"Sulit adalah kita, tapi kisah cinta ini hanya ada kita, aku dan kamu tanpa ada mereka."
-----------
Ketika melanjutkan jenjang pendidikan ke sebuah Universitas, Cheryl terpaksa mengikuti keinginan orang tuanya untuk tinggal di rumah Tantenya Diandra dan Gavin, suaminya. Awalnya Cheryl menolak karena sejak dulu dia sudah tertarik dengan Gavin yang di matanya terlihat sebagai sosok yang dewasa. Namun, karena paksaan dari keluarga, akhirnya Cheryl setuju untuk tinggal di rumah Diandra.
Gavin yang sejak dulu selalu menganggap Cheryl sebagai gadis kecil yang lucu, kini harus mengubah pola pikirnya saat melihat Cheryl yang kini tinggal bersamanya sebagai sosok yang dewasa. Kesibukan Diandra sebagai seorang model yang sering meninggalkan Gavin dan Cheryl dalam satu rumah semakin membuat keduanya semakin dekat, hingga suatu malam saat Diandra sedang menghadiri gelaran Paris Fashion Week, hubungan satu malam pun terjadi diantara Gavin dan Cheryl yang menjadi awal dari hubungan gelap me
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Weny Hida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perhatian Kecil
Cheryl memang mencintai Gavin, tapi malam ini sungguh dia sama sekali tidak berniat untuk menggoda Gavin. Dia benar-benar merasa takut ditengah kegelapan disertai hujan dan petir yang menggelegar. Dia pun tak menyangka kalau Gavin sampai mau menemaninya di dalam kamar itu.
Melihat Cheryl yang kini mulai terlelap, Gavin kemudian berniat meninggalkan kamar itu. Namun kata hatinya seolah menyuruhnya untuk tetap tinggal saat melihat wajah polos Cheryl yang masih meringkuk ketakutan. Rasa iba merasuk ke dalam hatinya, hingga dia akhirnya memilih untuk merebahkan tubuhnya di samping Cheryl dan terlelap di kamar itu.
Malam ini Cheryl merasa begitu nyaman tidur dalam sebuah pelukan hangat, tanpa dia sadari beberapa kali dia menarik sebuah tangan kekar agar mengeratkan pelukannya, karena saat ini Gavin juga tidak sengaja mendekap tubuhnya.
Saat hari sudah beranjak pagi, Cheryl membuka mata, dan betapa terkejutnya dirinya ketika melihat sebuah tangan kekar menempel di perutnya. Deru nafas hangat pun begitu terasa di tengkuknya.
"Astaga, apa yang sebenarnya terjadi!" pekik Cheryl lirih. Dia kemudian mencoba kembali mengingat kejadian tadi malam, saat dia benar-benar ketakutan ketika mati lampu disertai hujan dan petir. Samar-samar dia mengingat, kalau dia terus memeluk Gavin dan tidak membiarkan dia pergi, meskipun sekedar menyalakan genset.
'Astaga jadi Om Gavin tadi malam tidur di sini?' batin Cheryl.
'Tidak! Meskipun aku mencintai dia tapi bagaimanapun juga dia adalah suami dari tanteku, aku tidak boleh berbuat seperti ini, apalagi mengambil kesempatan pada situasi seperti tadi malam,' batin Cheryl kembali. Dia kemudian menyingkirkan tangan yang memeluk tubuhnya, lalu duduk diatas ranjang sambil mengguncang-guncangkan tubuh Gavin.
"Om, Om Gavin, bangun!" panggil Cheryl.
Perlahan Gavin pun membuka matanya, dan betapa terkejutnya dia saat membuka mata itu, dan menyadari jika dirinya bukan berada di dalam kamarnya. Gavin kemudian menoleh ke arah samping dan melihat Cheryl yang juga terlihat bingung.
"Maafkan aku Cheryl, tadi malam aku hanya berniat untuk menemanimu karena kau terlihat begitu ketakutan," ujar Gavin sambil beranjak dari tempat tidur itu, meninggalkan Cheryl begitu saja yang saat ini hatinya begitu porak poranda.
"Saat ini aku sedang berjalan di atas luka dalam alunan cinta yang mempermainkan kalbuku. Aku terluka, sebuah luka akibat khayalanku yang melampaui bintang, dan mengambang layaknya sinar bulan. Karena semesta pun tahu, kisah ini hanya halusinasi, dan hanya sebatas mimpi. Sampai kapanpun, bagiku kau hanyalah sebatas mimpi," batin Cheryl sambil tersenyum kecut menatap kepergian Gavin begitu saja dari kamarnya.
Sementara itu Gavin yang sedang berjalan menuju ke kamarnya tampak merutuki dirinya sendiri. Baginya, apa yang telah dia perbuat pada Cheryl tadi malam, tidak pantas dilakukan oleh seorang pria beristri seperti dirinya. Meskipun hubungannya dengan Diandra sedang tidak baik-baik saja, tapi tidak sepantasnya dia berbuat seperti itu pada wanita lain. Apalagi dia adalah keponakan dari istrinya sendiri.
