NovelToon NovelToon
Nikah Kontrak

Nikah Kontrak

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengantin Pengganti
Popularitas:13.2k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

Amira 22 tahun menikah kontrak dengan Ferdi baskara untuk biaya kesembuhan ayah angkatnya.
Amira bar-bar vs Ferdi yang perfeksionis
bagaimana kisah tom and Jery ini berlangsung

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

gaya helikopter

Flashback on

Sejak kejadian dengan Yono dan Rahayu, hubungan mereka dengan Viona semakin dekat. Tanpa banyak bicara, mereka sepakat membentuk tim rahasia. Viona memilih sepuluh orang terbaik, sepuluh orang yang bisa ia kendalikan penuh, lalu menempatkan mereka di bawah komando Yono dan Ayu.

Sore itu, Rahayu dan Yono tiba lebih awal di gedung tempat acara besar itu akan berlangsung.

“Yu, kamu mencium sesuatu yang janggal?” tanya Yono pelan. Matanya menyapu seisi halaman, penuh curiga.

“Pastilah.” Ayu mendesah, lalu mengerling ke arah parkiran belakang. “Aku lihat tadi si Ulet Bulu masuk dari sana. Anak buahnya menyeret seorang pria gila. Kau tahu kan, Yono, itu jelas bukan kebetulan.”

Yono terkekeh kecil. “Mereka mau bermain-main lagi, ya?”

“Sepertinya begitu.”

“Permainannya jelek sekali.”

Yono menepuk bahu Ayu, lalu melangkah santai mengitari gedung. Dengan keahlian seorang pencuri kawakan, ia bisa merampas interkom dari salah seorang pengawal tanpa ketahuan. Ia menyeringai puas.

“Hahaha. Mereka berniat mempermalukan Amira dengan orang gila itu,” gumamnya.

Ayu mengernyit. “Terus, kita harus bagaimana?”

Yono malah balik bertanya, “Kamu setuju tidak kalau Ferdi benar-benar jadi suami Amira?”

Rahayu terdiam sesaat, lalu mengangguk. Ekspresinya datar, tapi penuh tekad.

“Bagus. Kalau begitu, kita jadikan Ferdi sungguhan jadi suami Amira.”

Mereka saling pandang, lalu cekikikan seperti dua anak kecil yang baru saja menemukan mainan baru.

---

Mereka menuju kamar Viona. Dengan cepat, Yono melaporkan rencana Anton dan Laudia.

“Bajingan! Aku labrak saja mereka sekarang juga!” Viona berteriak, dadanya sesak menahan amarah.

“Jangan dilabrak, Kak. Nggak asik.” Yono menyeringai.

“Kamu gila, Yo! Amira akan dipermalukan, sementara kamu bisa santai begitu saja?”

“Saya tidak gila. Justru saya lebih waras dari mereka. Bagaimana kalau kita balikkan skenario?”

“Maksudmu?” Viona mengerutkan dahi.

Yono tidak menjawab langsung. Ia malah menatap Viona tajam, lalu bertanya lagi, “Kak, serius tidak menjadikan Amira istri Ferdi? Kalau serius, kita jalankan rencana ini. Kalau tidak, silakan labrak mereka sekarang juga.”

“Tentu saja serius.” Viona menjawab mantap. “Aku suka Amira. Aku tidak akan biarkan dia jatuh.”

“Ok. Deal.”

Mereka pun membicarakan rencana detail dengan suara nyaris berbisik. Sesekali Viona melotot, lalu cekikikan sendiri.

“Bagaimana?” tanya Yono setelah selesai menjabarkan skenario.

“Ini gila, Yo!” Viona menutup mulut, menahan tawa. Ingin sekali ia meledak tertawa keras-keras.

“Ingat, Kak. Harus akting yang benar. Jangan kepancing emosi.”

“Tenang. Asal kamu jamin hasilnya seperti yang kamu katakan.”

Yono mengangkat jempol. “Beres. Aman.”

“Ok. Laksanakan!”

Yono dan Ayu memberi hormat ala upacara bendera. “Perintah dilaksanakan, Komandan!”

