"𝘽𝙧𝙚𝙣𝙜.. 𝙗𝙚𝙣𝙜.. 𝙗𝙚𝙣𝙜.. "
𝘼𝙙𝙪𝙝 𝙖𝙬𝙖𝙨... 𝙝𝙚𝙮𝙮𝙮... 𝙢𝙞𝙣𝙜𝙜𝙞𝙧.. 𝘼𝙡𝙖𝙢𝙖𝙠..
𝘽𝙧𝙪𝙠𝙠𝙠...
Thalia putri Dewantara gadis cantik, imut, berhidung mancung, bibir tipis dan mata hazel, harus mengalami kecelakaan tunggal menabrak gerbang, di hari pertamanya masuk sekolah.
Bagaimana kesialan dan kebarbaran Thalia di sekolah barunya, bisakah dia mendapat sahabat, atau kekasih, yuk di simak kisahnya.
karya Triza cancer.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TriZa Cancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SI TEMBOK PSIKOPAT
Thalia pasrah misinya di ambil alih oleh Athar, dan kini Thalia melangkah ke arah restaurant yang berada di dalam hotel, Thalia memesan makanan dan menyantapnya dengan tenang,
"Emmmm... Enak banget, hidup gue tenang kalau gak ada si tembok.. "
"Kenapa kangen?"Suara seseorang yang Thalia kenal berbisik lirih di telinganya, Thalia mendesah menatap Athar yang selalu mengikutinya.
Sedangkan Athar kini sudah duduk santai di kursi depan Thalia, wajahnya datar seperti biasa, sementara Thalia masih berusaha menelan suapan terakhirnya, dengan ekspresi bingung antara kesal dan pasrah.
“Ngapain lo di sini?” tanya Thalia akhirnya, suaranya setengah mendengus.
Athar menatap piring Thalia tanpa menjawab, lalu berkata datar, “Makan.”
“Ya gue tahu lo makan,” sahut Thalia cepat, “tapi kenapa di sini? Kan restoran gede, banyak tempat kosong. Harus banget satu meja sama gue?”
Athar mengangkat bahu santai. “Gue suka tempat yang sama.”
Thalia mendengus pelan, menatap ke arah bintang lagi sambil bergumam, “Alesan..!!bilang aja lo nguntit gue ya kan?.”Tunjuk Thalia pada Athar.
Athar mencondongkan tubuh sedikit, nadanya tetap tenang tapi menohok,“Kalau gue nguntit, lo udah gak sadar sekarang.”
Thalia spontan menatapnya, setengah kaget, setengah jengkel.“Lo tuh ya.. "Kesal Thalia, seakan ingin mencakar wajah Athar.
Athar tersenyum samar, senyum yang jarang muncul tapi selalu sukses bikin Thalia kehilangan kata-kata.“Gue cuma ngomong jujur.”
Thalia menatapnya lekat-lekat beberapa detik, lalu memalingkan wajah dan kembali fokus pada makanannya.“Udahlah, gue gak mau debat sama lo tembok. Gue cuma mau makan dengan tenang.”
Athar menyandarkan punggung, menatap langit seperti menirukan Thalia.“Tenang?, Hati gue yang gak pernah tenang, kalau deket lo.."gumam Athar.
Thalia mendelik tajam. “Lo bilang apa?”
Athar menatapnya lurus, datar tapi hangat samar, “Gue bilang… lo terlalu hidup buat dibiarkan sendirian.”
Thalia terdiam sesaat, pipinya memanas tanpa sebab. Ia buru-buru berdiri dan melangkah menuju parkiran.“Gue kenyang. Lo bayarin, ya...”
Athar menatapnya, masih dengan wajah datar tapi sudut bibirnya naik sedikit.“Udah gue bayar sebelum lo pesen.”
Thalia menghentikan langkahnya, menatap Athar tak percaya.“Seriusan?”
Athar berdiri perlahan, menatap Thalia dari atas ke bawah dengan nada menggoda samar,“Gue tau lo bakal laper kalau lagi kesel, jadi gue udah siapin semuanya."
Thalia menatap Athar, lalu memutar bola mata sambil bergumam kesal, “Tembok gila.”
Athar hanya terkekeh pelan. “Lebih baik tembok gila daripada kehilangan gadis nakal yang gue incar.”
Thalia menoleh cepat, tapi Athar sudah berjalan duluan ke arah mobilnya, meninggalkan Thalia yang kini memegang dadanya sendiri antara jengkel dan gugup.
