Seorang mahasiswa cupu yang hidupnya terkurung oleh penyakit langka, menghembuskan napas terakhirnya di ranjang rumah sakit. Tanpa dia duga, kematian hanyalah awal dari petualangan yang tak terbayangkan. Dia terbangun kembali di sebuah dunia fantasi yang penuh sihir dan makhluk-makhluk aneh, namun dalam wujud seorang anak laki-laki berusia lima tahun bernama Ahlana. Ironisnya, dia terlahir sebagai budak.
Di tengah keputusasaan itu, sebuah Sistem misterius muncul dalam benaknya. Sistem ini bukan hanya memberinya kesempatan untuk bertahan hidup, melainkan juga kekuatan luar biasa: kemampuan untuk meng-copy ras makhluk lain beserta semua kekuatan dan kemampuan unik mereka. Namun, ada satu syarat yang mengubah segalanya: setiap kali Ahlana mengaktifkan kemampuan copy ras, kepribadiannya akan berubah drastis, menyesuaikan dengan sifat alami ras yang dia tiru.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Sanaill, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13: Pemukiman Tersembunyi dan Bisikan Kluster
Matahari pagi menyaring melalui kanopi hutan, membangunkan kami dengan lembut. Setelah sarapan dengan sisa-sisa makanan yang 'dipinjam' Ahlana, kami melanjutkan perjalanan. Elias tampak lebih bersemangat, melangkah dengan keyakinan yang terpancar dari setiap gerakannya. Aku tahu kami sudah dekat.
"Pemukiman kami tersembunyi dengan baik," Elias menjelaskan. "Hanya mereka yang memiliki pengetahuan tentang jalur rahasia atau izin khusus yang bisa menemukannya."
Kami terus bergerak lebih dalam ke jantung hutan. Pepohonan menjadi semakin besar, dan akar-akar raksasa meliuk-liuk di tanah seperti ular purba. Beberapa kali, kami harus melewati formasi bebatuan yang aneh atau jembatan alami dari akar yang saling terkait. Aku bisa merasakan energi yang berbeda di udara, seolah hutan itu sendiri bernapas di sekitar kami.
Tiba-tiba, Elias berhenti. "Kita sudah sampai," bisiknya.
Aku melihat sekeliling, tapi tidak ada apa-apa selain hutan lebat. Tidak ada tanda-tanda bangunan atau aktivitas. Elias kemudian melangkah maju, tangannya menyentuh sebuah pohon tua raksasa yang batangnya ditutupi lumut tebal. Dia mengucapkan serangkaian kata dalam bahasa yang belum pernah kudengar, sebuah melodi lembut yang terasa seperti gumaman angin.
Perlahan, bagian dari batang pohon itu mulai bergeser, membuka sebuah celah sempit yang mengarah ke dalam kegelapan. Udara dingin dan lembap mengalir keluar dari celah tersebut, membawa aroma kayu dan tanah yang lebih pekat.
"Ikuti aku," kata Elias, melangkah masuk ke dalam celah. "Tetaplah dekat dan jangan membuat suara."
Kami semua mengikuti, satu per satu, masuk ke dalam terowongan alami yang gelap. Anak-anak berpegangan satu sama lain, mata mereka membesar ketakutan. Aku merasakan hal yang sama. Terowongan itu berkelok-kelok, dan kami harus berjalan hati-hati agar tidak tersandung akar atau batu.
Setelah beberapa menit berjalan dalam kegelapan, cahaya samar mulai terlihat di kejauhan. Semakin dekat, cahaya itu semakin terang, menyingkap sebuah pemandangan yang menakjubkan.
Kami tiba di sebuah gua raksasa yang diterangi oleh kristal-kristal bercahaya yang menempel di langit-langit dan dinding. Di dalam gua itu, sebuah pemukiman Elf terhampar di hadapan kami. Rumah-rumah mereka dibangun di antara akar-akar raksasa dan formasi batu, menyatu sempurna dengan lingkungan. Ada jembatan tali yang menghubungkan platform-platform di ketinggian, dan kebun-kebun kecil tumbuh di dalam gua, memancarkan aroma bunga yang manis. Elf-elf lain, mengenakan pakaian sederhana berwarna tanah, bergerak dengan anggun di antara rumah-rumah mereka.
"Selamat datang di Kluster Malam," kata Elias, suaranya dipenuhi rasa bangga. "Ini adalah rumah kami."
Anak-anak terkesima. Mata mereka membelalak melihat keindahan dan ketenangan tempat ini. Ini jauh berbeda dari gubuk-gubuk kumuh atau barak budak yang pernah mereka kenal. Mereka adalah budak seumur hidup, dan tempat ini adalah surga yang tak pernah mereka bayangkan.