Viona cekikikan, lalu mengibaskan tangannya. “Cepat sana. Jangan buang waktu.”

Begitu pintu tertutup, wajah Viona kembali dingin. Ia bergumam lirih, “Anton, kamu mau menghancurkanku? Kamu lupa, sekarang aku sudah bersekutu dengan orang licik.”

---

Yono dan Ayu keluar kamar dengan gaya norak, mencolok. Mereka sengaja berjalan-jalan mengitari hotel, berfoto selfie di setiap sudut. Semua dilakukan agar musuh menganggap mereka kampungan, mudah dibaca, dan tidak waspada.

Benar saja. Di lantai dua, beberapa orang segera menyergap mereka. Lima orang pengawal Viona—yang sebenarnya bagian dari tim rahasia—hanya mengawasi dari jauh. Dengan isyarat halus dari Yono, mereka menahan diri, tidak ikut campur.

Yono dan Ayu digiring ke sebuah kamar. Empat pria berbadan besar memandang mereka dengan hina.

Salah satunya menghubungi seseorang. Tak lama, Amira muncul. Gadis itu langsung diseret masuk.

Sebuah jarum suntik menusuk lengannya. Obat perangsang yang kuat.

Ayu menahan napas. Saat itulah, Yono menggerakkan pergelangan tangan. Ikatan yang mengikat mereka—hah, bagi seorang maling kawakan, itu bukan penyekapan, melainkan penghinaan. Dalam hitungan detik, keduanya melepaskan diri.

“Dasar bodoh,” desis Yono.

Mereka melompat. Empat pria itu dihajar habis-habisan. Tanpa suara, tanpa banyak tenaga terbuang, mereka semua tumbang tak sadarkan diri.

Amira sudah mulai mengigau karena obat bekerja cepat.

Ayu memberi kode. Pengawal yang sedari tadi mengintai masuk ke kamar. Mereka menukar pakaian pengawal Laras, lalu mengenakan interkomnya. Semua gerakan berlangsung kilat, nyaris tanpa jeda.

Seminggu penuh sebelumnya, Yono dan Ayu melatih sepuluh orang pilihan itu. Mereka ditempa untuk lebih cepat, lebih licik, lebih tangguh. Hari ini, hasilnya terlihat jelas.

---

Amira digulung dengan seprai, lalu dibawa ke kamar 202. Sementara itu, di kamar lain, Laras hampir saja berhasil menjerat Ferdi. Namun Ayu bergerak secepat kilat. Ia melempar seprai, menggulung tubuh Laras rapat-rapat, lalu menyerahkannya ke pengawal.

Pengawal menyeret Laras ke kamar 212.

Empat kameramen yang tadinya disewa untuk merekam adegan memalukan Amira dipaksa di bawah todongan senjata. Mereka terpaksa mengganti skenario: menyiarkan langsung adegan Laras dengan orang gila itu.

Pembalikan yang mencengangkan!

Dua pengawal berjaga di depan kamar Laras. Pakaian mereka sangat mirip dengan pengawal Laudia. Tidak ada yang menyadari perbedaannya.

“Ok. Pertunjukan dimulai,” ucap Yono dingin.

---

Di ruang rapat, dua pria kekar sudah menyusup mendekati operator komputer dan proyektor.

Tanpa banyak bicara, sebilah pisau menempel ke perut mereka.

“Hanya perlu mengikuti instruksi saya. Maka nyawa kalian selamat,” bisik salah seorang pria.

Operator berkeringat dingin. Wajahnya pucat pasi. Ia tidak bisa melawan, hanya mampu mengikuti perintah.

---

Segala sesuatu berjalan seperti yang mereka rencanakan. Semua pihak sibuk dengan perannya masing-masing. Yono, Ayu, Viona, dan sepuluh orang pilihan itu bergerak bagai bidak catur yang ditempatkan pada posisi tepat.

Anton dan Laudia tidak tahu. Mereka masih merasa di atas angin.

Mereka tidak sadar, permainan yang mereka siapkan untuk mempermalukan Amira… justru berbalik menghantam mereka sendiri.

Dan semua dimulai dari sebuah tawa kecil Yono yang terdengar menakutkan.

