Melinda dan Rauf sudah menikah selama tiga tahun, tetapi sampai saat ini belum juga di karuniai seorang anak. tiga tahun bukanlah waktu yang singkat, hingga membuat Tini-- Ibu mertuanya meminta Rauf-- putranya untuk menikah lagi.
"nak, menikalah dengan Sintia tanpa sepengetahuan istrimu!"
bagai disambar petir disiang hari, membuat tubuh Rauf terdiam kaku dengan perasaan yang gelisa. permintaan itu benar benar membuat Rauf dilema. disisi lain dirinya tidak ingin menduakan istrinya, tetapi disisi lain Rauf juga sulit untuk menolak permintaan sang ibu.
lantas, bagaimana kelanjutannya? apakah Rauf akan mengikuti ucapan ibunya? jika iya, lalu bagaimana nasib Melinda? serta, bagaimana perasaan Melinda setelah tau jika suaminya akan menikah lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon UmiR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 27
Sintia lagi santai di ruang tamu, dan tiba - tiba sintia mendengar suara orang yang memberi salam dari luar, dan sintia langsung membuka pintu rumahnya, dan ternyata yang datang ada lah pak hendi, orang suruhannya naila.
" pak hendi, mari masuk, silahkan duduk pak! ada keperluan apa sampai pak hendi datang pagi-pagi begini." tanya sintia, sambil mempersilahkan pak hendi duduk.
" maaf bu sintia, pagi- pagi saya sudah datang menggangu, dan bertamu ke rumah ibu sintia, maksud kedatangan saya kemari, ingin menawarkan sesuatu sama ibu sintia." ucap pak hendi.
" emangnya ada tawaran apa pak.?" tanya sintia.
" pak hendi yakin, ibu sintia pasti tertarik dengan tawaran ini, karena tawaran ini sangat menguntungkan buat ibu sintia." ucap pak hendi.
" emangnya tawaran apa sih pa, bikin sintia penasaran saja.?" tanya sintia dengan penuh penasaran.
" ini bu, tawaran dari bos saya, tentang perkebunan ibu yang ada di kampung ini." ucap pak hendi.
" langsung saja pak, agar saya tidak penasaran mendengarnya, maksudnya kenapa dengan perkebunan saya.?" tanya sintia dengan penuh penasaran.
" ini bu, perkebunan milik ibu, ada yang menawarkan harga yang begitu tinggi berapa pun ibu mau, bos saya akan membayarnya yang penting ibu menjualnya ke bos saya." ucap pak hendi.
" benarkah itu pak hendi, emangnya siapa bos pak hendi, yang begitu tertarik dengan perkebunan ini, dan untuk apa bos kamu ingin membeli perkebunan saya. ?" tanya sintia.
" iya bu, ini benar, kalau bos saya namanya ibu naila, dan katanya dia akan membangun rumah sakit di lahan perkebunan ini, dan kalau ibu tertarik, sebentar sore kita akan transaksi, yang penting surat- suratnya ada di tangan ibu." ucap pak hendi.
" naila, bos kamu, ingin membayar perkebunan saya berapapun yang saya minta.?" tanya sintia.
" iya bu, berapapun yang ibu minta, bos saya akan membayarnya."ucap pak hendi.
" baiklah pak hendi, sampaikan pesan dari saya, kepada bos kamu ibu naila, kase waktu kepada saya untuk mengurus surat- suratnya dulu, nanti kalau surat- suratnya sudah beres, saya akan menghubungi pak hendi secepatnya." ucap sintia.
" baik lah bu, kalau begitu saya pamit dulu, saya tunggu informasi dari ibu." ucap pak hendi, langsung berdiri.
"iya, secepatnya saya akan informasikan kepada pak hendi." ucap sintia.
" ini nomor hp saya bu." ucap pak hendi sambil memberikan nomor ponselnya.
dan sintia sudah mengambil nomor hpnya pak hendi, dan pak hendi langsung pergi dari rumahnya sintia.
sementara sintia, sedang memikirkan bagai mana caranya untuk mengambil surat-surat perkebunan dari tangan ibu tini, karena sesuai perjanjian, surat tanah dan semua perkebunan yang ada di kampung, akan di serahkan kepada sintia, jika rauf dan sintia bercerai.
Tapi, rauf dengan sintia tidak jadi bercerai, karena sintia sedang hamil.
sintia bingung entah bagai mana caranya.
dan sintia punya ide, agar dia mendapatkan surat-surat perkebunannya rauf, sintia mengambil ponselnya dan menelpon ibu tini.
tut.. tut.. tut.
ibu tini langsung mengangkat telponnya.
