Alya, mahasiswi tingkat akhir yang cerdas dan mandiri, tengah berjuang menyelesaikan skripsinya di tengah tekanan keluarga yang ingin ia segera menikah. Tak disangka, dosen pembimbingnya yang terkenal dingin dan perfeksionis, Dr. Reihan Alfarezi, menawarkan solusi yang mengejutkan: sebuah pernikahan kontrak demi menolong satu sama lain.
Reihan butuh istri untuk menyelamatkan reputasinya dari ancaman perjodohan keluarga, sedangkan Alya butuh waktu agar bisa lulus tanpa terus diburu untuk menikah. Keduanya sepakat menjalani pernikahan semu dengan aturan ketat. Tapi apa jadinya ketika batas-batas profesional mulai terkikis oleh perasaan yang tak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hanela cantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30
Reihan menatap jengah kepada sahabat-sahabatnya itu " mending kalian pulang sekarang, kalian kayak ngga ada kerjaan aja"
" ngusir nih maksudnya" ujar Dio dengan wajah yang dibuat-buat kesal.
" jika kalian merasa terusir, ya bagus. Lagian kalian ganggu waktu kerja saya"
"dih sensi amat lu jadi cowok, kayak cewek lagi pms aja Lo. Ini kita juga mau pulang. Iya ngga" ucap arka pada dua Sabahat nya itu yang dibalas dengan tatapan tajam dari Reihan.
Langit mengangkat tangan, menyerah. “Oke, oke, bos besar. Kita cabut. Tapi inget, nanti malam Lo harus ikut, di tempat biasa"
Reihan hanya menatap mereka datar, sampai akhirnya ketiganya keluar sambil masih bercanda satu sama lain. Pintu tertutup rapat, meninggalkan keheningan di ruang kerja CEO itu.
Reihan bersandar ke kursinya, menghela napas panjang. Matanya menatap map laporan di atas meja, kenapa Alya yang mengantarnya Buan sekretaris pak bara. ada banyak pertanyaan muncul di benaknya.
Tanpa berpikir panjang, ia meraih ponsel yang tergeletak di samping laptopnya. Jemarinya mengetik cepat.
Reihan
Datang ke ruang saya sekarang.
Di lantai bawah, Alya yang baru saja menaruh dokumen lain di meja kerjanya kaget melihat layar ponselnya menyala. apalagi saat melihat isi pesannya. 'Reihan ngapain dia nyuruh ke ruangannya' batin Alya.
mau ngapain?
tak menunggu lama pesan yang baru ia kirim langsung di balas
Reihan
ada yang ingin saya tanyakan
To Reihan
Mau nanya apa dulu, kalo soal kerja aku ngga mau
Reihan
Datang kesini, atau saya yang akan datang kesana
Alya menghempaskan handphone nya itu dengan kasar " ihh, maksa banget jadi orang"
"Kenapa Al" ucap Laura rekan setim Alya yang duduk disampingnya.
"ehh, ngga papa kok. Aku ke kamar mandi dulu ya"
“Jangan lama-lama ya, Al. Kita masih harus cek ulang laporan minggu ini,” sahut Laura sambil tersenyum tipis.
“Iya, sebentar aja kok,” balas Alya cepat, berusaha menyembunyikan kegugupannya.
Begitu keluar dari ruangan, langkah Alya terasa berat. Sebenarnya ia ingin mengabaikan pesan itu, pura-pura tidak membaca. Tapi ancaman Reihan, dia tidak mau orang-orang kantor mengetahui hubungan diantara mereka berdua.
Lift naik perlahan, seakan mempermainkan detak jantung Alya yang makin tak terkendali.
Ding!
Pintu lift terbuka, menampakkan lorong sepi menuju ruangan paling besar di ujung—kantor CEO. Alya menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya.
Dengan langkah hati-hati, ia berjalan menuju pintu itu. Sesampainya di depan, tangannya sempat ragu untuk mengetuk.
Tok… tok… tok…
Suara berat dari dalam terdengar jelas. “Masuk.”
Alya memutar gagang pintu, melangkah masuk dengan hati-hati. Pandangannya langsung bertemu dengan sosok pria yang duduk tegak di kursi kerja megahnya—Reihan.
“Selamat siang, Pak,” sapanya sopan, nada suaranya tenang seperti seorang karyawan pada umumnya. Ia bahkan menundukkan kepala sedikit sebelum berjalan ke sofa yang ada disana.
