"Hai apa yang kalian lakukan di sini?"
"Ka ... ka ... kami tidak," belum selesai ucapan Rara.
"Pak ini tidak bisa di biarkan, udah seret saja mereka berdua ke rumah pak ustad secarang."
"Perbuatanya membuat malu kampung ini." sahut salah satu warga lalu menyeret gadis di dalam tidak lupa mereka juga menarik pria yang ada di dalam kamarnya.
"Jangan ..., jangan bawa kakakku." Teriak gadis berusia belasan tahun memohon pada warga yang ingin membawa kakaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lorong kecil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Devan menggenggam kemudi erat, berusaha menahan laju dalam kepanikan. Alden masih menunduk memegangi kepalanya, percikan pecahan kaca mengenai bajunya. Beruntung pria itu mengenakan jaket.
Prank!
Suara pecahan kaca di sisi kanan, Athur menutup wajahnya menggunakan lengan, agar percikan kaca tidak mengenai wajah.
Bangsat! umpat Athur emosi.
"Apa mereka tahu? Jika benar mereka suruhan orang yang menculik Rara. Berarti saat ini Nina mungkin saja dalam bahaya Thur. Dia sudah mengawasi kita." ucap Devan yang masih terus berpikir semua tentang kemungkinan kemungkinan kecil.
"Aku sudah menghubungi Papa, untuk mengirim anak buahnya menjaga apartemen." sahut Athur, dia sudah mengantisipasi semuanya karena tadi sebelum.peegi sempat membaca pesan masuk dari Louise.
"Bang gimana kalau aku telpon Aurora untuk menemani Nina disana?" Alden menyahut sedikit memberi saran.
"Terserah." ucapnya fokus memegang pistol yang saat ini mengarahkan pada seseorang yang mengendarai motor trail. Ia merasa jika bidikannya masih belum pada target karena guncangan mobil.
"Dev, pelankan sedikit mobil."
Devan Faham, mengangguk dengan cekatan ia menarik rem sebentar cukup membuat mobil sedikit melambat. Hanya hitungan detik lincah jemari Athur dengan cepat pelatuk berbunyi.
Dor!
Satu tembakan tepat mengenai ban motor mereka. Tergelincir jauh di atas aspal, bahkan mengenai pembatas jalan yang sepi. Namun mereka masih belum aman.
Devan kembali melajukan mobilnya menghindari lawan. Alden yang bertugas mencari jalan alternative pun berteriak. "Di depan belok kanan Bang."
Sesuai arahan Alden, mobil berbelok kanan di jalan yang berkerikil kanan kini penuh dengan semak. Motor trail tiba tiba tergelincir ke semak semak. Sedangkan mobil hitam bear itu sedikit kesusahan karena sempitnya jalan, membuat memperlambat lanjunya.
Athur menoleh kebelakang sedikit lega, jarak mobil yang mengikutinya sedikit jauh. Dan mobil kini sudah melesat keluar, sedikit menghantam aspal cukup keras.
"Ahhh." teriak Alden karena tubuhnya melompat lumayan tinggi.
"Gila lo Bang." umpat Alden.
"Sorry keadaan darurat." ucap pelan Devan santai.
"Kemana lagi Al. Masih jauh?" tanya Athur mengingatkan Alden.
"Di depan ada pertigaan. Kita belok kiri. Lurus ikutin jalan itu sekitar 200 meter Bang." sahut Alden sebagai petunjuk jalan.
"Bagus!"
Barak!
Mobil hitam menabraknya dari belakang, ternyata mereka belum menyerah.
"Siitttt."
"Lajukan lagi Dev." perintah Athur tegas. Ia berpegangan di samping karena lajunya kendaraan saat ini. Dan dengan gesit Devan membelokan mobil sekitar 50 meter Devan melihat sesuatu jalan tak sesuai harapan.
"Oh ...., sittt. Di depan jembatan kayu sangat sempit." ucap Devan membuat semua orang saling pandang.
"Lalu bagaimana Bang? Tapi ini betul Bang sesuai jalan di Map." tanya Alden sedikit bingung kenapa tidak sama sesuai jalur.
