Ujian hidup yang di alami Erina Derranica seakan tiada habisnya. Di usia 19 tahun ia dituntut kedua orang tuanya memenuhi wasiat mendiang kakeknya untuk menikah dengan cucu temannya yang menetap di Singapura.
Pernikahan pun telah sepakati untuk dilaksanakan. Mempelai pria bernama Theodoriq Widjanarko, 34 tahun. Seorang pebisnis di bidang real estate. Theo panggilan pria itu tentu saja menolak permintaan orangtuanya meskipun sudah melihat langsung surat wasiat kakeknya.
Pada akhirnya Theo menerima putusan orangtuanya tersebut, setelah sang ayah Widjanarko mengancam akan menghapus namanya dari penerima warisan sang ayah.
Namun ternyata Theo memiliki rencana terselubung di balik kepatuhannya terhadap wasiat mendiang kakeknya tersebut.
"Apa rencana terselubung Theodoriq? Mampukah Erina bertahan dalam rumah tangga bak neraka setelah Theo tidak menganggapnya sebagai istri yang sebenarnya?
Ikuti kelanjutan kisah ini. Jangan lupa tinggalkan jejak kalian setelah membaca ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENANGIS LAGI
Malam semakin larut, jam di dinding menyentuh angka satu malam.
Erina meringkuk di atas tempat tidur memeluk lututnya. Netra yang selalu terlihat berbinar indah itu kini nampak merah dan bengkak.
Sejak kejadian beberapa jam yang lalu dengan Theo, gadis itu sama sekali tidak bisa memejamkan matanya. Erin hanya menangis di kamarnya.
Tidak pernah terpikirkan olehnya Theo akan berlaku kasar seperti tadi. Bahkan laki-laki itu mencium dengan mengigit bibirnya hingga terluka.
Hingga kini pun pemilik unit apartemen belum juga kembali. Erin tidak tahu Theo kemana. Mungkin ia bersama Nella, pikir Erin. Ia tak perduli.
Menit berganti...
Erina yang telah mendapatkan rasa kantuk dan sudah memejamkan kedua matanya sedikit tersentak kala mendengar ada yang membuka pintu. Erin pikir yang datang pasti Theo, namun berisik sekali dan ada suara wanita juga.
Derap heels dan pantofel yang terdengar seperti di seret beradu di lantai.
Erina bangun dari tidurnya. Duduk di pinggiran tempat tidur. Detik berikutnya, suara di luar kamarnya semakin terdengar ramai. Seperti orang yang saling berdebat. Bahkan terdengar benda pecah.
Erina ingin mengetahui apa yang terjadi diluar kamarnya.
Dengan sangat hati-hati ia membuka handle pintu mengintip dari celah pintu. Ternyata Theo yang sedang menaiki tangga. Laki-laki itu tidak sendirian namun bersama Nella yang membantunya.
Sepertinya Theo sedang mabuk berat yang tak henti berbicara ngelantur. Dari bibirnya tak henti menyebut-nyebut nama Erina seperti gumaman.
Erina tidak bisa mendengar dengan jelas ucapan Theo.
"Aku yang akan menemanimu malam ini sayang. Aku tidak akan mengizinkan Istri mu yang tidak berguna itu menemanimu. Kau sudah benar menempatkannya di kamar pelayan", ucap Nella lantang sambil menolehkan kepalanya kearah pintu kamar Erina.
Wanita itu tahu Erin sedang melihat ia dan Theo.
Erina terdiam di balik pintu. Bersandar dalam diam. Namun perasaannya kali ini sangat sedih. Airmata yang sudah kering kembali berlinang.
"Kalau kak Theo mencintai Nella, kenapa ia mau menikah dengan ku. Seharusnya kak Theo nikahi saja kekasihnya itu".
*
Bunyi alarm membangunkan Erina yang tengah terlelap. Telah menjadi rutinitasnya bangun pagi-pagi.
Kalau mau jujur pagi ini Erina malas untuk masak di pantry. Apalagi semalam suasana yang tidak nyaman bagi Erin. Perlakukan Theo padanya membuat gadis itu menangis semalaman.
Ia juga melihat Theo pulang bersama Nella, yang Erin pikir hingga kini Theo dan Nella masih bersama di atas setelah menghabiskan malam bersama di kamar Theo.
Namun dering notifikasi pesan masuk yang di kirim Zenab, mengharuskan Erin tetap bangun dan beraktifitas di pantry mengerjakan semuanya sendirian hari ini.
Erina yang telah selesai mandi menelisik diri di depan cermin. Gadis itu mengenakan dress berbahan lembut selutut berwarna biru muda. Menepuk-nepuk wajahnya yang sembab akibat terlalu banyak menangis semalam.
Terdengar helaan nafas gadis itu, memperhatikan wajah sendunya di depan cermin.
"Kamu harus kuat Erin. Jika kamu menyerah dengan pernikahan ini katakan di hadapan Theo sekarang juga", ucapnya. Kini kedua mata bengkak itu kembali terasa panas.