Setelah berganti pakaian, Thalia kembali menjalankan mobilnya untuk pulang, namun di pertengahan jalan Ia melihat pertarungan yang tidak seimbang, "Waduh 1 lawan 20, bisa bonyok tuh orang... "Thalia heboh segera memarkirkan mobilnya di sisi jalan, berniat akan membantu.
Saat Thalia menatap kembali ke arah depan Ia kaget."Eh itu kan si tembok, gue kira siapa.."
Thalia menatap pemandangan di depannya dengan mulut setengah terbuka. Dari dalam mobil Thalia bisa melihat. Di depan sana, tubuh-tubuh pria berpakaian hitam berserakan, beberapa bahkan tidak bisa lagi disebut “utuh”.
Darah mengalir di aspal, dan di tengah-tengahnya berdiri sosok yang begitu dikenalnya, Athar.
Baju hitamnya berlumuran darah, rambut sedikit berantakan, dan napasnya berat. Tapi mata itu… tetap dingin, tenang, bahkan tanpa setitik pun rasa bersalah.
Thalia menelan ludah,“Gila…” gumamnya pelan, “…dia beneran iblis dari neraka.”
Athar menoleh pelan ke arah mobil yang berhenti di pinggir jalan. Tatapan matanya langsung terkunci pada wajah Thalia yang masih melongo di balik kaca. Tatapan tajam itu membuat jantung Thalia serasa berhenti berdetak sesaat.
“Aduh mampus… dia ngelihat gue,” bisik Thalia panik sambil cepat-cepat menunduk, pura-pura ngambil sesuatu di jok depan. Tapi belum sempat ia menyalakan mesin dan kabur, Athar sudah berjalan mendekat.
Langkahnya tenang tapi mematikan. Setiap langkah terdengar jelas di tengah jalan yang sunyi. Thalia menegakkan badan dan cepat-cepat mengunci pintu mobil.
“Jangan… jangan ke sini, tembok psikopat!” katanya spontan, walau cuma bergumam pada diri sendiri.
Tapi tentu saja, Athar tetap datang. Ia berhenti tepat di samping mobil Thalia dan mengetuk kaca jendela dengan buku jarinya yang masih berlumur darah.
“Buka,” ucapnya datar.
Thalia menggeleng cepat. “No way! Lo abis ngebantai orang, Athar! Nanti lo nularin aura iblis lo ke gue!”
Athar menaikkan satu alisnya, ekspresinya datar tapi tersirat senyum samar.“Lo takut sama gue?, atau takut ngeliat mereka."tanyanya, menoleh sedikit ke arah para mayat yang berserakan.
Thalia refleks menutup matanya rapat-rapat. “Ih… jangan ditunjuk! Jijik!”
Athar menarik napas pelan, lalu tanpa banyak bicara, membuka pintu mobil Thalia dari luar, tentu saja, karena sistem kunci pintu itu dengan mudah ia lumpuhkan hanya dengan satu sentuhan.
Thalia menatap tak percaya. “Lo baru aja ngeretas mobil gue secara manual?! Lo tuh manusia apa setan sih, Thar?”
Athar menyandarkan tubuhnya di pintu, memandangi Thalia yang menatapnya dengan campuran takut dan kagum.
“Setan?” gumamnya datar. “Mungkin. Tapi setan ini cuma bakal nyentuh satu manusia.”
Thalia berkedip cepat. “Dan gue harus bangga gitu?!”
Athar menatapnya, mata tajamnya kini sedikit melunak. “Harusnya lo takut.”
Thalia menegakkan dagu. “Gue gak takut, Tapi lebih ke males aja kalau tiba-tiba lo nebeng ke mabil gue."
Belum sempat ia lanjutkan, Athar memang masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi penumpang. Aroma logam bercampur parfum khasnya memenuhi udara.
Thalia langsung menjerit kecil, “Aaaaa! Lo beneran masuk! Keluar sana, tembok berdarah!”
Athar memandangnya sejenak, lalu berkata tenang, “Tenang, gue gak bakal gigit lo.”
Thalia mendengus, lalu memutar pandangan ke jalan, menyalakan mesin, dan bergumam pelan,“Ya Tuhan, kenapa hidup gue selalu di hantui sama si tembok, perasaan dia gak melayang, tapi selalu ada dimana-mana.”
Athar tersenyum kecil, memperhatikan profil wajah Thalia di bawah cahaya lampu jalan.
