Suatu kesalahan besar telah membuat Kara terusir dari keluarga. Bersama bayi yang ia kandung, Kara dan kekasih menjalani hidup sulit menjadi sepasang suami istri baru di umur muda. Hidup sederhana, bahkan sulit dengan jiwa muda mereka membuat rumah tangga Kara goyah. Tidak ada yang bisa dilakukan, sebagai istri, Kara ingin kehidupan mereka naik derajat. Selama sepuluh tahun merantau di negeri tetangga, hidup yang diimpikan terwujud, tetapi pulangnya malah mendapat sebuah kejutan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miracle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Asam Manis Cinta
Rumah tangga tidak seindah yang Kara bayangkan. Ada saja masalah yang sepasang pengantin baru itu keluhkan. Kara tidak sengaja membuat nasi yang ia masak menjadi gosong. Semua itu karena ia sibuk bermain ponsel serta masakan yang wanita itu buat hanya telur dadar saja.
Kering kerongkongan Elno makan nasi putih dengan satu butir telur dadar. Setiap hari begitu. Pagi dan malam.
"Enggak bisa masak yang lain apa?" tanya Elno. "Dikecap atau disambal. Biar aku semangat makannya."
"Enggak ada tempat buat giling cabainya. Kamu makan apa adanya saja," sahut Kara.
"Nasi saja gosong. Kerjaanmu apa, sih? Di rumah cuma rebahan main ponsel. Bajuku saja belum dicuci."
"Aku ini lagi hamil. Lagi malas akunya."
"Ada uang dua puluh ribu. Kamu beli makanan buat besok," kata Elno sembari meletakkan uang dua puluh ribu di depan istrinya.
Kara bingung untuk belanja dengan hanya uang segitu. Mereka hidup di kota besar, bahkan dulu uang jajan Kara lebih besar dari uang yang Elno berikan.
"Beli beras sepuluh ribu. Sisanya beli mie instan ama telur saja," kata Kara.
"Lama-lama aku bisulan makan telur terus," celetuk Elno.
"Ya, enggak apa-apa. Dari pada kamu kelaparan."
"Aku istirahat sebentar."
"Mandi dulu sana. Kuku kaki dan tanganmu penuh oli. Awas saja sampai terkena seprai," kata Kara.
"Aku tidur di lantai," sahut Elno.
Dengan mudahnya Elno terbaring di lantai porselen tanpa pakaian atas. Bahkan celana kerjanya saja belum dilepas. Ada banyak tadi pelanggan di bengkel bang Didi.
Kara membereskan wadah bekas makan mereka. Tadi ia terpaksa memaksa nasi lagi lantaran nasi pertama tidak bisa dimakan sama sekali.
"Gara-gara balas pesan teman, nasiku jadi gosong." Kara ingin menangis karena menyia-yiakan beras yang dimasak. Ia tahu betapa sakitnya mencari uang.
Selesai mencuci piring, Kara meraih tumpukan pakaian yang sudah dua hari tidak ia cuci. Detergen cair seharga dua ribu rupiah telah habis. Uang yang diberikan Elno memang ada, tetapi untuk membeli bahan makanan.
"Pakai sabun mandi saja, deh," kata Kara.
Cucian ia rendam dulu dari sisa bungkusan detergent, lalu sisanya sabun mandi batangan yang menjadi korban.
Mendengar suara air, Elno terbangun. Ia beringsut bangkit, lalu menuju kamar mandi. Kara tengah membilas pakaian dan langsung saja Elno turut membantu.
"Biar aku bantu, Sayang," ucap Elno.
"Sudah mau selesai. Lebih baik kamu mandi saja," kata Kara.
"Eh, kok, sabun mandi jadi tipis begini?" tanya Elno ketika pandangan matanya tertuju pada sabun di lantai.
"Aku pakai buat nyuci baju."
Elno dan Kara saling menatap. Sejurus kemudian keduanya malah tertawa. Elno sama sekali tidak habis pikir dengan istrinya.
"Besok aku ambilkan sabun colek di bengkel bang Didi," ucap Elno.
"Memang boleh?" tanya Kara.
"Ada banyak. Hadiah dari agen. Istrinya bang Didi buka toko kelontong. Sabun itu buat cuci tangan. Tadi bang Didi suruh bawa, tapi aku lupa."
