Elang Langit Perkasa, sifat yang dimiliki Elang sangat sesuai dengan namanya. Bebas, kuat dan juga pantang terkalahkan. Dan yang membuatnya semakin brutal karena terlahir di keluarga Mafia.
Dari sekian banyak wanita yang mendekatinya, hanya seseorang yang bisa mencuri hati Elang, Raysa Putri Ayu. Wanita yang dia temui di waktu yang salah, wanita yang menyelamatkan nyawanya. Tapi untuk mendapatkan Raysa tidak semudah membalikkan telapak tangan, butuh perjuangan ekstra dan juga air mata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MJ.Rrn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
"Papa tidak akan pernah setuju."
Elang tersenyum tipis begitu Raysa keluar dari kamar mandi, rambut Raysa yang masih basah dililit dengan handuk dan wanita itu memakai baju Elang karena bajunya sudah tidak nyaman di pakai lagi. Pertempuran mereka siang ini belum sampai ke tahap inti, tapi sudah membuat keduanya sama-sama puas dan basah oleh keringat. Walau permainan Raysa masih kaku, tapi Elang suka.
“Kebesaran.” Ucap Raysa manja, baju kaos oblong milik Elang kedodoran di tubuhnya.
“Sebentar lagi pakaian kamu datang.” Balas Elang, dia sudah meminta anggotanya untuk membelikan pakaian untuk Raysa.
“Sini kakak keringkan rambut kamu.” Ucap Elang, pria itu berdiri dan mengambil kursi, meletakkan di dekat meja kerjanya.
Raysa segera duduk di kursi itu dan melepaskan handuk yang masih melilit di kepala. Elang mengambil hair dryer dan mulai mengeringkan rambut Raysa dengan sangat hati-hati.
Ting…notifikasi pesan terdengar dari ponsel Raysa, Elang mengambilkan dari atas ranjang dan memberikannya.
“Raysa, malam ini kamu pulang kan? Papa mau bicara.”
Raysa tidak langsung membalas, tapi dia malah mendongakkan wajahnya ke atas, melihat ke arah Elang.
“Bagaimana?” Tanya Raysa, Elang menganggukkan kepala.
“Jangan menolak permintaan orang tua, pulanglah.” Jawab Elang, Raysa menganggukkan kepala dan kembali melihat ke depan.
……
Sesuai dengan permintaan sang pada, malam harinya Raysa pulang kerumah sendirian sesuai dengan permintaannya kepada Elang. Awalnya Elang ingin mengantar, tapi Raysa menolak karena belum waktunya Elang bertemu dengan papa dan mamanya
“Ma.” Sapa Raysa masuk kedalam rumah, Lestari tersenyum meraih tangan Raysa dan membawanya duduk di sofa.
“Papa baru saja selesai mandi, kita tunggu disini saja.” Ucap Lestari, Raysa menganggukkan kepala setuju.
5 menit menunggu akhirnya Fajar keluar juga dari kamar dan memilih duduk di hadapan Raysa dan juga istrinya.
“Terima kasih kamu pulang tepat waktu.” Ucap Fajar, Raysa heran mendengarnya, perkataan sang papa terkesan aneh baginya.
“Kenapa papa berkata seperti itu?” Tanya Raysa penasaran.
“Ya karena kamu lebih peduli dengan dia daripada kami.” Jawab Fajar menatapnya, Raysa menggelengkan kepala.
“Maksud papa apa pa?” Tanya Raysa lagi, Fajar menghela nafas sebelum menjawab.
“Tadi papa bertemu dengan Bastian, papa bertanya tentang rumah sakit dan juga kamu. Ketika papa mengatakan kalau kamu pergi ke rumah sakit pagi tadi, dia sedikit terkejut. Walau Bastian juga mengatakan hal yang sama dengan kamu, tapi papa melihat kebohongan di matanya. Dia hanya berusaha melindungi kamu. Papa paham, mungkin karena kedekatan kalian berdua, jadi dia berusaha untuk melindungi kamu. Tapi yang papa tidak habis pikir, kenapa sekarang kamu seperti ini Ray? Apa selama ini kami jahat sama kamu, melarang-larang kamu? Atau kami yang terlalu bebas membiarkan kamu bergaul di luar sana, sampai kamu tidak kontrol. Ray kenapa kamu bisa berkenalan dengan pria itu? Atau memang selama ini pergaulan kamu tidak baik?” Jawab Fajar panjang lebar, Raysa terdiam mendengarnya.
“Pa, apa yang terjadi tidak seperti yang papa pikirkan. Papa dan mama tidak salah mendidik dan menjaga aku, aku juga berteman dengan orang-orang baik yang tidak membawa pengaruh buruk kepadaku. Jadi jangan pernah mama dan papa merasa bersalah seperti ini.” Balas Raysa, Fajar menggelengkan kepala membantah.
“Dia bukan pria baik Ray, jadi perkataan kamu tidak pas.” Sela Fajar.
