Setelah pesta ulang tahunnya semalam, dia terbangun di atas ranjang kamar hotel tempatnya bekerja, dalam keadaan berantakan dan juga sendirian. Masih dalam keadaan bingung, dia menemukan bercak merah di bawah tubuhnya yang menempel di alas kasur. Menyadari bahwa dirinya telah ternoda tanpa tahu siapa pelakunya, diapun mulai menyelidiki diam-diam dan merahasiakan semuanya dari teman-temannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Beby_Rexy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamu Tak Diundang
“Ibu, lagi apa?” tanya Ranti, dengan ceria dia masuk mendekati ibunya yang sedang berdiri di depan cermin.
Alya menengok dan tersenyum. “Ibu tadi kebelet, makanya langsung naik, hehe.” Saat tersenyum lebar, terlihat kerutan di wajah Alya.
Ranti pun tak menaruh curiga, dirinya sendiri juga akan melakukan hal sama jika sedang mules.
“Kamu kenapa sudah pulang, Ran? Tumben,” tanya Alya.
Sejenak, Ranti menghela napas panjang, tentu saja dia tidak akan menceritakan apa yang baru saja dia alami di perusahaan Galaxy Techno tadi.
“Tadi lagi ada event di luar, Bu. Aku diajak, jadi pas sudah selesai aku diantarkan pulang, deh,” jawab Ranti sekenanya.
Tiba-tiba, Alya menjadi sedikit lebih bersemangat. Dia menarik tangan Ranti dan mengajaknya duduk di tepi ranjang.
“Eh, Ran. Itu tadi Tuan Arion Galaxy, bukan?” desak Alya.
“Iya, kok Ibu bisa tahu?” tanya Ranti.
“Ya ibu tahulah, kamu kerja sama dia, dia itu bos kamu, kan?”
Ranti mengangguk, lalu melepas kacamatanya.
“Kamu kok bisa diantar sama bos kamu itu?” tanya Alya lagi.
Ranti diam sejenak, mengira kalau ibunya hanya sedang bersemangat saja karena dia belum pernah diantar oleh lelaki mana pun tiap pulang ke rumah. Setelah ini, Ranti menebak, pasti ibunya mengira kalau dia dan Arion punya hubungan spesial. Karena belum lama ini, Alya sempat memintanya agar segera memiliki kekasih.
“Ibu jangan mikir yang aneh-aneh, deh. Tuan Arion itu sudah punya tunangan, Bu. Lagian dia mana level sama kita, Ibu nggak tahu kalau keluarga dia kaya banget? Kita mah apa, Bu.”
“Iya juga…” gumam Alya. Dia terdiam.
Ternyata tebakan Ranti benar, membuat gadis itu terkekeh geli. “Padahal aku memang pacaran sama Tuan Arion, tapi pacar pura-pura…” bisik Ranti dalam hati, mengasihani nasibnya yang tidaklah mungkin memiliki pacar seorang konglomerat seperti Arion.
“Eh, tapi Ran. Ibu lihat kok kalian serasi gitu, ya!”
Tiba-tiba Ranti terbatuk-batuk. “Ibu ada-ada aja, ih. Aku laper, Bu. Ada makanan, nggak? Kalau nggak ada, biar aku pesan online aja.”
“Ck, ada, Ibu sudah masak barusan. Tapi, Ran, kalau Ibu berdoa biar kalian berjodoh bisa terkabul, lho!” Alya tampaknya tak ingin menyerah.
Ranti pun menghela napas lagi, seraya menggelengkan kepalanya. Ibunya itu tidak tahu saja bagaimana keluarga Arion. Mengerikan.
“Bu, kalau memang sudah waktunya aku ketemu jodoh, kuharap dia bukan Tuan Arion.” Ranti mengakhiri percakapan mereka dan segera meninggalkan kamar ibunya.
Kali ini Alya yang menghela napasnya, lalu berbicara dengan lirih, “Suamiku, sepertinya isi suratmu itu bakal sulit aku wujudkan…”
---
Pagi pun tiba, dan sinar matahari sudah menerangi separuh bumi ini. Di dalam kamarnya, Ranti masih tertidur dengan lelapnya. Saat ini masih pukul delapan pagi, biasanya sang ibu baru akan membangunkan dirinya dalam waktu setengah jam kemudian, tepatnya pada pukul sembilan kurang tiga puluh menit.
