Anggi Saraswati adalah seorang ibu muda dari 3 anak. Awal mula pernikahan mereka bahagia, memiliki suami yang baik,mapan,dan tampan merupakan sebuah karunia terbesar baginya di tengah kesedihannya sebagai yatim piatu penghuni panti.
Tapi sayang, kebahagiaan itu tak bertahan lama,perlahan sikap suami tercintanya berubah terlebih saat ia telah naik jabatan menjadi manajer di pusat perbelanjaan ternama di kotanya . Caci maki dan bentakan seakan jadi makanannya sehari-hari. Pengabaian bukan hanya ia yang dapatkan, tapi juga anak-anaknya,membuatnya makin terluka.
Akankah ia terus bertahan ?
Atau ia akan memilih melepaskan?
S2 menceritakan kisah cinta saudara kembar Anggi beserta beberapa cast di dalamnya dengan beragam konflik yang dijamin menarik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.3 Petunjuk
Anggi tengah bersiap-siap mengantar Damar ke sekolah. Anggi selalu membawa turut serta kedua anak kembarnya kemana pun ia pergi. Setelah ia menaiki motor maticnya, ia naikkan Karin di depan dan Kevin di belakang,lalu ia ikat dengan kain panjang mencegah mereka terjatuh,barulah terakhir Damar dengan memakai helm khusus anak yang mulai naik di bagian paling belakang . Selalu seperti itu, sebab ia tak memiliki tempat untuk menitipkan anak kembarnya.
Walaupun rumah ibu mertuanya tak terlalu jauh ,tapi ia tak mau menitipkan anak kembarnya ke rumah mertuanya itu. Bukan tanpa alasan, mama dan adik Adam pernah menolak mentah-mentah saat ia meminta tolong menitipkan si kembarnya di sana. Mereka juga sering berkilah mengatakan anaknya merepotkan,nakal, dan yang lebih menyakitkan pernah saat ia memandikan kedua anak kembarnya, ia melihat ada memar membiru di tubuh anaknya. Menurut pengakuan mereka itu hasil karya tantenya, Sulis yang merupakan adik Adam.
Ia akui, sedari awal memang mama dan adik Adam tak menyukai kehadirannya. Namun mereka terpaksa menerima sebab Adam berkeras ingin menikahi Anggi. Ia pikir seiring berjalannya waktu, sikap mereka akan berubah, tapi ternyata tidak. Alasan mereka adalah karena Anggi anak tak jelas orang tuanya. Tinggal di panti dan tak tahu siapa orang tuanya memang menjadi kelemahan Anggi selama ini. Tapi mau bagaimana lagi, toh ini suratan nasibnya pikir Anggi. Jadi Anggi hanya bisa bersabar dan menerima dengan tawakal. Bukankah segala sesuatu ada hikmahnya. Takkan Allah memberikan ujian di luar batas kemampuan manusia.
.
.
.
Anggi mulai menjalankan motornya membelah jalanan dengan pelan. Terserah bila ada yang mengumpatnya menjalankan motor bak siput, baginya yang penting aman dan selamat. Sebab bukan hanya nyawanya saja yang ada di motor itu , tapi ketiga buah hatinya. Tak ada yang lebih penting dan berharga baginya kini selain buah hatinya.
Tiba di lampu merah, ia menepi ke tempat yang cukup rindang. Banyak pasang mata yang mengawasi. Ada juga yang sambil berbisik. Entah apa yang mereka bicarakan. Mungkin mereka mengumpati betapa nekat seorang ibu membonceng ketiga anaknya pakai motor, bisa jadi mereka iba akan perjuangan Anggi. Entahlah, hanya Tuhan yang tahu.
"Ibu yang tangguh." gumam salah seorang pengguna jalan yang tengah berada dalam mobilnya saat melihat pemandangan Anggi membonceng ketiga anaknya.
.
.
.
Setelah mengantarkan Damar ke sekolah, Anggi kembali ke rumah. Ia pun lanjut memilah pakaian kotor untuk dicuci dengan terlebih dahulu mengunci pintu agar anaknya tak main ke luar rumah tanpa sepengetahuannya.
Tapi saat Anggi mengambil pakaian kotor Adam di keranjang pakaian kotor, tiba-tiba ia menemukan suatu kejanggalan. Ada aroma lain yang melekat di pakaian suaminya. Aroma lembut khas perempuan. Sesak, tiba-tiba dada Anggi sesak. Debaran tak dapat dihindarkan. Berbagai prasangka muncul di benaknya. 'Ya Allah, semoga dugaanku ini salah.' batinnya.
Lalu Anggi mengambil celana panjang Adam dan memeriksa kantongnya. "Kertas? Kertas apa ini?" gumam Anggi saat merasakan ada selembar kertas yang berada di dalam kantong celana Adam. Ia ambil dan baca kertas itu.
Deggg ...
"Astaghfirullahal 'adzim." ucap Anggi.
"A-apa ini? Kertas bukti check in hotel? Tertanggal kemarin. Untuk apa? Dengan siapa? Apa benar kau ada main di belakangku, mas?" desisnya menahan sesak di dada. Tak terasa air mata mengalir begitu saja dari pelupuk matanya.
'Ya Allah, apa benar suamiku ada main di belakangku? Apa suamiku berzina dengan wanita lain? Ya Allah, hamba mohon berikan petunjukmu,' raungnya dalam hati.
Dengan air mata bercucuran, ia tetap melanjutkan mengumpulkan pakaian kotor. Hingga saat ia melihat ****** ***** sang suami, ia coba ambil dan periksa bagian dalamnya. Terdapat noda cairan putih yang mengering. Dengan tangan bergetar ia dekatkan celana itu ke hidungnya guna membaui aromanya.
"Astaghfirullah ya Allah, ternyata benar." Anggi tak bodoh. Ia tahu itu aroma sp*r*a yang mengering. "Kamu tega, mas. Kamu jahat. Pantas saja kamu berubah. Ternyata kamu punya wanita lain di belakangku," raungnya histeris dalam hati. Ia tak berani bersuara, takut anak-anaknya mendengar. Jadilah ia pendam semua kesedihan dan kemarahan mnya dalam hati.
hello Dam .. dulu itu apa yg km lakukan sm Anggi dihina perempuan udik lusuh bahkan di tampar sampe di dorong hingga pingsan dan terluka .. kanan bilang km amnesia ..