" halo.. sintia kenapa? tanya ibu tini di telpon.
" ibu, rauf bagai mana sih, katanya mau menginap dulu untuk beberapa hari di rumahnya sintia, rauf kan sudah janji, sintia sudah tidak percaya lagi sama rauf." ucap sintia di telpon
" mungkin rauf ada urusan di kantornya." ucap ibu tini.
" tidak bu, sintia tidak terima, pokoknya sintia akan balik lagi kerumahnya rauf." ucap sintia.
" sintia.. ibu mohon, tolong jangan ya, jangan kembali lagi ke rumah ini, nanti ibu kase uang yang lebih banyak lagi ke kamu, atau ibu belikan kamu mobil baru, atau apa yang kamu inginkan ibu akan kasih, yang penting kamu tidak balik lagi ke rumah ibu." ucap ibu tini.
" benar bu, kalau sintia minta sesuatu ibu akan kasih." ucap sintia.
" iya sintia, yang penting kamu tidak balik lagi ke rumah ibu ya." ucap ibu tini.
" baiklah bu, sintia minta sertifikat perkebunan yang ada di kampung." ucap sintia.
" lancang kamu sintia, perkebunan yang ada di kampung semuanya akan menjadi milik kamu, apa bila kamu bercerai dengan rauf." ucap ibu tini.
" iya bu, sintia tau, sertifikat itu hanya jaminan saja, kalau anak sintia perempuan dan rauf menceraikan Sintia kan, sintia tidak khawatir kalau rauf berbohong, kan surat- surat nya sudah ada kepada sintia." ucap sintia.
" tapi sintia, nanti rauf marah sama ibu." ucap ibu tini
" rauf jangan sampai mengetahuinya, to sintia hanya menyimpannya sebagai jaminan, to, kalau sintia di ceraikan, perkebunan ini juga akan menjadi milik sintia." ucap sintia.
" tapi sintia.." ucap ibu tini.
" kalau ibu tidak akan memberikan sertifikat itu, sintia sekarang akan balik lagi ke rumah ibu." ucap sintia.
" baik- baiklah nanti ibu antarkan." ucap ibu tini.
" tidak usah ibu mertua, nanti sintia mengirim orang nya sintia untuk mengambil sertifikat itu, dan sekalian ibu tanda tangan ya, surat penyerahan kepada sintia." ucap sintia.
" surat penyerahan bagai mana sintia.?" tanya ibu tini.
" surat penyerahan sementara, seandainya anak sintia nanti lahir anak perempuan, semua perkebunan yang ada di kampung, menjadi milik sintia, itu saja kok bu, ibu tinggal tanda tangan saja." ucap sintia.
" baiklah, nanti ibu sediakan surat- suratnya dulu." ucap ibu tini sambil mematikan ponselnya.
ibu tini, tidak ada pilihan lain, selain menyerahkan sertifikat nya, kepada sintia,
dari pada sintia balik lagi ke rumahnya, dan menambah masalah kepada rauf dan ibu tini.
sementara sintia, menelpon pak hendi yang mana besok pagi, akan mengadakan transaksi antara pak hendi dengan sintia, tapi sebelumnya sintia menelpon orangnya dulu, untuk menjemput sertifikat di rumah ibu tini.
setelah sintia menelpon pak hendi, dan orangnya, bernama riko, sintia keluar dan pergi ke rumah bapa dan ibu nya untuk mengabarkan berita yang menyenangkan.
sementara, pak hendi menelpon naila, untuk memberi tahu tentang kabar dari sintia.
tut.. tut..
naila langsung mengangkat telpon dari pak hendi.
" halo.. pak hendi, bagai mana, sudah ada informasi.?" ucap naila sambil bertanya. di telpon.
" iya bu, sudah ada informasi, ibu sintia mau menjual perkebunan milik pak rauf, dan katanya, besok kita adakan transaksi pembayaran, dan surat- suratnya sementara di urus oleh ibu sintia." ucap pak hendi.
" baiklah pak, terima kasih banyak informasinya pak, nanti di urus semuanya ya pak, berapa pun yang di mintanya nanti saya transfer ke rekeningnya.
" iya bu, nanti saya urus semuanya." ucap pak hendi.
sintia tidak mengetahui, siapa sebenarnya naila, apakah naila adalah melinda yang menyamar, atau naila orang suruhannya melinda...
mrlinda mnding cerai dri rauf.... biar jdi gmbel abadi tuh....
biar bu tini & rauf tau rasa....
g punya tata krama.... belagu.... pdahal g ada apa"nya di bandingkn dgn melinda....
menantu yg trzdolimi.... hnya krna blm punya kturunan...