Reihan mengamati setiap gerakannya, matanya sedikit menyipit. Ia bisa melihat jelas bagaimana Alya berusaha menjaga sikap profesional. Seakan-akan di antara mereka memang tak ada hubungan apa-apa.
“Silakan duduk,” ucap Reihan datar, menahan segala emosi yang berkecamuk dalam dirinya.
“Terima kasih, Pak.”
Suasana hening sejenak. Reihan hanya menatapnya, seolah mencoba membaca isi pikirannya.
Alya menahan diri, lalu membuka suara lebih dulu. “Bapak memanggil saya untuk menanyakan sesuatu? Jika terkait laporan keuangan, semua sudah saya serahkan kepada Pak Bima. Tugas saya hanya mengantar dokumen ke ruangan Bapak.”
Reihan mengetukkan jarinya ke meja, matanya masih terkunci pada Alya. “Jadi, kamu kerja di sini tanpa bilang apa pun pada saya.”
Alya menelan ludah, tapi wajahnya tetap tak berubah. " saya melamar kesini karena perusahaan ini cocok dengan kemampuan saya pak, lagi pula saya ngga tau kalo bapak juga kerja disini.
Sejujurnya Alya sangat terkejut tadi saat mengetahui jika Reihan yang notabene nya adalah suaminya merupakan ceo dari perusahaan tempat dia bekerja.
" ya meskipun begitu kamu setidaknya beritahu saya Alya" Reihan mulai kehabisan kesabarannya.
" lagian kan bapak ngga tanya aku. Ya otomatis aku ngga ngasih tau juga"
Reihan berdiri dari kursinya berjalan kearah Alya. Alya yang merasa Reihan mendekat mulai was-was.
Reihan mencondongkan tubuhnya ke depan, menatap Alya dengan dalam. " emang kamu ngga ada inisiatif buat beritahu saya. saya ini suami kamu dan kamu masih menjadi istri saya. Saya juga menanyakan hal ini sebelumnya jika kamu lupa"
Alya ingat itu, tapi dia memilih untuk tidak menjawabnya.
Alya menghela napas, mencoba menahan suaranya agar tetap stabil. " yaaa sekarang mas sudah tahukan dimana aku kerja. Aku juga punya alasan tersendiri."
"alasan" tanya Reihan mendudukkan dirinya disamping Alya yang membuatnya seketika jadi grogi.
Alya menghelai napas panjang " iya, jika aku tahu mas kerja disini aku juga ngga bakal ngajuin lamaran disini. Aku ngga mau orang-orang tau status kita, aku mau hidup normal mas. Apalagi nanti setelah ini semua berlalu namaku dan juga namamu ngga akan tercoreng."
Alya menggenggam kedua tangannya erat di pangkuannya. “Saya nggak bermaksud nyembunyiin, tapi saya juga nggak mau ngeluh-ngeluh ke Mas tentang semua hal kecil. Ini pekerjaan saya, dan saya akan profesional.”
Ucapan Alya membuat rahang Reihan mengeras. Ada benarnya, tapi egonya menolak kalah.
Tok! Tok! Tok!
Pintu terbuka, dan Alex, sekretaris Reihan, masuk sambil membawa tablet kecil di tangannya. Ia sempat tertegun melihat Alya ada di ruangan, tapi cepat ia memalingkan wajahnya.
“Maaf mengganggu, Pak Reihan,” ucapnya sopan sambil menutup pintu itu kembali
Tapi belum sempat Alex menutupnya suara Reihan menghentikannya " ada apa" ucap Reihan berjalan menuju kursinya.
"Lima belas menit lagi Bapak ada janji makan siang dengan klien dari perusahaan central grup pak."
Reihan mendengus pelan, lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. “Baik, kamu siapkan semuanya.”
Alex mengangguk " baik pak, kalo gitu saya kembali keruangan saya pak. Permisi"
"aku juga mau pergi, kerjaanku belum selesai" ucap Alya berjalan melalui Reihan
" nanti saya pulang telat, kamu ngga usah tunggu saya"
Alya menghentikan langkahnya lalu mengangguk.
Reihan hanya bisa menatap punggung Alya yang beranjak pergi. Sejujurnya dia juga tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya, dia juga bingung dengan status mereka. Apalagi gara-gara surat perjanjian bodoh itu membuatnya semakin tidak jelas.