Bekerja sebagai tim pengembangan di sekolah SMA swasta membuat Hawa Tanisha bertemu dengan musuh bebuyutannya saat SMA dulu. Yang lebih parah Bimantara Mahesa menjadi pemilik yayasan di sekolah tersebut, apalagi nomor Hawa diblokir Bima sejak SMA semakin memperkeruh hubungan keduanya, sering berdebat dan saling membalas omongan. Bagaimana kelanjutan kisah antara Bima dan Hawa, mungkinkah nomor yang terblokir dibuka karena urusan pekerjaan? ikuti kisah mereka dalam novel ini. Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AGUSTUSAN
Patah hati Hawa mungkin sudah terkikis dengan kesibukan kantor, sudah tidak ada lagi Hawa yang mewek, apalagi wajah bengkak. Dia kembali menjadi gadis ceria dan aktif, juteknya pun sudah aktif kembali, sehingga rekan kerjanya pun lupa kalau gadis ini pernah dikhianati oleh sang kekasih.
Saat di rumah pun, Hawa memiliki kerjaan baru, dia sedang asyik utak atik web design, dan mengikuti beberapa akun untuk ATM produk. Sehingga rasa sakitnya teralihkan. Malam ini dia sedang membuat topi mahkota bertema Merah Putih untuk dipakai saat lomba Agustusan besok. Seperti tahun sebelumnya, masing-masing jenjang akan mengadakan lomba baik itu guru, siswa dan tim. Semua dihandle oleh OSIS tiap jenjang, khusus SD dan PAUD dihandle oleh Bapak/Ibu guru.
Tim SMA diketuai oleh Bu Dyah siap melawan guru jenjang SMA. Bidang lomba untuk guru dan tim antara lain: makan kerupuk, trend viral, masak, sunggih tempeh, bulu tangkis dan juga voli. Sedangkan untuk anak-anak malah lebih banyak lagi. Khusus lomba guru diadakan di lapangan basket, sedangkan untuk siswa di sebelahnya, yakni lapangan utama.
Pagi itu mereka sudah memakai kostum olahraga, Hawa segera membagikan topi dan sticker pipi Merah Putih yang ia buat pada tim yayasan. Bu Dyah sudah membawa gorengan sebagai bahan bakar semangat katanya. Bahkan Bima pun ikut menerima topi dan sticker itu.
"Ya Allah Gusti, orang kok ganteng amat ya Allah, Pak Bima. Duh istri orang ini kok kesemsem sama pesona Pak Bima sih," seloroh Bu Ifa kagum banget pada Bima yang mengenakan kostum olahraga berikut sepatunya. Pria itu hanya tersenyum saja digoda Bu Ifa, tanpa menimpali. Ia malah mendekat ke sisi Hawa yang sibuk memilah topi untuk rekan tim SMA.
"Ingat suami, Bu!" sahut Hawa menyodorkan topi dan sticker untuk Bu Ifa.
"Aku kebagian gak, Miss Hawa?" tanya Bima ikutan rempong, khawatir saja enggak kebagian karena dia kan bukan tim SMA secara jelas. Apalagi Bima tidak mungkin stand by di lapangan SMA, pasti juga keliling ke semua jenjang.
"Ada kok, saya bikin lebih," ujar Hawa sembari menyodorkan topi dan sticker untuk Bima.
"Gak dipasangkan sekalian?" tanya Bima usil, Hawa mendelik lalu menatap sekeliling khawatir didengar orang lain. Untung saja mereka sibuk memasang topinya, Bu Ifa dan Bu Dyah yang paling senior tentu paling rempong juga.
"Kan sudah jomblo," ledek Bima lagi sembari tertawa, melewati Hawa kemudian bergabung dengan bapak-bapak lain. Bu Heni datang dengan wajah cemberut, tim SMP gak sekompak tim SMA, tak ada tuh persiapan begini. Apalagi yang berminat lomba hanya beberapa orang saja, rasanya pengen mewek saat melihat kantor penuh euforia dengan tim SMA.
Bu Dyah sebagai pemimpin tim SMA langsung menginstruksikan anggotanya untuk segera meluncur ke lapangan SMA, ikut pembukaan lomba oleh kepala sekolah. "Eh bentar, saya kebelet pipis," ujar Hawa mengintrupsi, dia menuju ke toilet dulu. Eh pas balik sudah tidak ada orang, ia pun memastikan topi dan stiker terpasang dengan benar.
Saat mengaca dia dikagetkan dengan Bima yang berdiri di belakangnya, ikut mengaca sembari memasang sticker. "Minggir dulu, dong!" protes Hawa. Bima tak menghiraukan hanya tersenyum saja.