"Lumayan kalau begitu. Besok jangan lupa kamu bawa. Aku mau jemur pakaian dulu."
Kara menjemur pakaian di dalam rumah, sedangkan Elno bergegas mandi. Ternyata merepotkan juga membersihkan rumah seorang diri. Ini karena kehamilan yang membuatnya malas. Kara sendiri tidak tau mengapa seperti itu.
Selagi asik membereskan rumah, pesan beruntun masuk ke dalam ponsel Kara. Teman grup Kara tengah membahas kampus yang akan mereka masuki. Sungguh membuat iri. Kara ingin mengenyam pendidikan yang jauh lebih tinggi.
"Banyak sekali pesan masuk," ucap Elno seraya meraih ponsel istrinya.
"Teman grup."
"Kamu mau kuliah?" tanya Elno.
"Memang ada uangnya?"
"Enggak ada, sih," kata Elno.
"Kenapa enggak kamu saja? Setidaknya kalau kamu kuliah, bisa kerja lebih baik," ucap Kara.
"Kamu lagi hamil. Ini saja kita belum menabung."
Kara menunduk. Hidupnya benar-benar terpuruk sekarang terlebih akan ada seorang bayi yang akan lahir. Kara tidak menginginkannya, ia belum siap. Sungguh! Dia terlalu muda untuk ini.
Elno memeluk Kara. "Kamu yang sabar. Kita pasti bisa melewati ini semua."
Kara mengangguk. Elno meraih dagu istrinya. Mata keduanya saling menatap satu sama lain sebelum Elno memiringkan kepala, lalu mengecup bibir Kara.
"Ayo," ajak Elno.
"Kunci rumah dulu," kata Kara.
Elno mengangguk. Ia melepas Kara, melangkah mengunci pintu kemudian membawa sang istri ke tilam lantai. Hasratnya terpacu ketika Kara telah melepas semua pakaian yang melekat di tubuhnya. Elno tinggal melepas handuk, lalu menanamkan dirinya sedalam-dalamnya ke diri Kara.
"Kamu semakin seksi. Aku sangat suka," ucap Elno disela hunjamannya.
"Kamu tidak bosan meniduriku setiap hari begini?"
"Mana mungkin. Aku selalu ingin terus seperti ini."
"Tidak heran kalau aku sampai hamil," ucap Kara.
Elno malah tertawa. Tidak ada yang melarang mereka karena keduanya telah resmi menikah secara agama. Nikah muda memang enak, tetapi kehidupan nikah muda tanpa persiapan sungguh tidak mengenakkan.
"Malam ini kita keluar, yuk." Elno terbaring di sisi Kara setelah menuntaskan segala hasratnya.
"Aku mau banget. Bosan di rumah. Kita ke taman atau ke mana saja."
Elno mengecup kening Kara. "Kamu siap-siap saja. Kita berangkat sebentar lagi."
Kara beringsut bangun, lalu segera menuju bilik mandi. Elno masih terdiam di atas tilam. Ia perlu istirahat sejenak demi memulihkan kembali tenaga yang terkuras.
...****************...
Elno membawa Kara ke cafe tempat biasa mereka kumpul bersama. Di sana sudah ada Tedy, Ilmi dan beberapa teman Elno yang tidak Kara ketahui namanya.
Memang Kara hanya akrab bersama Tedy dan Ilmi saja sebab mereka sahabat Elno yang paling dekat. Kara tidak setuju ketika suaminya mengajak ke cafe. Minuman di sana mahal terlebih lagi makanan.
"Kita pulang, yuk," ajak Kara.
"Sudah datang masa pulang. Pesan minum dulu sana," kata Elno.
"Daripada pesan minuman di sini, mending uangnya buat aku saja. Keperluan di rumah masih banyak," bisik Kara.
"Pesan saja, Kara. Aku yang traktir," sahut Ilmi.
"Beneran?" tanya Kara.
"Iya. Aku yang mengajak kalian kemari."
"Terima kasih, Ilmi," ucap Kara. Tanpa sungkan, Kara memesan minuman yang ia suka.
Bersambung
penuh makna
banyak pelajaran hidup yang bisa diambil dari cerita ini.
sampai termehek-mehek bacanya
😭😭😭😭🥰🥰🥰
ya Tuhan.
sakitnya