NovelToon NovelToon
BATAL SEBELUM SAH

BATAL SEBELUM SAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Konflik etika / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu / Keluarga
Popularitas:152.2k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

"Menikahi Istri Cacat"
Di hari pernikahannya yang mewah dan nyaris sempurna, Kian Ardhana—pria tampan, kaya raya, dan dijuluki bujangan paling diidamkan—baru saja mengucapkan ijab kabul. Tangannya masih menjabat tangan penghulu, seluruh ruangan menahan napas menunggu kata sakral:

“Sah.”

Namun sebelum suara itu terdengar…

“Tidak sah! Dia sudah menjadi suamiku!”

Teriakan dari seorang wanita bercadar yang jalannya pincang mengguncang segalanya.

Suasana khidmat berubah jadi kekacauan.

Siapa dia?

Istri sah yang selama ini disembunyikan?

Mantan kekasih yang belum move on?

Atau sekadar wanita misterius yang ingin menghancurkan segalanya?

Satu kalimat dari bibir wanita bercadar itu membuka pintu ke masa lalu kelam yang selama ini Kian pendam rapat-rapat.

Akankah pesta pernikahan itu berubah jadi ajang pengakuan dosa… atau awal dari kehancuran hidup Kian?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

30. Diam yang Menusuk

Pagi menyapa dengan aroma sedap dari dapur.

Setelah membantu menyiapkan sarapan bersama pelayan, Kanya kembali ke kamar. Tangannya mendorong pintu perlahan… lalu langkahnya terhenti.

Pintu balkon terbuka.

Tirai putih melambai pelan tertiup angin pagi, dan dari balik pintu kaca, ia melihat sosok suaminya.

Kian.

Sedang melakukan pull-up di tiang khusus yang menempel di sudut balkon. Napasnya teratur. Tubuhnya terangkat dengan tenaga, lalu turun perlahan, berulang-ulang.

Hanya mengenakan celana training. Tanpa kaus.

Dada bidang itu berkilat oleh peluh. Garis otot di perut dan lengannya menonjol tegas.

Maskulin. Kuat. Tegas.

Bagai pria yang keluar dari halaman majalah kebugaran.

Kanya membeku.

Matanya seolah terkunci pada sosok itu.

"Astaghfirullah…"

Pikiran dan batinnya saling bertubrukan. Ia buru-buru memalingkan wajah, tersadar dari kekaguman yang menyelinap diam-diam.

“Apa yang aku lakukan…?” batinnya tertegun penuh penyesalan. Ia menarik napas cepat, lalu menjauh dari pintu balkon.

Tak berani menatap lagi. Tak berani berharap setelah apa yang dikatakan suaminya semalam.

Matanya kemudian tertumbuk pada seprai ranjang yang kusut.

Dengan tangan cekatan, ia merapikannya.

Berpindah ke kamar mandi dengan langkah cepat, ingin segera menyelesaikan bersih diri sebelum suaminya masuk, dan seperti tempo hari, menggerutu karena harus menunggu.

Beberapa menit kemudian...

Langkah Kian mantap memasuki kamar dari balkon, tubuhnya masih hangat oleh sisa olahraga. Tetes-tetes peluh mengalir perlahan dari pelipis ke rahang, lalu ke dada. Ia mengusapnya dengan handuk putih yang tadi disampirkan di leher.

Pandangan matanya sekilas menyapu kamar.

Kanya keluar dari kamar mandi dan pandangannya langsung tertumbuk pada suaminya.

Seketika ruangan seolah menyempit.

Peluh yang mengilap di kulit Kian membuatnya terlihat… semakin hidup.

Otot-otot yang terukir di tubuhnya menciptakan bayang samar di balik cahaya pagi yang menembus tirai.

Menggoda?

Mungkin. Tapi tak pernah diizinkan untuk benar-benar terdefinisi seperti itu di kepala Kanya.

Dan, untuk sepersekian detik, Kian pikir gadis itu akan diam tertegun. Akan menatap. Akan memberi isyarat kagum yang biasa ia lihat dari mata-mata wanita lain saat tubuhnya terbuka seperti ini.

Tapi tidak.