Erina mengikat rambutnya sebelum keluar kamar. Gadis yang sedang di rundung kesedihan itu menuju pantry. Membenamkan diri dengan pekerjaan ternyata mampu membuatnya melupakan luka hatinya.
Hingga sinar matahari masuk melalui kaca jendela pantry tempat Erina memasak pagi hari ini. Sebentar lagi biasanya Theo akan turun.
Erina membuat sarapan sesuai jadwal menu yang diinginkan Theo. Hari ini hari Sabtu, laki-laki itu hanya minta sarapan simpel, oatmeal dengan potongan buah segar dan susu plain hangat.
Erin juga membuat roti gandum yang di toast hingga kecoklatan diberi isian selai srikaya kesukaannya.
Gadis itu menata semua makanan di atas meja, siap untuk di santap.
"Wah ...ternyata istri layak seorang pelayan sudah melaksanakan tugasnya ya.."
Sekilas Erin melihat Nella menuruni tangga. Wanita itu masih mengenakan pakaian semalam saat datang bersama Theo. Dress ketat selutut berwarna hitam.
Nella langsung melihat hidangan yang disajikan Erina di atas meja. Wanita itu seperti tidak berminat.
"Hanya ini yang kau buat? Aku tidak bisa makan pagi seperti ini", ketusnya.
"Buatkan aku nasi Hainan lengkap", perintahnya.
Terdengar tarikan nafas Erina. "Aku tidak berkewajiban melayani mu. Aku juga bukan pelayan di sini", balasnya.
"Kau berani menjawab ku, gadis kecil? Kau tahu siapa aku hah? Jangan karena memegang buku nikah kau beranggapan pemilik semua ini. Apa kau tidak lihat dimana aku semalam? Dan kamu dimana?".
"Itulah perbedaan kasta di antara kita. Kau tidak akan pernah bisa mengambil tempat ku, sementara aku sekali saja menghancurkan mu–"
"Tugas ku pagi ini telah selesai. Tidak ada kewajiban mendengar kau bicara. Permisi", ujar Erina hendak pergi ke kamarnya.
"Kau berani melawan ku, lacur kecil..?!".
Nella menarik kuat tangan Erina. Wanita itu mengambil gelas susu hangat menyiramkan pada wajah Erin yang tidak sempat mengelak.
"Prangg..
Gelas di tangan Nella sengaja wanita itu jatuhnya. Seketika beling berhamburan di lantai.
Dengan sengaja Nella mendorong tubuh Erina hingga jatuh.
"Aww..
Erina terpekik karena spontan menahan tubuh, tangannya mengenai pecahan gelas yang sengaja Nella jatuhkan.
"Ups..
"Sorry. Aku tidak sengaja..."
Ucap Nella menundukkan wajahnya dengan seringai licik di wajahnya menatap Erina yang terduduk di lantai dengan wajah meringis kesakitan.
"Apa-apaan ini?!!"
Mendengar suara bariton Theo yang menuruni tangga, Erina berusaha berdiri dengan telapak tangan berdarah.
"Sayang kamu sudah bangun". Nella berlari menghampirinya. Memeluk pinggang Theo yang hanya mengenakan bathrobe berwarna abu-abu menutupi tubuhnya. Laki-laki itu baru selesai mandi. Bahkan rambutnya masih meneteskan air.
"Istri mu menyakiti aku, sayang. Dia marah karena aku meminum susu yang ia buat untuk mu. Dia mendorong ku hingga gelasnya pecah. Lihatlah pakaian ku jadi basah begini", ujar Nella berlagak sebagai korban penganiayaan yang di lakukan Erina.
Mendengar tuduhan Nella, Erina menggelengkan kepalanya dengan netra berkaca-kaca, membalas sorot tajam Theo padanya. Detik selanjutnya gadis itu berlari ke kamarnya.
Erina tahu Theo tidak akan pernah menerima alasannya. Erina tahu Theo pasti akan menjadi garda terdepan membela kekasihnya itu. Buktinya mereka menghabiskan malam bersama. Sementara dirinya menangis semalaman karena Theo
Erina berdiri di balkon kamarnya, menatap langit cerah berwarna biru. Berbanding terbalik dengan perasaannya kini. Sangat sedih dan Kesepian. Jauh dari orang-orang yang menyayanginya.
Andai ada seseorang tempat untuk bersandar pasti akan ia lakukan.
Tapi tidak ada seorangpun yang bisa meminjamkan bahunya pada Erina. Ia hanya menangis dalam kesunyian. Menahan sendiri semua kepedihan yang ia rasakan. Mata yang selalu terlihat berbinar itu kini nampak sendu.
"Apa pernikahan seperti ini, yang kakek dan keluarga ku inginkan untuk ku? A-ku tidak bisa bertahan lagi. Maafkan aku", lirih Erina terisak.
Tubuhnya berguncang. Derai airmata membasahi pipinya. Bulir-bulir bening itu tidak bisa ia tahan lagi.
...***...
Bersambung..