"Nervous ya dekat sama gue," ledek Bima sekali lagi. Hawa berdecih saja, lalu menginjak sepatu Bima, dan meninggalkan ketua yayasan rese' itu. Bima hanya tertawa saja, entahlah sejak Hawa putus, Bima lebih suka menjahili Bima, karena menurutnya dia semakin tambah sewot dan jutek saja.
Bima mengikuti pembukaan lomba di lapangan SMA, sudah memasang topi dan sticker berdiri di samping kepala sekolah, mungkin akan memberi sambutan juga. Hawa berdiri di samping barisan guru perempuan SMA, salah satu yang di sisi barisannya adalah Bu Tera.
"Miss, memang Pak Bima secakep itu ya?" bisik Bu Tera pada Hawa, padahal posisi istirahat. Hawa menoleh dan tersenyum.
"Emang cakep ya, Bu Ter?" tanya Hawa balik, Bu Tera cekikikan. Duh, Hawa ini matanya suek kali, orang ganteng banget begitu kok ya masih dipertanyakan. Ya jelas ganteng sekali, no debat.
"Banget, Miss. Gak ada guru yang seganteng dan se-cool Pak Bima loh," lanjut deh obrolan mereka.
"Punya nomornya gak, Miss?"
"Punya lah, Bu Ter!"
"Minta!"
Hawa langsung mengadahkan satu tangannya pada Bu Tera, "Ma puluh ribu," ujar Hawa sembari cekikikan, Bu Tera mendorong lengan Bu Hawa, bisa saja ajak bercandanya.
Pembukaan lomba sudah berakhir, baik guru dan tim bersiap mencari basecamp untuk mendukung tim yang sedang berlomba. Bu Dyah yang siap segalanya langsung menggelar dua tikar untuk para tim yayasan SMA lengkap dengan air mineral dan gorengan yang beliau bawa tadi. Hawa sebagai jubir tim yayasan berkumpul dengan jubir guru untuk mendengarkan aturan lomba. Lomba yang pertama dilakukan adalah sunggih tempe. Aturannya tempeh diletakkan di atas kepala, kalau ada musik baru jalan dan joget, kalau musik berhenti maka berhenti juga. Peserta yang pertama kali mencapai garis finish maka itulah pemenangnya. Baik tim yayasan maupun tim guru diwakili oleh 2 perwakilan.
"Bu Ifa siap ya?" tanya Hawa, para perwakilan sudah ditunjuk sebelum libur tanggal merah kemarin, alhasil sekarang tinggal ekskusi saja. "Pak Iqbal?"
"Beres Miss," jawab Pak Iqbal sembari mengacungkan jempol.
"Bu Ameeeeelll, potooo," teriak Hawa mengingatkan, kemudian berlari menuju area lomba. Amelia hanya mengacungkan jempol, kameranya sudah diready dan terpasang di tripod.
Lagu Kopi Dangdut mulai diputar, para peserta mulai bergoyang. Bu Ifa jalannya sangat cepat, dan tempeh di atas kepala juga gak goyang sama sekali. Riuh semangat dari tim di pinggir lapangan menambah semangat Bu Ifa, makin centil saja menggerakkan tangan beliau ala penari Jaipong, begitu lagu dimatikan, Bu Ifa sempat latah, "Ya Allah jantungku copot," semua tertawa bahkan Hawa sampai kaku perutnya karena melihat tingkah Bu Ifa.
Bima ikut tersenyum, bukan karena tingkah Bu Ifa tapi karena tingkah Hawa. Ingat saat masa SMA dulu, dia selalu aktif di setiap kegiatan, ternyata berlanjut ke dunia kerja. Dia begitu semangat mengkoordinir teman pada setiap lomba, dan sangat mendukung teman yang lomba, tidak duduk manis hanya sebagai penonton, bahkan dia rela membawakan botol air untuk Pak Iqbal dan Bu Ifa.
"Ternyata aktif memang karakter kamu, Wa! Bukan karena caper," gumam Bima sembari memotret Hawa yang berkacak pinggang sembari tertawa. "Cantik!" puji Bima.
Sesuai prediksi Bu Ifa menjadi pemenang dalam lomba sunggih tempeh ini. Pak Iqbal belum rezeki, juara dua dan tiga dimenangkan oleh Bu Sayuti dan Pak Arham dari pasukan guru. Hawa langsung memeluk Bu Ifa, mengajak selfi dengan pose centil ala mereka.
Auto bawa sperangkat alat solat sekalian akhlak nyaa
awokwook /Curse/
Hawa: ga beLagak tapi belagu/Slight/
reader: bim, ci pox bim ampe engappp/Grin//Tongue/
maaf aq nyaranin jahat 🤭🤭🤭