Apa yang terjadi jika lelaki yang menjadi calon suami melarikan diri bersama sahabatmu sendiri tepat di hari pernikahan ?
Setelah terlambat satu setengah jam dari jadwal akad nikah, akhirnya seseorang menjemput Sabina dari kamar hotelnya untuk menemui lelaki yang baru saja membacakan ijab kabulnya.
Sabina terkejut luar biasa ketika yang berada disana bukanlah Andre yang menjadi kekasihnya selama ini. Melainkan Gibran yang merupakan sahabat dari calon suaminya dan juga kekasih Amanda sahabatnya. Bahkan Minggu lalu Sabina membantu Gibran untuk memilihkan cincin yang akan digunakan Gibran untuk melamar Amanda.
Tapi sekarang cincin pilihannya itu melingkar indah di jari manisnya sendiri, tak ada nama Gibran dalam lingkarannya. Mungkin memang sudah takdir ia terikat dengan lelaki yang tidak mencintainya.
Bagaimana nasib pernikahan yang tak diinginkan keduanya ini ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MeeGorjes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam ( 2 )
Matanya terpejam namun kesadarannya masih berada disana. Sabina dapat mendengar suara apapun meski matanya terpejam untuk tidur.
Beginilah Sabina menghabiskan malam pertama pernikahannya.
***
Di tempat lain, Andre sang pengantin yang melarikan diri tengah mencumbu wanita sahabat calon istrinya, mereka bergumul penuh ***** di atas tempat tidur yang seharusnya menjadi tempat bulan madu baginya dengan Sabina.
Andre menghabiskan malam pertama dengan Amanda saat ini.
Ya...
Andre melarikan diri ke tempat yang seharusnya menjadi tempat bulan madu bagi ia dan Sabina.
Andre dan Amanda berangkat sehari lebih awal dari jadwal keberangkatan. Mereka telah merencanakan hal ini sebelumnya.
Amanda memandang kosong langit-langit diatasnya meskipun Andre tengah menikmati tubuh telanjangnya. Ia membayangkan wajah Gibran dan tatapan matanya yang penuh amarah.
"Maafkan aku," lirih Amanda sembari meneteskan air matanya.
Sebenarnya hati Amanda begitu mencintai Gibran yang telah menjadi kekasihnya satu tahun ini. Tapi status sosial dan pundi-pundi uang yang dimiliki Andre jauh lebih tinggi dari kekasihnya itu. Sehingga saat ini Amanda merelakan tubuhnya dinikmati lelaki yang bukan suaminya.
Seharusnya ini malam pertama Andre dengan sahabatnya Sabina. Amanda tersenyum sinis.
Ia merasa puas telah merebut Andre dari wanita yang sebenarnya Amanda benci.
Amanda benci karena Sabina memiliki segala sesuatu yang ia inginkan. Harta, status sosial yang tinggi, kekasih yang kaya raya, dan orang-orang sekitar yang menyayangi Sabina.
Cukup lama Amanda berpura-pura, menyayangi temannya itu. Hanya untuk bisa merasakan hidup senang, tapi statusnya sebagai anak pembantu tak pernah hilang dan Amanda sangat membencinya.
Seringnya mereka menghabiskan waktu berempat membuat Amanda ingin memiliki Andre yang bisa memberikan status sosial yang sebenernya. Terlebih lagi Andre lah yang selalu membayar semua biaya ketika mereka pergi bersama. Walaupun Gibran beberapa kali melakukan itu namun Andre selalu menolak dan mengembalikan semua biaya yang dikeluarkan Gibran. Tentu saja hal ini membuat Amanda semakin silau akan harta.
"Apa yang ku lakukan setimpal dengan apa yang akan aku dapatkan nanti," Amanda menyemangati dirinya sendiri. Ia membayangkan kehidupan mewah yang akan segera dijalaninya.
"Dan akupun pasti bisa jatuh cinta pada Andre, pasti bisa..." batin Amanda seraya meneteskan kembali air matanya.
***
Di tempat yang lainnya Gibran tengah menyesap sebatang benda yang berasap ditangannya. Padahal sebagai dokter ia tahu bahaya dari benda bernikotin itu. Ia terduduk di bangku taman dengan mata kosong menatap langit malam.
Pikirannya terus melayang dengan apa yang telah terjadi di hari ini. Semua begitu tiba-tiba, tak ada pertanda akan datangnya petaka ini. Kehilangan seseorang yang sangat ia cintai dengan cara seperti ini terlalu menyakitkan.
Amanda adalah cinta pertamanya. Wanita pertama yang menjadi kekasihnya, ciuman pertama dalam hidupnya, Amanda segalanya bagi Gibran.
Gibran mengingat kehidupannya yang lalu, ia bukan datang dari keluarga berada. Bisa menjadi seorang dokter pun karena kerja keras dan berkat doa sang ibu yang tak pernah putus.
Masa remajanya Gibran habiskan untuk belajar agar mendapatkan beasiswa, karena Gibran hanya hidup berdua bersama ibunya. Ayah Gibran meninggalkan mereka entah kemana ketika ia masih kecil dan ibunya lah yang berjuang sendirian hingga Gibran bisa menjadi seperti ini.
Tak ingin mengecewakan sang ibu, Gibran bekerja keras untuk bisa menjadi seorang dokter dengan beasiswa penuh yang ia dapatkan oleh karena itu tak pernah sekalipun Gibran berhubungan dengan seorang wanita hingga ia bertemu Amanda dan jatuh cinta begitu dalam padanya.