“Papa selama ini aku berusaha menjadi anak yang baik dan penurut, aku berusaha untuk tidak mengecewakan papa dan mama. Begitu juga dengan lingkungan pertemanan dan pertemuan aku dengan Elang itu kebetulan.” Ucap Raysa berusaha menjelaskan.
“Oke kalau perkataanmu benar, selama ini kamu bergaul dengan teman-teman yang tidak membawa kamu ke pergaulan yang bebas. Tapi kenapa sekarang kamu memilih dia? Kamu sudah dewasa Ray, seharus sekarang kamu sudah bisa menentukan sendiri dan memilih siapa saja yang berhubungan dengan kamu. Selama ini kamu memang tidak pernah mengecewakan kami, tapi sekarang kamu sudah berani berbohong. Kenapa Raysa, kenapa?” Tanya Fajar meninggikan suaranya di akhir kalimat, sekarang mata Fajar menatap marah kepada Raysa.
Raysa kembali diam, matanya mulai berkaca-kaca membalas tatapan sang papa.
“Jawab Raysa.” Bentak Fajar, Raysa tertegun dan perlahan air matanya mulai menetes ke pipi.
“Pa aku tidak tahu kapan rasa itu muncul, seiring berjalannya waktu dan kami selalu bertemu membuat rasa itu semakin besar dan bergelora. Aku mulai membutuhkan dia di dalam hidupku, aku selalu merindukan dan memikirkannya. Aku sudah pernah membantah perasaanku, aku berusaha mengelak dan menjauh. Tapi aku tidak sanggup, aku malah sangat menginginkannya. Aku juga bingung pa, aku bingung harus menjawab apa pertanyaan papa.” Jawab Raysa berderai air mata, Fajar menggelengkan kepala sambil menghela nafas kasar mendengar semua penuturan anaknya.
“Semua salah kamu Raysa, kamu sendiri yang membiarkan dia masuk kedalam hati kamu. Tapi apapun alasan kamu, papa tidak akan pernah setuju. Kamu bersama dia sama saja bunuh diri, hidup kamu tidak aman dan terancam. Papa tidak akan membiarkannya, jadi mulai detik ini kamu di bawah kontrol papa. Kemanapun kamu pergi papa yang akan mengantar kamu, kalau perlu papa akan membayar bodyguard untuk menjaga kamu. Paham kamu, tidak ada lagi bantahan. Kalau kamu sayang sama kami, maka turuti perkataan papa.” Ucap Fajar, pria itu segera berdiri dan kembali melangkah ke dalam kamarnya.
Setelah Fajar pergi, Raysa menoleh kepada Lestari sang mama. Lestari menggelengkan kepala membalas tatapan Raysa.
“Maaf Raysa, kali ini mama setuju sama papa. Kami lebih baik bersikap kejam dari pada kami kehilangan kamu.” Ujar Lestari, Wanita itu juga pergi meninggalkan Raysa yang masih terisak dalam tangisnya.
Setelah mama dan papanya pergi, Raysa juga segera masuk kedalam kamar, tangisnya kembali pecah. Raysa meluruhkan tubuhnya duduk di lantai, dia sangat sedih mendengar perkataan sang papa yang melarang keras hubungannya dengan Elang.
……
Pagi ini, sesuai dengan perkataan Fajar. Pria itu mengantarkan sendiri Raysa ke rumah sakit, bahkan dia tidak langsung pergi dan memastikan dulu anaknya masuk kedalam.
Raysa hanya bisa pasrah, bukan tidak mau memperjuangkan Elang, tapi dia lebih tidak ingin menyakiti perasaan mama dan papanya.
“Pagi Dok.” Sapa Raysa masuk kedalam ruangan, Bastian tersenyum menganggukkan kepala.
“Pagi juga Ray, kamu sakit? Lesu banget.” Jawab Bastian heran melihat Raysa yang tidak bersemangat.
“Aku baik-baik saja Dok.”
“Jangan bohong Ray, saya melihat sendiri kamu di antarkan papa kamu. Apa jangan-jangan kemarin kamu kena omel karena saya.” Ucap Bastian, Raysa tersenyum tipis menggelengkan kepala.
“Dokter pasti sudah bisa menebak apa yang akan terjadi kepada seseorang yang berhubungan dengan Elang, tidak akan ada orang tua yang setuju anaknya dekat dengan seorang Mafia.” Balas Raysa tersenyum kecut, terlihat jelas kesedihan di matanya.
Bastian menganggukkan kepala, dia membenarkan perkataan Raysa.
“Kecuali Vanya kan Dok?” Sambung Raysa melihat ke arah Bastian, Bastian kembali menganggukkan kepala.
“Karena bagi keluarga Vanya, kedekatan Elang dengan anak mereka akan memberikan keuntungan yang luar biasa. bersyukurlah kamu Ray, orang tua kamu tidak gila harta sama seperti orang tua Vanya.” Jawab Bastian, Raysa kembali tersenyum lirih setelah mendengarnya jawaban Bastian.
Bersambung...