Kanya hanya berhenti sejenak, menatap sekilas. Sangat sekilas, lalu menunduk dan buru-buru berjalan ke arah lemari pakaian.

Tangannya terulur membuka pintu lemari, memilihkan baju kerja Kian seperti rutinitas hari-hari kemarin.

“Aku tak boleh mengagumi tubuhnya,” bisik Kanya dalam hati.

“Aku tak akan mencintainya… sebelum ia benar-benar mantap. Sebelum ia memutuskan, untuk hidup bersamaku, selamanya.”

Bukan karena paksaan.

Bukan karena keterikatan.

Tapi karena cinta yang tumbuh dari pilihan.

Dan Kanya tahu… sampai hari itu tiba, ia harus menjaga hatinya.

Bukan demi Kian. Tapi demi dirinya sendiri.

Kian menatap istrinya.

Tidak ada tatapan kagum. Tidak ada gerakan kecil yang canggung. Tidak ada satu pun reaksi seperti yang ia duga akan muncul dari seorang istri muda yang baru beberapa kali sekamar dengan suaminya.

Kian mengerjapkan mata pelan. Tangannya masih mengusap dada, tapi kini lebih karena ingin membuang perasaan aneh yang tak bernama.

"Hanya...lewat begitu saja?" batin Kian tak percaya. Atau mungkin kecewa?

Ia tahu tubuhnya menarik. Ia tahu ia pria yang selalu percaya diri, dan tahu bahwa banyak wanita menyukainya. Dulu. Bahkan Friska pun pernah berkata bahwa hanya melihat Kian berjalan saja sudah cukup untuk membuatnya lemah.

Tapi tidak dengan gadis ini.

Gadis bercadar yang ia nikahi karena keadaan.

Kanya tak tertarik.

Atau mungkin… terlalu kuat untuk menunjukkan ketertarikannya.

Kian menurunkan handuknya perlahan. Sorot matanya menajam, memerhatikan gadis itu dari belakang. Cara Kanya dengan tenang memilihkan bajunya, seolah ini hanya tugas harian yang netral dari perasaan.

“Bahkan sekilas pun tak ada tatapan ketertarikan?” batinnya bergumam. “Serius?”

Ada sesuatu yang tersentak di dalam dadanya.

Entah itu harga diri.

Atau luka kecil yang belum bisa ia pahami bentuknya.

Ia melangkah ke kamar mandi tanpa suara.

Melirik Kanya sekali lagi. Wanita yang semalam menolak haknya, lalu tiba-tiba ingin memberikan haknya, tapi ia tolak mentah-mentah. Namun pagi ini tetap bersikap seolah semuanya baik-baik saja.

Tenang. Dingin. Nyaris… tak tersentuh.

"Apa yang sebenarnya kau pikirkan, Kanya?"

Tapi Kian tak bertanya.

Ia hanya menahan napas sejenak… lalu berjalan melewati gadis itu dengan ekspresi kosong.

Dan mungkin untuk pertama kalinya… ia merasa tidak cukup.

Bukan sebagai suami. Tapi sebagai pria.

Beberapa Menit Kemudian

Kian keluar dari kamar mandi dengan rambut masih basah. Butiran air masih menetes di pelipisnya, menelusuri rahang, lalu jatuh ke dada. Handuk yang tergantung di stand hanger belum sempat ia raih, karena sepasang tangan lebih dulu mengambilnya.

Tanpa sepatah kata pun, Kanya mulai mengeringkan tubuh suaminya. Gerakannya lembut, tapi cekatan. Ia mengusap rambut Kian dengan handuk kecil, lalu menepuk-nepuk leher dan bahu pria itu—tanpa menatap langsung, tanpa bersuara. Hanya helaan napas pelan dan matanya yang tenang di balik cadar.

Kian terdiam. Ada kejanggalan yang mengendap di dadanya. Bukan karena diperlakukan seperti raja, tapi karena wanita yang semalam ia lukai dengan kata-kata... kini memperlakukannya seolah tak ada yang pernah terjadi.

Kanya mengambil kemeja putih, menyelipkan tangan Kian ke dalam lengan baju, mengancingkannya satu per satu. Lalu dasi hitam, dilingkarkan dengan terampil di leher pria itu, diikat rapi. Terakhir, jas disampirkan dan dirapikan dengan telaten.