Gibran ingat bagaimana ia memperjuangkan Amanda pada ibunya hingga restu pun ia dapatkan. Tapi rasanya semua itu tak berarti sekarang. Gibran sadar, mungkin ini adalah bukti bahwa firasat ibunya benar. Ada sesuatu dalam diri Amanda yang kurang ibunya sukai.
Apa yang harus ia lakukan ke depannya ? Apa ia bisa bertahan hidup sementara waktu dengan Sabina ? Sedangkan wajah Amanda selalu terbayang ketika ia melihat istrinya itu. Sehingga Gibran menunjukkan rasa benci ketika memandang wajah Sabina.
Tentunya hal ini juga tak adil bagi Sabina, perempuan rapuh itu juga pasti sedang merasakan sakit dan hancur sama seperti dirinya.
"Apa yang harus aku lakukan?" Lirih Gibran.
Waktu menunjukkan pukul satu malam dan Gibran masih berada di jalanan, ia berjalan tak menentu arah. Masih dengan jas pengantin yang ia pegang di lengannya. Gibran berjalan sendirian di gelapnya malam kota Jakarta. Kunci apartemen miliknya tersimpan dalam kantong celana yang tertinggal di hotel. Mau tak mau ia harus kembali ke hotel mewah itu untuk membawa kunci dan barang pribadi lain miliknya.
Gibran menuju resepsionis hotel untuk meminta kunci kamar Andre tempat ia tadi berganti baju.
"Mas mau ke kamar ini ? Sudah pindah ke honeymoon suite di lantai 9" ucap pegawai hotel itu.
"tadi ada beberapa orang mengaku pihak keluarga yang ingin mengambil barang di kamar ini tapi semua barang telah di pindahkan ke kamar honeymoon suite yang saya sebutkan tadi." Lanjutnya lagi.
"Terimakasih informasinya," jawab Gibran dan ia pun kembali menaiki lift menuju kamar yang disebutkan petugas tadi.
Gibran pun menekan bel pintu kamar honeymoon suite itu. Tak butuh waktu lama, pintu itu terbuka dan bibi Maya muncul di balik pintu.
"Ssstttt... Jangan berisik. Sabina baru saja dapat tertidur setelah seharian ini menangis," ucap bibi Maya memperingati. Gibran diam saja tak menanggapi.
Ia berjalan memasuki kamar itu mencari semua miliknya yang tertinggal dan akan pulang ke apartemennya malam ini. Gibran melirik sekilas pada wanita yang telah jadi istrinya itu. Melihat Sabina tidur meringkuk, sesuatu dalam hatinya terasa lain.
Bagaimanapun Sabina telah menjadi istrinya meski Gibran tak mau. Ibunya tak pernah mengajarkan dia menjadi laki-laki brengs*k, jadi tak mungkin Gibran meninggalkan Sabina dalam keadaan seperti ini. Belum saatnya bagi Gibran untuk meninggalkan Sabina.
Gibran meraup wajahnya frustasi.
"Kamu mau pergi ?" Tanya bibi Maya penuh selidik.
"Bibi tahu kamu pun hancur tapi apa kamu tak merasa kasihan pada Sabina? Walau bagaimanapun dia istrimu sekarang. Pernikahan kalian sah di mata agama dan hukum. Tinggallah untuk malam ini dan bicarakan baik-baik langkah selanjutnya besok." Lanjutnya lagi.
"Saya tahu, saya akan tinggal disini malam ini." Jawab Gibran masih dengan nada suaranya yang dingin. Ia membatalkan niatnya untuk pulang ke apartemen.
"Mmmm, kalau begitu Bibi pindah ke kamar Bibi saja. Kamu beristirahatlah disini." Ucapan Bi Maya menyadarkan Gibran dari lamunannya.
Secara refleks Gibran menganggukkan kepala.
"Bibi titip Sabina ya... Bagaimanapun dia istrimu sekarang, jadi tolong perlakukan ia dengan baik. Sabina gadis yang lembut, tak kan sulit untuk jatuh cinta padanya." Ucap Bi Maya sebelum ia pergi meninggalkan kamar itu.
"Jatuh cinta pada Sabina ? Sepertinya itu tak mungkin. Ia tak lebih dari sekedar teman," batin Gibran.
Setelah kepergian bibi Maya, Gibran membersihkan dirinya. Untuk tidur saja dia mengenakan pakaian yang tadi pagi ia pakai. Kemeja hitam dan celana formal hitam. Gibran tersenyum kecut, mungkin sudah firasat hari ini akan begitu buruk sehingga ia memakai satu stel baju yang berwarna hitam seperti ini.
Butuh waktu lama sebelum ia memutuskan untuk naik ke atas tempat tidur dan membaringkan tubuhnya disana, di sebelah istrinya.
Ia amati wajah cantik yang meringkuk di sebelahnya. Wajah itu masih saja mengeluarkan air bening dari matanya yang terpejam. Gibran tahu Sabina merasakan hal yang amat sangat menyakitkan sama seperti dirinya.
Gibran memutar tubuhnya perlahan, ia tak sanggup melihat wajah Sabina terlalu lama, bayangan Amanda kembali hadir disana. Malam pertama pernikahannya ia habiskan dengan tidur memunggungi istri yang tidak dicintainya.
To be continued...
Thank you for reading ❤️
terima kasih sudah ngebut like dan komennya. 🙈😚
Andre g smp sentuhan fisik intim lho sm Bina
buat pengetahuan untuk diri sendiri banyak pelajaran dalam cerita ini..
tQ Thor idea yang bernas..semoga sentiasa sihat selalu.. tetap menyokong selalu sukses selalu ya Thor..
sebelah aku jg udah bc semua, aku tunggu karya terbarumu thor, semangat berkarya