu ketika ia menonton, entah mengapa Mika selalu nyaman dengan posisi kursi disitu.
Bahkan Mika paling tidak tahan jika menonton dengan kursi paling depan, karena ketika sudah selesai menonton pasti akan membuat kepalanya sakit.
“Aku pojok ya.” Ucap Mika pada Zaki, ia sembari membawa pop corn.
“Iya, boleh.” Sahut Zaki yang tampak kerepotan membawa minuman dan cemilan yang lainnya.
Mika terkekeh melihatnya.
“Kamu mentertawakan aku ya, Mika?” Zaki menyadari bahwa Mika telah menertawainya.
“Hehehe iya, sedikit.”
“Kamu mau minum?” Zaki menyodorkan minuman untuk Mika.
Tanpa menjawab Mika pun segera mendekati minuman yang telah Zaki sodorkan untuknya.
Mika seraya menatap Zaki dan ternyata ia juga menatap Mika dengan gemasnya.
“Terima kasih.” Mika menyudahinya.
Mika kembali menatap ke layar bioskop yang sedang menyajikan iklan-iklan.
Zaki pun juga menatap lurus kedepan.
Tak lama kemudian lampu studio padam, hanya sorot cahaya terang dari layar besar itu.
Selama kurang lebih film berjalan tiga puluh menit, Mika beristirahat untuk menikmati cemilan dan fokus lurus kearah layar besar.
Namun tiba-tiba muncullah hantu dengan diikuti sound yang sangat mengagetkan dan seluruh pengunjung menjerit saking terkejutnya.
Mika tak kalah terkejut, hingga membuatnya kaget dan refleks memeluk tubuh Zaki bagian samping.
Zaki menggeleng-gelengkan kepalanya dengan senyum simpul menyamping.
“Katanya suka nonton horror, kok takut?” ucapnya lirih berbisik ditelinga Mika.
“Aku nggak takut, hanya kaget saja.” Jawab Mika menutupi perasaannya yang sebenarnya ada rasa takut juga.
Karena rupanya alur cerita di film itu sangat menyeramkan dan banyak adegan yang mengagetkan.
Mereka kembali menatap lurus kearah layar.
Tiba-tiba tangan Zaki menyentuh tangan Mika dan menggenggam jemari-jemarinya.
Mika menoleh kearah Zaki, ia tersenyum begitu manis, Mika pun membalas senyumannya.
Lima menit kemudian terdengar kembali sound yang menegangkan dan menyeramkan.
Sontak semuanya menjerit, Mika memeluk kembali tubuh Zaki, dan menenggelamkan kepalanya pada dada bidangnya.
Zaki menyambut dengan pelukan hangatnya.
Saat Mika mendongak ke wajah Zaki, seketika ia mencium pipi Mika dengan gemasnya.
“Maaf.” Ucapnya kemudian.
Mika pun tersenyum tipis, ia melanjutkan menonton dengan posisi kepala yang bersandar pada pundak kekar Zaki dan Zaki yang melingkarkan tangannya tepat dibelakang tubuh Mika. Keduanya saling bergenggam erat sepanjang film diputar.
Kami menikmati film sampai selesai dan dilanjutkan makan siang.
***
Sebelum maghrib Mika sudah diantar pulang oleh Zaki, karena Zaki akan berangkat dinas malam.
Zaki tak mampir kedalam rumah karena ia mengejar waktu untuk bersiap-siap dinas.
“Mika, salam buat Tante dan Om ya, salam juga buat orang yang dirumah, aku nggak sempat mampir karena aku buru-buru akan berangkat dinas.” Ucap Zaki menoleh kearah Mika.
“Iya, nggak apa-apa kok, kamu hati-hati ya.”
“Kamu kembali ke Asrama kapan?” tanya Zaki kemudian.
“Besok, setelah mengantar Mama Papa ke Bandara.”
“Oh ya sudah kalau begitu, sampai bertemu kembali di hari libur kamu selanjutnya ya, sayang.” Zaki mengecup pucuk kepala Mika dengan lembut.
Mika mengangguk dan segera turun dari mobil.
Ia berdiri dan melambaikan tangannya ke arah mobil Zaki. Mika terus memandangi hingga mobil tidak terlihat olehnya.
Lalu Mika masuk ke dalam rumah.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.” Sahut seisi rumah yang didapati ada Naila, Rozak, Dian, Omar dan Sarah adiknya.
Mereka tampak mengobrol diruang santai sembari menunggu adzan maghrib.
“Mika, kamu sudah pulang. Langsung mandi ya, nak. Lalu siap-siap sholat maghrib. Dan jangan lupa dilanjutkan sholat isya. Setelah sholat isya langsung turun makan malam ya.”
Ucap Naila seraya mengulurkan tangannya untuk dicium punggung tangannya oleh Mika.
“Oke, Ma. Papa, Tante, Om. Aku izin ke kamar dulu ya.”
“Iya, Mika.” Sahut Dian dan Omar disusul anggukan Rozak.
Sarah masih tampak asyik bermain sendiri.
Mika menaiki tangga untuk menuju ke kamar.
*
POV Ali
“Mika sudah pulang, Ma?” tanyaku pada Mama yang sedang menyiapkan makanan untuk makan malam dan dibantu oleh Tante Naila serta Sarah.
“Sudah, Al. Kamu mandi gih sana! Terus langsung siap-siap makan malam.” Suruh mama padaku.
Ku comotlah dan kulahaplah satu tempe goreng yang sedang disajikan oleh Sarah.
“Ih, Bang Ali. Belum cuci tangan sudah mencomot saja.” Protes Sarah lucu dan menggemaskan.