Flashback off

Suasana kacau melanda ruang rapat. Anton berlari menuju ruang operator. Dua orang misterius langsung menyelinap kabur.

“Bajingan kalian!” teriak Anton, melampiaskan amarah pada operator yang ketakutan. Ia membanting proyektor dan komputer hingga pecah berantakan. Tayangan terhenti, namun kehebohan sudah terlanjur pecah.

“Sial! Sial! Kalian tidak berguna!” raungnya sambil menghantam meja.

Anton mencari Laudia, tapi tak menemukannya.

---

Di lantai dua, Renata berjalan bersama Laudia dan Viona.

“Kenapa di sini banyak orang?” tanya Renata curiga.

“Ini memang lantai khusus pengawal,” jawab Laudia cepat. Ia sudah menyiapkan alasan itu.

Mereka berhenti di depan kamar 202. Dari dalam terdengar desahan Ferdi.

“Anakmu memalukan!” sindir Renata kepada Viona.

Viona gelisah. “Mereka saling mencintai. Seharusnya dinikahkan saja,” saran Laudia, meski hatinya heran kenapa interkomnya sepi.

“Tidak mungkin! Anak saya tidak sebejat itu!” bantah Viona panik.

Renata menatap tajam. “Buka pintunya.”

Seorang pengawal segera membuka.

Renata terbelalak. Viona menutup mulut, shock.

“Ini gaya apa? Helikopter atau jet tempur?” ujar Viona refleks.

“Memalukan,” komentar Renata dingin.

“Laras dan Ferdi memang saling mencintai. Wajar kalau panas begini,” bela Laudia penuh percaya diri.

“Mata kamu buta, Laudia. Lihat baik-baik.”

Laudia yang semula menunduk, mendongak. Matanya membesar, tubuhnya gemetar.

“Kenapa… kenapa bisa Amira?” suaranya bergetar.

Di depan mereka, Amira berada di atas tubuh Ferdi, berputar seperti gangsing.

“Ini gaya apa? Kok muter-muter begitu? Sepertinya aku juga harus cari suami baru,” gumam Viona lirih.

“Viona!” bentak Renata.

Viona buru-buru menutup mulut.

“Tutup kamarnya!” perintah Renata tegas.

Ia lalu menoleh ke Laudia. “Segera hubungi Anton. Rapat diundur sampai sore. Semua biaya aku yang tanggung.”

Laudia berdiri terpaku. Tubuhnya masih gemetar, pikiran kosong. Namun, matanya justru terarah pada pintu kamar 212…

1
partini
dah keluar lihat Laras gih biar mata suamimu keluar wkwkwkwk
partini
sehhhh buaya di kadalin wkwkwkk
OMG ngapain lihat Amira ma Ferdi 😂😂😂😂
partini
OMG live HS ,,hai fer lihat nih wanita yg kamu cintai
partini
sehhhh kecolongan jg aduhhhh no good
ChikoRamadani
⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️ Sangat menarik
Alur ceritanya bagus dan konfliknya tidak begitu terlalu rumit...
pemilihan kosakata sangat baik dan mudah untuk dipahami...

terimakasih buat kk othor,
semoga sukses ❤️
partini
dihhh disuruh bercinta dengan gembel kamu Ra ,,di balik aja biar Laras yg bercinta dengan gembel jangan lupa bikin video
partini
😂😂😂😂
partini
ko bisa,,wah wah dah tau dong itu jebakan makanya cincin nya di pindah tempat
Dwi Anto
buaya kok di kadalin
Wesley Cherrylava
Wah bagus jalan ceritanya ga klise
Yani
Lucu Amira dan Ferdi
Yani
Seru
Yani
Ternta Amira kembar dengan Amora
Yani
Jangan" sodaranya Amira
Yani
Bentar lagi kamu bucin Ferdi
Yani
Seru
Yani
🤣🤣🤣🤣Amira
Yani
Tenang mmh Viona , Amira punya seribu cara bikin nenek baik 🤭
Yani
Ga akan bisa Ferdi
Yani
Seru suaminya ga berkutik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!