"Kenapa aku bodoh sekali? Kenapa saat melihat Cheryl, sangat sulit bagiku membendung sebuah rasa yang aku pun tak dapat mengartikannya. Sebuah rasa yang muncul dengan tiba-tiba. Cheryl yang sekarang, bukanlah gadis kecil lagi. Apakah hati ini benar-benar mulai tertarik padanya? Ah, masalah hati memang terkadang begitu rumit."
Saat akan membuka pintu kamarnya, tiba-tiba Gavin dikejutkan oleh sebuah suara yang memanggilnya. "Tuan Gavin!!" panggil suara seorang lelaki di belakangnya.
Saat Gavin membalikan tubuhnya, dia melihat Pak Amat supir pribadi keluarganya dan Bi Asih istrinya berdiri di belakangnya.
"Pak Amat, Bi Asih, ada apa ini? Bukankah ini masih pagi? Kenapa kalian sudah berdandan rapi seperti ini?"
"Tuan Gavin, sebelumnya saya minta maaf. Pagi ini saya mendengar kabar kalau orang tua kami sedang sakit parah, dan membutuhkan bantuan kami. Maaf kalau hari ini kami minta ijin untuk pulang ke kampung, saya juga harus membawa istri saya pulang karena saat ini hanya kami yang bisa diandalkan, sedangkan adik kami yang lain berada di luar pulau."
"Oh jadi, orang tua kalian sakit?"
"Iya Tuan."
"Baiklah, saya beri kalian waktu satu minggu untuk mengurus orang tua kalian."
"Baik Tuan, terima kasih banyak."
"Sama-sama."
Pak Amat dan Bi Asih kemudian pergi dari rumah itu, sedangkan Gavin masuk ke dalam kamarnya untuk mandi dan bersiap pergi ke kantor.
Setengah jam kemudian, Gavin tampak keluar dari kamarnya. Pagi ini, dia memang berniat mengajak Cheryl dan Frizz untuk sarapan di luar. Namun, saat baru menuruni anak tangga, bau wangi masakan terasa begitu mengganggu indra penciumannya.
Gavin lalu melangkahkan kakinya ke arah dapur, tapi saat dia baru saja sampai di meja makan, dia melihat saat ini Cheryl tengah menyuapkan nasi goreng untuk Frizz. Menyadari kedatangan Gavin Cheryl pun tersenyum padanya.
"Kau yang masak?" tanya Gavin.
"Iya Om, tadi aku melihat Pak Amat dan Bi Asih keluar sambil membawa barang-barang. Jadi, kupikir mereka sedang ada urusan lalu aku memutuskan membuat sarapan untuk kalian berdua."
"Terima kasih, Cheryl. Kau baik sekali."
"Hanya ini yang bisa kulakukan untuk membantu kalian yang sudah begitu baik padaku, karena sudah memperbolehkanku tinggal di rumah ini."
"Kau bisa saja, Cheryl. Kau keponakan kami, kami tidak mungkin tega membiarkanmu tinggal sendiri."
"Iya Om, terima kasih banyak. Om, ini sudah kubuatkan kopi untukmu," ujar Cheryl sambil mendekatkan secangkir kopi pada Gavin.
Melihat secangkir kopi dan sepiring nasi goreng yang ada di meja makan itu, senyum manis pun tersungging di bibir Gavin. Hatinya terasa begitu bahagia mendapat perhatian dari Cheryl, sebuah perhatian kecil, tapi begitu merasuk ke dalam hatinya. Perhatian kecil yang bahkan tak pernah Diandra berikan padanya.
Baru dua hari Cheryl tinggal bersamanya, tapi sikapnya seakan mengobrak-abrik hatinya, sebuah hati yang sudah lama haus akan kasih sayang. Kasih sayang yang seharusnya dia dapatkan sebagai seorang suami.
Setelah mereka semua menyelesaikan sarapan, Cheryl kemudian pamit pada Gavin untuk berangkat ke kampusnya.
"Permisi, Om. Aku berangkat kuliah dulu."
"Ayo kuantar."
"Oh, tidak usah. Aku tidak mau merepotkan, aku naik taksi online saja."
"Kau tidak boleh membantah perkataanku, Cheryl. Atau kau tidak kuperbolehkan tinggal di rumah ini lagi."
Mendengar perkataan Gavin, Cheryl pun tersenyum. Dia kemudian mengikuti langkah Gavin dan Frizz masuk ke mobil Gavin. Setelah mengantar Frizz ke sekolahnya, Gavin dan Cheryl kini hanya berdua di dalam mobil itu. Tubuh Cheryl terasa begitu bergetar, rasanya dia begitu gugup duduk berdua dengan Gavin dalam sebuah mobil. Saat masih sibuk menenangkan hatinya, tiba-tiba panggilan Gavin mengagetkan dirinya.
"Cheryl!"
"Oh, iya sayang!"
"Apa kau bilang? Sayang?"