Boss Kekasih Adikku

11 tahun yang lalu

SMU Negeri Jakarta

"Valeria Fazza Anggraini, kelas XI B, silahkan maju ke depan," kata Bapak Kepala Sekolah.

Semua murid bertepuk tangan. Ya, waktu itu aku mendapat juara pertama Olimpiade Matematika tingkat nasional.

Aku salah tingkah mendapati semua mata sedang memandangku dengan kagum. Piala yang besar itu terpampang di depanku, dengan sebuah amplop besar yang diserahkan Bapak Kepala Sekolah sendiri kepadaku.

"Kami bangga denganmu, nak. Lanjutkan prestasimu," bisik Bapak Kepala Sekolah.

Aku mengangguk mantap. Amplop dan piala itu aku terima diiringi beberapa kamera yang menyorotiku.

Tak terkecuali keluargaku di rumah, papa dan mama sangat bangga terhadapku. Aku bisa menjadi contoh untuk adikku yang saat itu duduk di bangku SMP. Aku menjaga nama baik keluargaku dan diriku sendiri di hadapan semua orang.

Kemudian, setelah penerimaan piala itu, beberapa teman meminta bantuanku untuk mengajari mereka pelajaran yang banyak dijadikan momok itu.

Aku sibuk mengajari mereka di perpustakaan, hingga kedatangan seseorang yang paling dikagumi cewek-cewek seantero sekolah, tak kuhiraukan.

Ketika tiba-tiba teman-temanku minggir, dan kepalaku mendongak, ternyata ada seseorang yang telah berada di depanku.

"Namamu Valeria?" tanyanya.

"I..iya," jawabku sambil mengingat-ingat apa yang telah aku lakukan hingga cowok tenar ini mendatangiku.

"Ajari aku tentang matematika," ujarnya dingin.

Ketawaku hampir lepas jika aku tidak menahannya.

"Oke," jawabku.

"Kapan kamu bisa ngajarin aku?" masih dengan berdiri dia menanyaiku.

Aku memandang sekeliling, teman-temanku sudah menyingkir ke beberapa kursi, sebagian lagi sudah keluar ruangan.

"Sekarang pun, bisa," jawabku.

Tetapi sayang, bel tanda masuk kelas telah berbunyi.

"Mulai besok, kamu di sini. Aku akan datang. Namaku Surya, Surya Adi Samudra. Kelas XI F."

Aku mengangguk sambil mengemasi buku-bukuku.

"Oh ya, untuk makan siangmu, mulai besok jangan kuatir. Aku yang tanggung," katanya lagi sambil berlalu.

Aku memandangnya dari jauh, pantas saja hampir semua cewek di sekolah mengidolakannya. Dari segi wajah, dia tampan, didukung dengan postur tubuhnya yang atletis, berwibawa, penampilannya pun menarik, meskipun kemejanya sering keluar dari celananya. Tambah lagi, katanya dia kaya raya. Entah sekaya apa dia, aku ga begitu peduli. Baru kali ini aku memperhatikan dia.

Setelah perkenalan itu, Surya sering membuat pertemuan denganku. Memang nilai matematikanya jelek. Dia ga mau mengikuti kursus-kursus, malah memilih diajari olehku.

Dia selalu dingin, aku bahkan sering gugup bila sedang menjelaskan padanya. Saat itu, dia datang ke kelasku saat kelasku kosong, untuk memintaku mengajarinya. Aku berdesir menatap wajahnya, ada rasa hangat menjalar ke mukaku. Entah kenapa.

Tiba-tiba dia pun menatapku, kami saling bertatapan. Aku memalingkan wajahku yang telah memerah. Apakah ini yang namanya jatuh cinta?

Bel masuk berbunyi, saat kami belum selesai mengerjakan tugas. Dia pamit kembali ke kelasnya.

"Aku harus ngumpulin tugas besok, kamu bisa ga, nanti ke rumahku buat bantu aku?"

Aku tersentak, belum pernah aku ke rumah cowok. Tapi dia memohon padaku, aku luluh.

"Mmm... Baiklah," ujarku akhirnya.

"Aku jemput jam 4 sore ya, rumahmu di gang Teratai itu kan?"

Aku mengangguk.

Setelah pulang sekolah, aku menyiapkan buku-buku yang akan kubawa, sambil mondar-mandir kebingungan. Gelisah, seperti pertama kali akan berkencan dengan seseorang. Saat itu, papa dan mamaku ke luar kota, adikku sedang main ke rumah teman.

Jam terasa begitu cepat, dan menunjukkan pukul 4 sore. Aku berjalan ke depan gang, menunggunya. Terlihat sebuah mobil menghampiriku. Surya keluar, dan membukakan pintu mobil untukku.

Jantungku berdebar kencang saat memasuki mobilnya, berdua dengannya. Seketika aku ingin lari dari situ, tapi apa daya aku telah berjanji untuk membantunya.

Aku mencoba fokus ke jalan, karena itulah, jalan-jalan yang kulalui terasa begitu berkesan di ingatanku.