Beberapa Elf menoleh ke arah kami, mata mereka yang tajam mengamati kelompok kami. Sebuah Elf yang lebih tua, dengan janggut putih panjang dan tongkat kayu, melangkah maju. Dia memancarkan aura kebijaksanaan yang lebih kuat dari Elias.
"Elias," katanya, suaranya tenang namun berwibawa. "Siapa tamu-tamumu ini? Dan mengapa kau membawa mereka ke sini?"
Elias membungkuk hormat. "Salam, Tetua Theron. Mereka adalah anak-anak manusia yang kubebaskan dari perbudakan di rawa. Mereka membutuhkan perlindungan." Elias kemudian menoleh padaku. "Dan ini Ahlana. Dia memiliki kemampuan yang unik dan membantuku dalam perjalanan ini."
Tetua Theron menatapku dengan tatapan menyelidik. Aku merasakan tatapannya menembus diriku, seolah ia bisa melihat semua transformasi yang telah kulakukan. Aku berusaha bersikap tenang, meniru sedikit aura anggun dari efek Elf yang pernah ku-copy.
"Seorang bocah manusia dengan aura yang... berbeda," gumam Tetua Theron, matanya menyipit. "Aku bisa merasakan banyak jejak kehidupan di dalam dirimu, Ahlana. Jejak alam, jejak kekuatan buas, dan... sesuatu yang lebih kuno."
Aku tersenyum samar. "Itu cerita yang panjang, Tetua. Tapi aku hanya ingin melindungi mereka."
Tetua Theron mengangguk perlahan. "Baiklah. Kalian bisa tinggal di sini untuk sementara. Kami akan memberi kalian makanan dan tempat istirahat." Dia melirik ke arah anak-anak, tatapan matanya penuh belas kasihan. "Namun, pemukiman kami adalah tempat tersembunyi. Kalian tidak bisa keluar masuk sesuka hati."
"Kami mengerti, Tetua," kataku tulus. "Terima kasih atas kemurahan hatimu."
Elias kemudian memandu kami ke sebuah area yang sedikit terpencil di dalam gua, di mana terdapat beberapa tempat tidur sederhana dari lumut dan daun. Anak-anak segera merebahkan diri, rasa lelah dan lega membanjiri mereka. Aku merasa sangat puas. Akhirnya, mereka aman.
Malam itu, setelah makan makanan Elf yang lezat—terdiri dari jamur aneh, buah-buahan, dan roti yang terbuat dari biji-bijian hutan—aku duduk bersama Elias.
"Tetua Theron adalah pemimpin kami," Elias menjelaskan. "Dia adalah salah satu Elf tertua dan terbijaksana di hutan ini. Dia pasti merasakan sesuatu yang aneh tentangmu."
"Aku tahu," kataku. "Aku sudah terbiasa dengan itu."
Tiba-tiba, sebuah bisikan aneh muncul di benakku, bukan dari Sistem. Bisikan itu terasa seperti panggilan, sebuah sensasi hangat yang menarikku ke suatu tempat di dalam pemukiman.
[Kluster Malam: Pemukiman Elf. Lokasi Sumber Kekuatan Terdeteksi: Pusat Kluster. Status: Aktif, Berinteraksi dengan Lingkungan.]
Aku menoleh ke arah tengah pemukiman, di mana sebuah kristal besar bercahaya berdiri tegak, memancarkan energi ke seluruh gua. Itukah yang kurasakan?
"Elias," tanyaku, "kristal itu... apa fungsinya?"
Elias menoleh ke arah kristal itu, matanya berkilau. "Itu adalah Kristal Jiwa, jantung dari Kluster Malam. Itu menyerap energi kehidupan dari hutan dan memurnikannya, menjaga keseimbangan alam di sekitar sini. Itu juga menghubungkan kami semua."
Bisikan itu semakin kuat. Aku merasa ada sesuatu yang menarikku ke sana, sesuatu yang ingin berkomunikasi denganku.
"Bisakah aku... mendekatinya?" tanyaku, penasaran.
Elias menatapku, ekspresinya sedikit ragu. "Kristal itu sangat peka. Energi yang berbeda bisa bereaksi dengannya. Tapi... jika kau ingin, aku akan menemanimu."
Rasa penasaran Ahlana menggebu. Aku harus tahu apa yang terjadi. Mungkin Kristal Jiwa ini bisa memberiku petunjuk tentang Sistemku, atau bahkan tentang diriku yang sebenarnya. Ini adalah petualangan baru, dan aku siap untuk itu.
To be continue.....