Masih tanpa kata.

Saat sentuhan tangannya menyentuh kerah, merapikan dasi untuk terakhir kalinya, Kian akhirnya bicara, sinis, dingin, menyentil:

"Kenapa kau diam saja? Sakit hati dengan ucapanku semalam?"

Nada bicaranya seperti ujung pisau. Ia mengawasi wajah Kanya yang tertutup rapat, berharap ada reaksi. Amarah, setidaknya luka. Tapi yang ia lihat justru... sebaliknya.

Kian memang tak bisa melihat wajahnya, tapi ada kerutan tipis di sudut matanya yang tak bisa disembunyikan. Senyum.

Bukan senyum kemenangan. Bukan kepasrahan. Tapi... senyum yang diam-diam menelan luka dengan tenang.

Matanya, yang satu-satunya terlihat dari balik cadar, memancarkan sesuatu yang sulit dijelaskan. Ketenangan. Luka. Tapi juga kekuatan yang nyaris menyakitkan.

"Jujur..." Kanya berbisik, suaranya nyaris tak terdengar, tapi cukup untuk menembus dinding ego.

"Aku sakit hati. Tapi aku sadar... aku juga salah."

Ia menunduk. Merapikan jas suaminya, menepuk lembut bahu kiri dan kanan. Gerakan kecil, seolah ingin memastikan semua rapi, atau... menyentuh untuk terakhir kali sebelum benar-benar menjauh dari hati pria itu.

"Jika ini hukuman untuk menebus kesalahanku, maka akan aku terima... dengan ikhlas."

Kian terdiam. Menatapnya. Dahi pria itu mengernyit. Bukan karena bingung, tapi karena tidak tahu harus merasa apa. Ia menunggu pembelaan, atau mungkin balasan luka. Tapi yang datang justru penerimaan... yang tak ia minta.

Ada sesuatu yang mengalir masuk ke dadanya. Asing, tapi hangat. Dan menyakitkan.

"Kalau kau sudah siap," ucap Kanya pelan, sembari meletakkan jam tangan Kian di atas meja, "kita ke ruang makan. Papa dan Mama pasti sudah menunggu."

Lalu ia berbalik. Melangkah keluar kamar.

Tenang.

Seolah semalam bukan dirinya yang dijatuhkan ke dasar luka oleh suaminya sendiri.

Dan entah mengapa... punggung itu, yang menjauh dengan diam, justru terasa lebih menusuk dari bentakan mana pun.

"Wanita seperti apa dia itu? Terbuat dari apa hatinya?" gumam Kian, lirih.

 

Ruang Makan

Ruang makan pagi itu terasa hangat.

Terlalu hangat, seperti teh yang baru diseduh. Menenangkan, tapi bisa membakar lidah jika tak hati-hati. Di antara dentingan sendok dan aroma roti panggang, ada sesuatu yang mengendap: ketegangan yang tak terlihat.

Kanya melayani Kian seperti biasa. Menuangkan teh, menyendokkan sayur, menyodorkan serbet. Semua dilakukan dengan cekatan. Tanpa banyak suara.

Tapi dalam diam itu, tersimpan ribuan hal yang tak terucap.

Tatapan Keynan dan Aisyah yang duduk di seberang meja sesekali menelusuri gerak-gerik menantu baru mereka. Ada ketenangan dalam sorot mata mereka. Ketenangan orang tua yang merasa harapan mereka mungkin akan terpenuhi.

Sarapan berlangsung dalam hening yang tidak canggung. Hanya denting sendok dan aroma masakan rumahan yang mengisi ruangan.

Hingga Keynan meletakkan sendoknya perlahan, lalu angkat bicara.

“Kanya, kamu tak berniat pindah kuliah?” tanyanya tanpa basa-basi.

“Tempat kuliahmu sekarang terlalu jauh dari rumah ini.”