“Karena lo gak sadar… lo udah masuk ke dalam hati dan fikiran gue Thalia Putri Dewantara.”
Thalia menoleh cepat. “Lo ngomong apa barusan?”
Athar hanya menatap ke depan, nada suaranya dingin tapi ambigu.“Cepet jalan. Sebelum ada yang lihat iblis dari neraka duduk di sopirin gadis cantik.”
Thalia mendengus, karena pipinya memerah. Mobil pun melaju di bawah malam yang sunyi, menyisakan jalan penuh darah di belakang mereka.
"Perasaan mobil lo gak mogok deh, dan gak rusak juga, ngapain nebeng di mobil gue."Cerocos Thalia, tapi tidak di tanggapi oleh Athar.
Thalia menatap Athar kembali."Gue anter lo kemana?" Athar kembali tidak menjawab, membuat Thalia kesal, "Ya udah mending ikut gue ke masion." Thalia berharap Athar menjawab tidak, namun
"hemm ayo ketemu calon mertua.. "
"Hah siapa calon mertua lo ngaco..!"
"Rian Dewantara, gue mau ngasih hadiah" Ucap Athar membuka telapak tangannya, dan memberikan apa yang dia pegang pada tangan Thalia.
Thalia melotot melihat apa yang Athar berikan padanya, sepasang mata musuh yang Athar congkel tadi. "Athar Putra Manggala, lo kira daddy gue suka ngoleksi organ kayak lo.., sampai lo ngasih itu?. "
Athar hanya menggedikan bahunya.
"Udah deh..gue antar lo ke markas Golden blood aja"Putus Thalia di angguki Athar
"Lo tau dimana markasnya..?." Tanya Athar penasaran.
"Enggak"Jawab Thalia cengengesan
Athar mendesah menatap Thalia"perbatasan hutan sebelah timur."Thalia mengangguk dan melajukan kembali mobilnya.
Beberapa saat kemudian mereka sampai di depan gerbang sebuah gedung besar yang nampak tak terawat, namun banyak pria berbadan besar, berbaju hitam membawa senjata.
Thalia menatap pemandangan di depan matanya menatap kagum, gedung besar bergaya industrial modern dengan logo Golden Blood yang terukir di atas gerbang besi tinggi. Lampu sorot menyoroti logo itu, membuat suasana terlihat seperti markas mafia kelas atas.
Begitu mobilnya berhenti tepat di depan gerbang, belasan penjaga berpakaian hitam lengkap dengan senjata otomatis langsung mengarahkan moncong senjata ke arah mobil Thalia.
“Ya ampun…” gumam Thalia, mendesah panjang sambil mengangkat tangan pasrah di atas setir. “Sambutan hangat dari Golden Blood buat tamu begini ya Tuan Muda."Sindir Thalia.
Namun sebelum sempat ia ngomel lebih jauh, pintu di sebelahnya terbuka. Athar turun dari mobil, langkahnya tenang dan aura dinginnya langsung terasa menusuk. Begitu para penjaga melihat siapa yang keluar, mereka serentak menunduk dalam-dalam.
“Maaf, Tuan Muda!” seru salah satu penjaga buru-buru.
Gerbang pun terbuka lebar tanpa perintah tambahan.Thalia memandangi itu semua dengan kening berkerut. “Astaga, mereka semua tunduk cuma gara-gara lihat lo?.”
Athar menatapnya dari luar, datar. “Masuk.”
“Ngapain?” tanya Thalia spontan.
“Masuk,” ulang Athar, nadanya datar tapi tegas, seperti perintah, bukan permintaan.
Thalia melipat tangan di dada. “Nggak usah deh. Gue cuma mau ngantar lo doang, abis itu gue pulang. Gue masih pengen hidup damai tanpa drama..oke?”
Athar mencondongkan tubuhnya ke dalam mobil, wajahnya kini sangat dekat. Tatapan matanya tajam, dalam, seperti menembus pikiran Thalia.
“Masuk… atau gue yang masukin,” bisiknya dingin tapi menggoda.
Thalia refleks memundurkan kepala, wajahnya memerah. “Ih! Nggak usah pakai ancaman begitu juga kali, dasar tembok beracun!”
Dengan kesal, ia akhirnya memutar kemudi dan membawa mobilnya melewati gerbang besar.
thalia salting yaa gemeshh 🤭😁
semangat 💪💪💪
sangat bikin perut kram, ngakak🤣🤣🤣