Dalam tidurnya itu, Ranti bermimpi, memimpikan sang ayah, Enggar. Di dalam mimpi itu, tak ada kata yang terucap dari mulut Enggar, pria itu hanya tersenyum manis pada putrinya. Tempat mereka bertemu adalah di sebuah taman bermain, taman masa kecil Ranti yang kerap ia kunjungi bersama sang ayah kala hidupnya.
Namun, sesuatu membuat pertemuan itu berakhir. Ketika Ranti membuka kelopak matanya, suara ketukan pintu kamarnya terdengar.
“Ran, sudah setengah sembilan ini, yuk bangun, sarapan kamu sudah Ibu siapkan.” Suara lembut Alya terdengar dari balik pintu. Ranti memang selalu mengunci pintu kamarnya, karena sudah kebiasaan sejak kecil.
“Iya, Bu,” sahut Ranti yang masih setengah sadar. Dia masih berbaring, terdiam, mencoba menggali kembali ingatan dalam mimpinya barusan.
Sudah lama sekali Ranti tidak memimpikan sang ayah. Mungkin dalam waktu satu tahun, Enggar hanya datang mengunjunginya dalam mimpi satu kali saja. Meski begitu, Ranti tetap bersyukur. Walau kepergian sang ayah membawa pertanyaan besar dalam diri Ranti yang belum sempat ia ungkapkan tentang rumor itu. Namun, dia begitu mencintai Enggar. Meski bibirnya berkata benci.
Setelah bersiap-siap dan menyelesaikan sarapannya, Ranti pun bergegas ke pintu keluar. Namun, Alya memanggilnya. “Ran, tunggu bentar. Ini bawakan bekal makan siang ini, untuk Tuan Arion, ya.”
Ranti terkejut dan melototkan matanya. “Ih, Ibu apaan sih. Tuan Arion pasti nggak mau, Bu. Tuan Arion itu jahat, aslinya.”
“Yah jangan begitu, Ran. Mana tahu dia mau, orang begitu pasti sibuk sampai lupa makan, lagian ini menunya mewah, lho. Tenang saja lah kamu.” Alya menyodorkan sebuah box makan kepada Ranti.
Ranti menyambutnya. “Sini, biar nanti aku aja yang makan, Bu. Aku juga mau makanan mewah,” ujarnya sambil tersenyum lebar.
“Ye, buat Tuan Arion, bukan kamu,” larang Alya.
“Sudah, aku berangkat dulu, Bu.” Seolah tak ingin berdebat lebih lanjut dengan sang ibu, Ranti langsung mengecup pipi Alya kemudian bergerak cepat melenggang memasuki taksi online yang sudah dipesannya sebelumnya sambil membawa box bekal dari ibunya.
Sialnya, baru beberapa menit meninggalkan rumahnya, Ranti baru sadar kalau ponselnya tertinggal.
“Pak, maaf bisa balik lagi, nggak? Handphone aku ketinggalan, Pak,” pinta Ranti pada sopir dengan buru-buru.
“Yah, hitungannya jadi berubah ini, Mbak. Masa balik lagi, gimana ya?” Pak sopir takut kalau proses pengantaran di aplikasi online-nya terganggu.
“Bisa diselesaikan saja, Pak. Nanti abis dari rumah, kita berangkat lagi, nggak usah pakai aplikasi. Aku bayarnya tiga kali lipat, deh,” tawar Ranti, mengingat waktu sudah semakin dekat di angka sepuluh. Dia tidak ingin sampai terlambat.
Akhirnya sopir itu setuju, dengan segera memutar balik arah dan kembali menuju titik awal penjemputan.
Namun, setibanya di halaman rumah Ranti, ada sebuah mobil mewah yang terparkir di sana. “Mobil siapa itu?” tanya Ranti pada diri sendiri.
Dia keluar mobil dengan berlari seolah sedang berkejaran dengan waktu. Ketika sudah berada di ambang pintu, dia dikejutkan oleh kedatangan seseorang di dalam rumahnya.
“Nyonya… nyonya Miranda?!”
kenapa si harus di permainkan, Arion kenapa kamu gak jujur?
sekarang semua kesalah pahaman membuat pertemanan bubar
berlanjut
lalu siapa yg tidur dgn Ranti ?
nggak kebayang gimna sakitnya ranti
smg pelaku utama nya ditemukan
ditannya malah balik nanya