Kanya mendongak perlahan. Matanya secara refleks melirik ke arah Kian.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
Momz Haikal Sandhika
friska kenapa ga pulang aja sih,,, klo mau sekedar menunjukan rasa Terima kasih kan bisa dateng pagi atau siang nya ga mesti nginep dong,,,
tapi bagus deh akhir nya friska denger sendiri pengakuan kian tentang perasaan nya ke friska dan bagai mana perasaan nya ke kanya..
Dek Sri
lanjut
Siti Jumiati
Friska ketahuan kalau ada didalam kamar mandi
Cicih Sophiana
Friska knp gak pulang aja dari td malam... biar kamu ada jg Friska kan gak di anggap ada sama mereka... dari pada lebih sakit hati mending pulang istirahat...
Siti Jumiati
apakah Friska yang mengintip dibalik kamar mandi
Cicih Sophiana
Alhamdulillah Kian sdh sadar...
awas Kanya ada yg mengintip tuh... pasti dia penasaran liat wajah kamu yg di sembunyikan ternyata cantik pantas aja Kian memilih Kanya... itu Friska yg bilang
Cicih Sophiana
semoga tdk membahayakan nyawa Kian...
phity
sdh kublng kan friska mestiny smlam kmu pamit sj sm kanya ini msh bertahan sja tp ad bagusnya si kmu tau yg sebenarnya...smoga itu menyadarkanmu
asih
hancur sudah lah hatinya friska ..niat .au mencari yg lebih baik Dari Kian ehh malah KTM sama yg kayak ngono kasian Kali kau fris
anonim
Looooo...Friska kenapa masih di rumah sakit - menginap pula.
Rupanya Kanya salat subuh di masjid rumah sakit - makanya Friska berani mendekat berdiri di samping ranjang Kian yang masih terlelap.
Friska di kamar mandi ketika Kanya datang mendekati Kian yang mulai membuka mata. Friska di balik pintu kamar mandi bisa melihat wajah Kanya ketika pashmina pengganti cadarnya di lepas.
Kian menjelaskan kejadian sewaktu Friska tanpa ijin masuk dalam mobil pada Kanya - terjadi dialok terbuka yang tanpa mereka berdua sadari ada sepasang telinga yang mendengarkan. Baguslah - jadi lebih jelas sekarang hubungan suami istri - Kian dan Kanya bagaimana - Friska harus paham atas arti pembicaraan Kian dan Kanya.
Fadillah Ahmad
Lanjutkan Kak Nana... Pokoknya Sampai Kanaya Hamil Kak Nana... 🙏🙏🙏😁
Puji Hastuti
Lanjut kk
Puji Hastuti
Friska ternyata kamu bukan rumah bagi kian /Grin/
septiana
Alhamdulillah... sekarang mereka sudah saling terbuka.. untuk Friska,jadikan ini semua sebagai pelajaran semoga kamu segera mendapatkan jodoh yg terbaik.
far~Hidayu❤️😘🇵🇸
bukan juga .. alasannya akhlaknya Kanya..bukan kerana kecantikan isterinya semata-mata
Felycia R. Fernandez
setelah dihadang penjahat, setelah hampir meninggal...
hari ini mereka bisa bicara dari hati ke hati...
saling mencurahkan isi hati masing masing💓💖💕💗
Anitha Ramto
kasihan banget kamu Friska...dengar Pengakuan Kian pada Kanya yang sangat takut kehilangan Kanya,ternyata Kian hanya mengagumimu bukan mencintaimu,sekarang kamu dengar sendirikan kalo Kian dan Kanya saling nencintai dan mereka pasangan yang serasi,, Kanya ada apa yaaa sampe kaget begitu...

di gantung lagi nih sm kak Nana...
dan suara dering ponselnya si Ftiska dari kamar mandi wkwkwk
far~Hidayu❤️😘🇵🇸: baguslah biarkanlah dia tahu yg benar supaya dia berhenti menjadi pelakor
total 1 replies
Liana CyNx Lutfi
Nahkan sdh saling terbuka dan sdh saling mencintai,friska belajarlah dr kanya soal kesabaran dan keikhlasan jngn krn sakit hati trs mencari pelarian carilah yg bnr2 tulus menerima
Sri Hendrayani
ooh ketahuan deh
Upi Raswan
iiih thor..kenapa sih seneng banget bikin penisisriiin ..tapi gpp deh.selalu menunggu dengan setiaaah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!