“Iya nih, Ali cuci tangan dulu paling nggak, tangan kamu kan masih kotor habis dari luar.” Sahut mama yang langsung menepuk pundakku.
“Iya ih, Ali jorok.” Tante Naila tak mau kalah memprotesku.
“Hahahahaaa... Nggak apa-apa tahu. Dulu waktu masih pendidikan malah jarang cuci tangan. Buktinya bisa sampai sekeren ini kan sekarang?” Jawabku terkekeh sambil lari menaiki anak tangga.
Saat ku berjalan ke arah kamar. Aku melihat pintu kamar Mika sedikit terbuka.
Karena penasaran, aku berjalan dan mengintip sedikit ingin melihat Mika sedang apa.
Ketika pintu kamar sudah terbuka lebar, aku melihat ternyata Mika sedang tertidur pulas dengan masih menggunakan handuk dikepalanya membalut rambut basahnya.
Untung saja ia sudah menggunakan pakaian, coba kalau masih pakai handuk, bisa berabe deh.
Ya ampun Mikayla, Mikayla sering banget ceroboh.
“Mika, Mika bangun hei, bangun!” Aku membangunkan Mika karena sudah waktunya untuk makan malam.
“Ih....” Ia pun hanya menggeliat sebentar dan dilanjutkan tidur Kembali.
“Ya ampun, Mika. Bangun ih.” Aku terus mengguncang-guncangkan tubuh ramping Mika.
Tak ada pergerakan. Aku pun menggelitik pinggang milik Mika.
Seketika Mika bangun dan mengamuk. Dengan cepat ia menyikuti junior andalanku.
Bugghhh!!
“Aauuuuuuuuuu….” Aku berteriak kencang dan merasakan sakit yang hebat pada dua buah bola yang berada dibawah Juniorku.
“Lah, Bang Ali kenapa?” Mika akhirnya terbangun dan menyadari aku telah berdiri sedikit membungkuk sambil menahan rasa sakit dengan memegang aset berhargaku itu.
Mata Mika langsung melihat dan turun kearah apa yang sedang aku pegang.
Belum sempat aku menjawab ia sudah tertawa terbahak-bahak.
“Hahahhahaaa.. lagian Bang Ali ngapain bangunin aku?”
“Sudah waktunya makan malam, Mika sayang. Niat aku baik membangunkan kamu. Eh, malah dapat reward tak terduga begini.” Aku menyahut dengan kesalnya. Bukannya disayang-sayang malah ditertawakan.
Eh, kok disayang-sayang? Apanya tuh yang disayang-sayang?
“Ya ampun, abangku sayang. Maaf ya.” Ucapnya sambil memelukku.
Dan aku merasakan ada yang aneh.
“Kamu nggak pakai BH ya?” tanyaku sambil memperhatikan dada Mika.
Mika sontak menyilangkan kedua tangannya untuk menutupi buah dadanya yang ternyata ia tidak terlindungi itu.
“Kebiasaan!!!” ucapku melengos dan langsung keluar kamar meninggalkan Mika yang sedang terpaku menahan malu.
Saat aku keluar kamar Mika, aku sedikit mendengar pembicaraan antara Mama, Papa, Tante Naila dan Om Rozak. Dan tak ku dapati Sarah. Entah dimana dia, mungkin dikamar.
“Aku menyetujui perjodohan mereka.” Ucap Papaku dengan sangat serius.
“Apakah kita harus memberitahukan segera?” Tanya Om Rozak.
“Aku rasa jangan dulu, biarkan Mika menikmati masa-masanya bersama Zaki dan teman-temannya.” Sahut kembali Mamaku.
Ih, ada apa ini? Siapa yang dijodohkan sama Mika? Siapa dia? Apakah aku mengenalnya?
“Aku juga setuju, biarkan Mika bersenang-senang dengan Zaki, dan Ali sendiripun juga sedang berpacaran dengan Janice kan?” ujar tante Naila kemudian.
Apaaaaaaaaaaaa? Mika? Ali?
Aku dong berarti orang yang dijodohkan sama Mika?
Kenapa harus aku?
“Aku nggak yakin Ali akan jadi sama Janice, anak itu sudah berkali-kali mengkhianati Ali. Aku jadi kurang suka dengannya.” Sahut mamaku kembali.
“Jangan begitu, Kak Dian. Siapa tahu nanti Janice bisa berubah menjadi lebih baik lagi.” Jawab Tante Naila.
“Tapi, ya sudah lah. Kalau memang nanti Mika berjodoh sama Zaki, dan Ali berjodoh sama Janice ya sudah berarti perjodohan ini gagal. Tapi aku sih berharap Mika dan Ali berjodoh.” Celoteh mama ku sungguh dengan sangat jelas.
Mereka pun tertawa dengan sangat lepas.
Aku di jodohkan dengan Mika? Sepupuku?
Aku memang sangat menyayangi Mika, tapi hanya sebatas saudara sepupu.
Apakah aku bisa menyayangi ia layaknya pasanganku atau calon istriku?
Bagaimana kalau Mika mengetahui hal ini? Apakah ia bisa menerimanya?
Padahal ia baru saja jadian dengan Zaki, apakah Zaki akan menerima ini semua?
Sebaiknya aku rahasiakan saja tentang perjodohan ini.
Biarkan saja waktu yang menjawab.
Jika memang aku berjodoh dengan Janice, maka perjodohan ini gagal.
Aku bisa membiarkan Mika menemukan jodohnya sendiri.
Tapi kalau memang Mika berjodoh dengan aku bagaimana? Apakah aku bisa membuka hati untuknya?