"Terpaksa kita harus hadapi mereka." Ujar Athur, Alden membelalak tak percaya.
"Kita hadapi meraka langsung gitu Bang?" Athur dan Devan mengangguk bersamaan. Alden membuang nafas kasar, situasi sangat genting dan tak ada pilihan lain.
"Jika tak di hadapi mereka, tidak akan pernah menyerah mengejar kita. Sekarang kita selesaikan ini."
Devan pun terpaksa menghentakkan rem dengan keras. Mobil itu seketika berhenti dengan cepat, mungkin jika siang hari akan jelas terlihat debu dan kerikil berterbangan.
Ketiga pria itu membuka pelan pintu mobil. Dinginya udara di malam hari tak terasa, karena panasnya situasi kondisi. Mobil hitam sudah berhenti tak jauh dari nya.
Terlihat lima orang turun dari mobil hitam bertubuh besar dan kekar. Masing - masing orang menggenggam senjata tajam. Alden yang tubuhnya paling kecil menelan ludahnya kasar. Semuanya berotot, menggeleng lalu bersiap siaga.
Mereka mendekat ada yang memegang linggis, parang, dan juga pisau panjang seperti samurai. Walaupun gelam tapi masih nampak karena sinar bulan malam itu cukup menerangi.
Tatapannya garang, langkahnya begitu tegas. "Uwww, gimana Bro Al, mereka lumayan." ucap Devan terseyum memperlihatkan deretan giginya yang rapih.
"Kita coba Bang." sahut Alden sudah siap dengan posisi kuda kuda.
"Tiga lawan lima dengan senjata tajam. Hemm ... nggak buruk." timpal Athur santai dan seulas senyum terlihat jelas.
Devan memimpin di depan sudah berhadapan dengan kelima orang bertubuh besar itu. "Kalian salah lawan."
Kelima pria itu saling pandang lalu tertawa. Tawa itu seakan penuh ejekan. "Wah ternyata lawan kita lumayan." ujar salah satu pria itu menaikan satu alisnya dan terseyum sinis.
"Yakin mereka lumayan. Menurutku tidak ada apa-apanya." ejek salah satu pria membuat Athur geram.
"Banyak bacot kalian."
Ketegangan terasa sangat mencekam. Tak ada lagi adu mulut, kelima pria itu maju mereka berformasi melingkar. Orang membawa linggis mengibarkan ke arah Athur namun mereka dengan cepat menunduk.
Devan membawa dua lawan sedikit menjauh dari Athur. Sedangkan Alden kini berhadapan dengan pria botak yang membawa pisau menyerupai samurai. "Hai botak, kalau lo berani tangan kosong. Ceman lo" ejek Al sengaja agan parang itu di lepasnya.
"Apa lo bilang? Botak ...!"
"Lah emang lo botak. salah gua di mana fakta kan?"
"Bacot lo." pria itu menghempaskan pisau ke arah perut Alden dengan gesit tubuh kecil tinggi itu menghindar.
"Bagus Al."
Sedangkan Athur saat ini berhadapan dengan dua pria membawa linggis juga parang. "Cuih." beraninya pake senjata.
Athur menghindar, lalu menendang dada pria yang membawa parang hingga tubuhnya terpelanting ke belakang. Lalu menangkis pukulan dari belakang, mencengkeram erat pergelangan tanganya dan menyiku pria itu mengenai pelipisnya.
Di sisi lain Devan masih sibuk menghajar mereka. Satu lawan ternyata sudah tumbang di tangan Devan. Athur mengacungkan jempol ke arahnya. Devan yang melihat itu berubah menjadi pria sok cool yang hebat.
Bug!
Devan terpelanting, sudut bibirnya berdarah. Di saat ia lengah lawan langsung memukulnya dengan keras.
Rara kasian
kok bisa dinikahkan sih ?
Duh kasihan sekali masih muda 17 tahun sudah dinikahkan, terlalu muda sekali, mana suaminya juga baru kenal.....kok begitu sih ?😭